Minggu, 21 Desember 2008

Turun (dong) .....

Baru-baru ini pemerintah menurunkan harga BBM. Kebijakan yang tentu disambut dengan gembira oleh seluruh masyarakat, termasuk saya. Dan terus terang saya tak peduli apakah itu kebijakan yang tendensius, mengingat bakal ada hajatan besar tahun 2009 ini, atau tidak. Yang penting bagi saya BBM akhirnya turun juga setelah masyarakat mendesak-desak. Dan desakan berdasar logika sederhana (bahwa dulu pemerintah menaikkan harga BBM karena harga minyak dunia meroket, dan sekarang seharusnya pemerintah menurunkannya karena toh harga minya dunia sedang turun) ternyata ampuh juga, walau awalnya alasan pemerintah banyak juga. Mentamben bilang bahwa menurunkan harga BBM bukan wewenangnya. Terus menteri lain juga beralasan bahwa penurunan harga BBM akan membuat pemerintah harus merevisi anggaran. Tapi syukurlah akhirnya harga BBM turun juga.

Tapi, ternyata penurunan itu tidak langsung membuat tarif angkot turun seperti harapan saya. Ketika harga BBM diumumkan naik tempo hari, besok paginya ketika berangkat kerja saya langsung ditodong tarif angkot yang sudah naik 500 perak dari biasanya. Kernet angkot bilang, "BBM naik, mbak." Ya sudah saya bayar saja, walaupun gaji saya belum naik (dan sampai detik ini pun belum juga naik). Nahhhhhhh ...sekarang giliran harga BBM turun, ehhhhhhh besok paginya saya tidak disambut dengan tarif angkot yang turun. Kenapa? Di televisi para pelaku bisnis tranportasi berkicau bahwa penurunan harga BBM tidak bisa membuat tarif angkutan langsung turun. Karena biaya BBM hanya mengambil porsi 25-30% dari biaya operasional keseluruhan. Dan lagi penurunan harga BBM tidak otomatis membuat harga suku cadang turun. Penurunan harga suku cadang baru terjadi jika ATPM menurunkan harga. Dan lagi penurunan tarif angkutan tidak bisa langsung terjadi karena toh Organda belum menentukan tarif baru berdasarkan harga BBM terbaru tersebut. Seorang tokoh pengusaha yang lain beralasan bahwa walau harga BBM turun tapi harga bahan pokok juga belum turun jadi tarif angkutan tidak bisa langsung turun juga. Ehmmmmmm ....... saya jadi cuma bisa menghela nafas karena semua alasan itu. Satu-satunya alasan yang paling masuk akal bagi saya adalah alasan sederhana sang sopir angkot, yaitu dia tidak bisa menurunkan tarif karena juragannya juga belum menurunkan jumlah setoran. Nah saya anggap saja ini intinya.

Jadi ketika urusan naik adalah urusan yang sederhana dan serba otomatis, maka urusan turun adalah sebaliknya. Alias susahnya minta ampun. Rasanya tidak cuma masalah turun tarif saja. Turun-turun yang lain pun sama susahnya. Mau contoh? Lihat saja bagaimana orang-orang Thailand menduduki bandaranya sendiri demi membuat Somchai Wongsawat turun dan mencegahnya berkuasa kembali. Jauh sebelum itu ada Cory Aquino dengan gerakan 'kuning'-nya demi membuat Marcos turun. Para mahasiswa Indonesia juga harus berdemo berhari-hari, bahkan akhirnya menelan banyak jiwa, demi membuat Soeharto turun. Dan juga lihat bagaimana hakim-hakim di MA membuat aturan-aturan yang konon menurut banyak pihak demi menghindari segera turun. Juga lihat tingkah para anggota DPR yang sekarang mati-matian berkampanye meraih hati konstituennya agar tidak turun.

Ahhhhh....... mungkin turun memang sesuatu yang tidak menyenangkan. Termasuk turun berok yaaaaaa.... hehehehehe..... Mungkin satu-satunya yang turun dengan sukarela adalah ......... HUJAN.

Senin, 08 Desember 2008

nama untuknya

Tidakkah kau ingin datang padaku saat waktu terasa seperti liang yang tahu-tahu melonggar? datanglah seperti itu, tanpa sejumput nafsu yang sangat mendesak untuk dituntaskan seperti selalu. Lalu mari duduk di terasku. Kan kuracikkan kau secangkir teh dengan kayu manis dan gula batu. Mau kupijit pula pundakmu?

Lalu, bisakah mulai kau pikirkan nama untukku? Sebuah nama yang tak perlu indah berima merdu. Yang penting ada artinya untukmu ...... juga untuk mereka.

Aaahhhh ...... lagi-lagi kau bilang tidak bisa sesederhana itu dan perlu waktu ........
Selalu!!!
Huh ...!



(untuk kaumku yang datang terlambat .....)

Minggu, 23 November 2008

Sadar Budaya

Kemarin, ketika bersiap untuk pulang kampung, secara acak saya memilih satu buku dari sekian koleksi saya, yaitu kumpulan cerpen Jhumpa Lahiri, Benua Ketiga dan Terakhir (hasil terjemahan dari buku yang berjudul asli Interpreter of Maladies). Sungguh, saya mencintai buku itu. Rasanya ini kali ketiga saya membaca ulang buku itu ...dan masih juga dia berhasil membuat saya termenung-menung.... juga menangis. Dari sembilan cerita pendek (percayalah, sebenarnya itu bukan cerita yg sangat pendek) dalam buku itu cerita terakhirlah yang paling menyentuh hati saya (dan selalu berhasil menghamburkan air mata saya). Itu cerita tentang seorang India yang merantau ke Inggris lalu ke Amerika. Jadi dia menghabiskan hidup di tiga benua. Perasaan asing dan proses adaptasinya, bahkan terhadap istri yang merupakan hasil perjodohan, membuat hati saya tersayat-sayat. Begitu sederhana .....

Tapi setelah pulih dari pilu, ganti rasa iri yang memenuhi hati saya. IRI. Sungguh saya iri karena seorang Jhumpa Lahiri yang berdarah India tapi lahir dan besar di Amerika masih begitu mengenal akarnya. Saya yang seumur hidup; sejak pertama kali bisa menghirup udara; tinggal di Indonesia tapi merasa tidak tahu apa-apa tentang akar saya sendiri. Padahal seharusnya saya bisa 'kaya' kalau saya mau mengenal akar saya. Sebab orang tua saya berasal dari dua suku yang berbeda, yaitu Sumbawa dan Jawa. Tapi kenyataannya saya merasa tidak mengenal banyak. Bahkan demi alasan takut salah dan dibilang tidak sopan, saya cenderung menghindari menggunakan bahasa Jawa terutama jika berhadapan dengan mereka yang lebih tua, dan lebih memilih memakai bahasa Indonesia.

Terus terang saya sangat salut jika orang-orang India yang sudah hijrah ke Amerika benar masih mempertahankan budayanya seperti yang diceritakan oleh Jhumpa Lahiri di buku tersebut dan juga bukunya yang lain yaitu Namesake. Mempertahankan budaya asal di sebuah negara se-'wah' Amerika tentu bukan hal yang mudah. Mungkin cuma generasi pertama yang berhasil. Generasi selanjutnya pasti lebih 'Amerika' daripada 'India'.

Dulu saya sering merasa terhina jika melihat bule-bule bercelana pendek menonton ritual-ritual tradisional suku-suku terasing dan antusias mengabadikannya dengan macam-macam kamera. Waktu itu saya tidak terlalu percaya, benarkah mereka benar-benar mengagumi 'ulah' saudara-saudara saya itu? Ataukan sekedar mengambil gambar untuk menunjukkan kepada teman-teman mereka bahwa ada sekumpulan orang 'gila dan terbelakang' di negara saya? Terang waktu itu saya cenderung bersikap skeptis terhadap pernyataan kekaguman mereka. Tapi sekarang rasanya saya lebih percaya. Karena sekarang paling tidak saya bisa berpikir bahwa mungkin saja apa yang bule-bule rasakan itu perasaan kagum yang sama seperti yang saya rasakan ketika saya mengagumi budaya yang disuguhkan oleh Jhumpa Lahiri. Dan saya sekarang jadi kagum terhadap budaya bangsa saya sendiri. Kagum terhadap nilai-nilai filosofis yang ada di dalamnya.

Jadi saat ini saya simpulkan bahwa saya sedikit lebih sadar budaya. Sadar dalam artian saya jadi tergelitik untuk mencari tahu tentang akar saya. Dan mungkin karena sedang ''hangat' dengan perasaan itu maka saya mengamuk ketika seorang teman yang saat ini tinggal dan bekerja menjadi seorang profesional di sebuah negara kaya raya mencaci-maki negara saya. Saya jengkel karena baru sebelas bulan negara kaya itu 'menyuapinya' tapi teman saya ribut mencaci-maki negara yang pernah menghidupinya selama 34 tahun, seakan kacang yang lupa akan kulitnya (maaf ya kawan kalau kau sampai membaca ini). Waktu itu dengan gagah saya bilang pada teman saya, "Right or wrong this is my country !!!"

:-)


Sabtu, 15 November 2008

cinta

cinta .....
kuingin dia tersungkur
merangkak-rangkak
menggelepar tak bernafas
hingga mengoyaki dirinya
dan menghamba
kepadamu

karena seperti itulah aku layu .........

Selasa, 04 November 2008

(Tidak) Sengaja Golput

Hari ini saya libur, tidak perlu masuk kerja. Dan saya tidak sendiri. Mungkin seluruh warga Jawa Timur, atau paling tidak sebagian besar libur seperti saya. Libur sehari, lumayan kan? Alhasil saya bisa pergi membeli stick dan benang rajut, dan mulai tahap pertama pelajaran merajut saya. Juga kemudian dengan santai chatting dengan teman-teman lama di internet.

Oh iya, hari ini saya libur karena ada acara Pilkada Gubernur Jawa Timur. Tadi sewaktu chatting, teman-teman saya bertanya kepada siapa saya memberi suara? Apakah kepada Ibu Khofifah atau kepada Bapak Karwo? Saya bilang bahwa saya tidak memberi suara pada siapa-siapa. Teman saya mengejek, saya cuma mau liburnya saja, enggak mau menyumbang suara. Teman saya yang lain malah bilang bahwa satu suara saya bisa menentukan nasib propinsi dimana saya bermukim. Woooooooooo ...... kok jadi seberat itu, pikir saya. Saya kan tidak bermaksud apa-apa selain kepingin menikmati hari senggang? Saya tidak bermaksud untuk tidak peduli kepada bangsa ini. Saya toh akan menerima dengan senang hari siapapun yang akan terpilih menjadi Gubernur Jawa Timur. Saya tidak akan melakukan tindakan anarkis apapun jika yang terpilih adalah calon yang sebenarnya jika jujur saya kurang sreg terhadapnya. Saya akan membiarkan saja siapapun yang menang dan besok akan kembali beraktivitas dan bekerja seperti biasa.

Tempo hari bapak saya bilang sebaiknya saya lebih sadar politik dan tidak melulu menjadi golput. Saya jadi berpikir, benarkah? Apakah menjadi golput adalah pernyataan politik saya? Aaaahhhh ...rasanya tidak seperti itu. Saya tidak memilih bukan karena apa-apa. Cuma sebenarnya salah satunya adalah karena KTP saya luar kota, dan saya tidak terdaftar sebagai pemilih di perantauan saya. Jadi kalau harus pulang kampung kok rasanya repot ya, karena toh libur cuma sehari dan posisinya tidak menempel di akhir minggu pula. lalu kenapa saya tidak berusaha mendaftar di perantauan? Nahhh ini juga agak susah dijelaskan ......sederhananya saya enggak mau repot kali yaaaaa ...... ehehehhehehehe .... Jadi saya salah ya? Tapi sumpah secara politis atau apa, saya tidak mempermasalahkan para calon. Kurang sreg-nya saya terhadap salah satu calon tidak cukup kuat untuk saya jadikan alasan utama untuk tidak memberikan suara.

Tapi agaknya lagi-lagi saya tidak sendirian. Tempo hari saya mengunjungi seorang rekan kerja di workshop sekaligus rumahnya untuk memesan satu barang. Ngobrol punya ngobrol akhirnya kami sampai pada topik Pilkada. Iseng saya tanya kepada siapa dia akan memberikan suaranya. Katanya, dia tidak perlu memilih, walau terdaftar. Kenapa? Karena menurutnya, siapapun yang akan jadi maka pengaruhnya akan sama saja. Kenapa? Karena ini jaman susah. Artinya? Artinya tidak akan ada seorang superman yang mampu mengubah kesulitan bangsa ini dalam sekejab. Siapapun perlu proses. Jadi kalau memberikan suara dengan pamrih jagoannya bisa mengubah keadaan dalam sekejab maka itu adalah harapan sia-sia. Jadiiiii ...dia lebih memilih tinggal di rumah, tetap bekerja mengerjakan semua order yang sudah masuk kepadanya daripada meluangkan barang setengah jam dari waktunya untuk antri di TPS. Apakah ini satu bentuk kearifan?

Nahhh sekarang pertanyaan saya yang lain adalah apakah orang-orang seperti saya dan teman saya tadi salah? Terus terang saya tidak merasa terlalu bersalah. ...... hehhehehehee .... Maaf ya Bapak dan Ibu para politisi. Dan terus terang saya sering merasa aneh jika melihat beberapa orang yang sibuk bertikai dan melakukan kekerasan yang berlarut-larut karena jagoannya kalah dalam suatu Pilkada. Apakah itu karena fanatisme? Ataukah karena jagoannya memang benar-benar ksatria paling hebat yang harus menang? Atau karena ada yang menggerakkan? Untuk yang terakhir ini pikiran kriminal saya yang berbicara.......

Ehmmmm ... mungkin saya memang salah ya? OK akan saya pikirkan untuk ikut menyumbang suara di Pilkada ataupun Pemilu selanjutnya ....... Insyaallah ....

Oh iya, selamat kepada siapapun yang menang di Pilkada Jawa Timur hari ini. Selamat bekerja dan semoga kuat mengemban amanat yang hebat ini.




Jumat, 24 Oktober 2008

jenang gulo

jenang gulo,
kowe ojo lali marang aku iki yo kangmas
nalikane nandang susah sopo sing ngancani
dek semono aku tetep trisno lan tetep setyo tho kangmas
dereng nate gawe gelo lan gawe kuciwo

ning saiki,
bareng mukti kowe kok njur malah lali marang aku
sithik-sithik mesti nesu terus ngajak padu (jo ngono ojo ngono)

opo kowe pancen ra kelingan jamane dek biyen tho kangmas
kowe janji bungah susah podho dilakoni ..........


Asli saya langsung jatuh cinta dengan lagu Jawa yang satu ini, sejak pertama kali mendengar ibu saya menyanyikannya di kamar mandi. Eitttt.... jangan salah, suara ibu saya asyik lohhhhh.... tidak terlalu kalah jika ditandingkan dengan Tutty Tri Sedya dalam soal menyanyi keroncong. Percaya? Hohohooho ... coba saja datang ke rumah dan dengarkan ibu saya menyanyi.

Balik ke lagu tersebut yaaaa...... Lagu itu berkisah tentang suara hati seseorang yang merasa pasangannya berubah setelah kurun waktu tertentu. Perubahan yang tentu saja bukan perubahan yang menguntungkan. Karena itu dia 'bersuara', mengingatkan sang pasangan "ingatlah, siapa yang menemanimu di kala hidup susah?".

Ehmmmm .... lagu Jenang Gulo itu langsung muncul di benak saya ketika seorang teman bercerita dia sedang mengurus proses perceraian dengan pasangannya. Alasannya klasik dan selebritis sekali : sudah tidak cocok. Ahhhhh saya tak hendak campur tangan dengan masalah rumah-tangganya. Cuma saya berpikir apa yang dilakukan teman saya jika sang pasangan 'menyanyikan' Jenang Gulo tersebut? Akankah dia berubah pikiran? Entahlah .......

Harus diakui seringkali dalam kesusahan lebih mudah untuk merasakan yang namanya cinta dan kasih sayang. Saya ingat betul ketika keluarga saya mengalami satu kesusahan beberapa tahun yang lalu, mereka-mereka yang mencintai kami sekeluarga berbondong datang mengulurkan tangan dan bantuan. Ahhhhh ....waktu itu susah terasa lebih mudah untuk dihadapi. Malah dalam kesusahan itu saya sempat menemukan cinta baru alias pacar baru ...hehheehehehe.......

Lalu setelah kesusahan pergi dan keriaan datang, hidup berubah menjadi ringan adanya. Saking ringannya hingga tak berasa perlu cinta dari mereka-mereka untuk melakoninya....... Terus lupa ..... Terus 'Jenang Gulo' deh .....

Ahhhhhh ....mungkin memang 'kesusahan' diciptakanNya untuk membuat cinta lekat satu sama lain .... Tapi apakah lalu berarti 'keriaan' diciptakanNya untuk menghancurkan rekatan tersebut? Rasanya tidak seperti itu ..... Cuma kadang kita berpraktek seperti itu. Contohnya paling mudah adalah saya .....karena saya putus dengan dia yang saya temukan di kala susah itu pada saat saya dalam keriaan. Eittttttttttt ...tunggu dulu ....... tapi saya memutuskannya karena dia berselingkuh terhadap saya ! Sooooooo ..... apakah saya termasuk yang harus di-Jenang Gulo?

Rabu, 22 Oktober 2008

Memasak ....... Mau?

Memasak ..... ehmmm terus terang saya termasuk perempuan yang tidak cukup sering memasak. Saya lebih suka menggunakan kata 'sering' ketimbang kata 'suka'. Sebab saya sendiri tidak cukup bisa memahami diri saya, apakah saya termasuk golongan perempuan yang mencintai kegiatan itu atau tidak. Tapi jujur, semasa kecil dengan tegas saya mengambil sikap membenci kegiatan tersebut karena menurut saya terlalu perempuan, terlalu domestik. Setiap kali ada pembagian pekerjaan rumah, saya lebih memilih mengepel, menyetrika, mencuci, dan bahkan pernah lebih memilih membersihkan genteng rumah dari debu gunung Kelud ketimbang mengupas bawang merah di dapur. Mungkin inilah pernyataan politik saya di masa kecil ...hihiiihihi ..... dan pernyataan politik ini ditanggapi dengan adem ayem oleh orang-tua saya. Hehhehehe pengertian sekali kan?

Selepas kuliah (semasa menganggur) saya sempat terpaksa memasak karena mesti tinggal berdua saja dengan abang saya. Dan lucunya, dialah orang pertama yang mengajari saya cara menanak nasi. Dan dia juga yang membuat saya merasa tidak berguna karena tidak bisa memasak. Sebenarnya dia tidak melakukan apa-apa. Dia malah sakit. Dan saya merasa menjadi manusia tidak berguna karena tidak bisa memberi makanan yang layak kepada si sakit hanya karena satu alasan : tidak bisa memasak! Sejak itu saya bertekad untuk bisa memasak. Bundel resep masakan ibu saya mulai saya bolak balik. Saya ingat sekali masakan yang pertama saya buat adalah sop. Dan saya hampir menangis karena abang saya memakan masakan itu dengan lahap, seolah tak ada cacat didalamnya. Setelah itu, selama hampir setahun saya memfungsikan diri sebagai tukang masak, dengan rela dan senang. Saya mulai mengerti ternyata mengatur menu setiap hari itu bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi jika dananya terbatas ....hahahahhahaa ..... Tapi tak pelak selama kurun waktu sekitar setahun itu, saya menemukan hal menyenangkan dalam kegiatan yang sempat saya benci.

Tapi walau sudah menemukan keindahan dari memasak, tapi sampai saat ini saya tetap merasa tak enak hati setiap kali orang (baca: laki-laki) menganggap memasak adalah kewajiban (baca: kodrat) perempuan. Apalagi ketika itu diucapkan hanya semata berdasar atas gender. Kalau memang memasak bagian dari kodrat perempuan, berarti para chef yang laki-laki itu menyalahi kodrat mereka sebagai laki-laki dong...!

Oh iya, setelah lama tidak memasak (karena tinggal sendiri membuat saya memilih praktisnya saja), tempo hari saya tergelitik untuk mengecek kemampuan saya. Saya mencoba memasak pepes udang campur tahu yang terpaksa dimodifikasi sedikit karena tidak ada daun pisang. Hasilnya? Hahahahah ....secara rasa tidak mengecewakanlah ....tapi secara penampilan cukup amburadul karena wadah plastik yang saya gunakan untuk pengganti daun pisang membuat air yang ada di dalam pepes tidak menguap keluar ketika saya mengukusnya. Hasilnya ...ehmmmm tidak cukup layak untuk mendapat sebutan sebagai pepes. Tapi jangan salah, rasanya ehmmmm...... two thumbs up! Hehehehehe .....

Lalu tempo hari saya menyadari satu lagi keindahan memasak. Kali ini kakak perempuan saya yang secara tidak sengaja membuka mata saya. Saya sedang pulang kampung menengok orang-tua ketika dia telepon dari Kyoto. Satu pertanyaan sederhana dengan enteng keluar dari mulutnya "Ibu masak apa hari ini? Aku kangen masakan ibu...." Suaranya terdengar agak sendu. Padahal biasanya dengan suara riang dia bercerita apa saja yang ditemuinya di negara itu karena dialah orang pertama dalam keluarga kami yang menginjakkan kaki di negara itu. Kali yang keluar dari mulutnya bukan laporan pandangan mata yang bergelora, tapi justru melankoli yang remeh. Ibu saya memang tipikal ibu rumah tangga yang memanjakan keluarganya dengan masakan. Dengan masakannya, ibu saya memanjakan dan mengikat hati kami semua, termasuk cucu-cucunya yang walau kadang kepedasan tapi selalu minta porsi lebih. Karenanya pantas saja kakak saya jadi terkenang-kenang masakan ibu.

Ehmmmmm ..... orang bilang memasak itu bisa jadi senjata ampuh. Banyak negosiasi hal penting dilakukan di meja makan, mulai dari negosiasi bisnis sampai politik. Memasak bisa membantu memenangkan hati orang lain. Hitung saja berapa banyak ibu-ibu yang memenangkan seluruh hati suami dan anak-anaknya hanya dengan masakan sederhana dengan cita rasa khas. Konon cinta mampu memberi rasa pada masakan. Masakan yang dibuat denga cinta luar biasa akan terasa sedap. Mungkin tidak secara sempurna sedap di lidah, tapi sedap karena mereka yang tercinta pun akan menghargai kerja keras yang dilakukan untuk membuat masakan tersebut.

Ehmmmmm ...... saya jadi kepingin rajin memasak lagi. Bukan karena persetujuan atas pernyataan memasak adalah kodrat perempuan, tapi karena saya tahu pasti indah adanya ketika bisa membuat orang-orang tercinta terbahagiakan dengan masakan yang saya buat.


Minggu, 12 Oktober 2008

Film di televisi

Tahu enggak ...? Saya sedang jengkel dengan yang namanya televisi. Kenapa? Karena mereka berulang-ulang menayangkan film yang sama! Pernah menghitung berapa kali Kate Winslet dan Leonardo Dicaprio ber-Titanic di televisi kita? Ohhhhh ....asli saya sampai bosan sekali menonton mereka berdua berdiri merentang tangan di kapal besar itu. Saking bosannya, saya selalu langsung mengganti channel begitu melihat judulnya. Pernah menghitung berapa kali mas Keanu Reeves menongolkan wajah gantengnya lewat Speed dan trilogi matrix? Lalu hitung juga berapa kali aneka laki-laki Bond pamer kejantanan mereka layar gelas. Terus, hitung pula film-film Jacky Chan, Bobo Ho, Chow Yun Fat, Shahrukh Kahn, Steven Seagal, Jean Claude van Damme, dan Trio Warkop. Pasti deh sampai pegel ngitungya tapi mereka tetap wira-wiri dengan judul film yang itu-itu saja.

Tahu sihhhhh ....kalau untuk menayangkan film di televisi itu butuh dana yang besar, termasuk untuk membeli hak tayang film siarnya atau royaltinya atau apalah namanya. Cumaaaa..... saya merasa aneh juga jika pihak televisi menghilangkan pikiran sehat mereka bahwa penonton tidak akan bosan menonton film yang sama berulang-ulang. Apa mereka tidak berpikir bahwa romansa Winslet dan Dicaprio bisa saja menjadi basi, tak peduli berapa Oscar yang berhasil mereka kumpulkan.

Memang adakalanya sebuah film bisa membuat saya berniat menontonnya berulang kali. Sebut saja English Patient, Thin Red Line, Scent of A Woman, Godfather, Sleepers, Saving Private Ryan, dan Children of Heaven. Bahkan mata saya tetap berair ketika melihat Alpacino berteriak putus asa "im in the dark now!" di Scent of A Woman, tak peduli berapa kali saya menontonnya.

Tapiiiiiiiiiiiiiiii .....sebagus apapun suatu film tapi kalau disajikan berulang-ulang cuma dengan mengganti tema penyajian tetap saja bagi saya merupakan satu pendzoliman terhadap penonton. Memang sihhhh tinggal pencet remote contol terus ganti stasiun televisi yang lain. Tapi apa tidak seperti berada di neraka tuh kalau ternyata begitu ganti ke channel yang lain ternyata stasiun yang lain itu juga sedang melakukan hal yang sama dengan judul film yang berbeda. Ehmmmm .....alamakkkkkkk ......

Ya memang sihhhh penonton haus hiburan...tapi kalau hiburan yang didapat cuma itu-itu saja, sampai hapal jalan ceritanya, ya capek dehhhhhhhh ......

Sabtu, 04 Oktober 2008

lebaran

Semoga kita termasuk orang-orang yang 'berhasil' di Ramadhan tahun ini dan kelak dipertemukanNya dengan Ramadhan-Ramadhan berikutnya. Amin.

Mohon maaf lahir dan batin.

:-)

Kamis, 11 September 2008

Ramadhan

Ramadhan .......berarti puasa ...berarti sahur.....berarti bangun dini hari menjelang subuh, 'memaksa' mulut untuk menelan makanan dan air agar tidak terkulai dipanggang matahari dan kerja....... Lalu bersholat malam sembari menunggu subuh benar-benar tiba. Ahhhhh ...saya jadi tersadar beratus-ratus malam telah saya lewatkan tanpa itu. Juga betapa seringkali subuh saya lewat karena kantuk yang terasa berat bergelayut di mata....

Ramadhan ..... berarti menahan diri sekuat-kuatnya ....... jadi kepikiran, berapa banyak hati yang telah saya sakiti karena emosi, amarah, dan tabiat buruk saya lainnya? oooohhhhhhhhh .....

Ramadhan ......berarti bertarawih ....berarti ke masjid........ ahhhhhh ....satu kesadaran lagi datang, betapa lama saya tidak mengunjungi rumahNya itu .... saya jadi malu ....serupa tamu yang datang berkunjung hanya karena berpamrih ....aaahhhhhh ......

Ramadhan ..... berarti mengaji ...... ehmmmmmm ...berapa halaman yang telah saya tinggalkan? ehmmmmm ...banyak sekaliiiiiii ...... uh-uhhhhhh .....

Ramadhan .... berarti berzakat dan bersedekah....... ehmmmmmm pelitnya saya selama ini .........

Ramadhan ......... mengingatkan semua dosa .......

Jumat, 29 Agustus 2008

Mau Jadi Caleg?

Sudah daftar jadi caleg? Ehmmm ...tempo hari ada 'lowongan kerja' yang dibuka secara massal diseluruh Indonesia. Dan rasanya prasyarat yang ditentukan juga tidak terlalu susah. Coba saja bandingkan dengan prasyarat yang ditentukan oleh perusahaan-perusahaan swasta yang banyak memuat informasi lowongan kerja di koran-koran. Lihat saja standar keterampilan yang mereka patokkan. Itu pun sering-sering masih ditambahi dengan ancaman "hanya pelamar yang memenuhi syarat saja yang akan diproses". Atau bandingkan juga dengan prasyarat yang ditentukan untuk penerimaan Pegawai Negeri Sipil. Tak kalah rumitnya. Dan bagaimana dengan tesnya? Ehmmm...baik instansi swasta maupun pemerintah seringkali menerapkan sistem tes yang bertahap-tahap sebelum akhirnya memutuskan untuk memilih sedikit dari sekian banyak pelamar.

Terus bagaimana dengan caleg? Saya termasuk yang beranggapan bahwa profesi sebagai anggota legislatif adalah profesi yang serius. Juga susah. Bukankah pekerjaan membuat undang-undang itu susah? Bukankah mengawasi presiden dan jajarannya juga susah? Bukankah pekerjaan menjalankan negara ini rumit? Bukankah pekerjaan membuat sistem itu sesuatu yang jauh dari gampang? Karena itu imbalannya pun dibuat besar. Juga segala macam tunjangannya.

Karena semua pertanyaan-pertanyaan ini, maka saya tidak berangan menjadi anggota legislatif. Tapi rupanya banyak orang yang berbeda dengan saya. Contoh paling dekat adalah bapak saya. Tempo hari saya dibuatnya ternganga ketika beliau melontarkan sebuah pernyataan "Aku daftar jadi caleg saja ya daripada nganggur di rumah....". Dan saya tercenung karena kata 'daripada nganggur' yang keluar dari mulut bapak saya tercinta. Daripada ngangur? Kedua kata tersebut lebih berkonotasi main-main. Artinya, daripada tidak ada pekerjaan untuk mengisi waktu pensiunnya, bapak saya berpikir untuk menjadi caleg . Ehmmmmmmm ...... Apa reaksi mereka-mereka yang serius berusaha jadi caleg jika mendengar pernyatan bapak saya? Pasti tersinggung sekali. Dan mereka mereka yang sudah lebih dulu duduk menjadi anggota legislatif pasti akan lebih tersinggung lagi. Sedetik kemudian saya merasa geli dengan pernyataan itu. Dari pada nganggur katanya ....hahahahahha .....

Adakah diantara para caleg yang berpikiran seperti bapak saya? Entahlah, mungkin ada saja. Sebab hati orang siapa yang tahu? Apalagi kenyataan yang terjadi banyak ketidakberesan, keanehan, dan ketidak seriusan yang terlihat selama ini, baik yang dilakukan oleh para caleg maupun mereka yang sudah jadi anggota lembaga legislatif. Coba saja berapa kali foto di koran memperlihatkan kursi-kursi kosong waktu sidang DPR atau MPR? Belum lagi foto mereka-mereka yang tampak merem atau sibuk ber-SMS atau leyeh-leyeh sekenanya. Lihat juga berbagai skandal yang terjadi, mulai dari skandal suap sampai skandal seks. Lihat juga bagaimana mereka berloncatan dari satu partai ke partai lain demi mendapatkan nomor jadi. Dan mungkin demi nomor jadi itu pula ada dua orang yang dulunya berseteru lalu tiba-tiba berada dalam naungan satu partai. Dan komentar mereka saat itu disinggung oleh media adalah bahwa tidak ada kawan atau lawan yang abadi dalam politik. Ehmmmm ...manis sekali. Terakhir sebuah media menyebutkan bahwa di suatu daerah ada belasan orang yang tersangkut masalah hukum dan berstatus tersangka tapi masih juga tercatat menjadi caleg untuk sebuah partai. Sedangkan media lain memberitakan seorang ibu yang sehari-hari bergelut dengan dagangannya, serta merta tercatat menjadi caleg untuk hajatan 2009 nanti. Juga ada artis sinetron yang tidak pernah terdengar kiprah politiknya, tahu-tahu dijagokan sebagai caleg dengan bumbu bahwa dia punya kualitas yang hebat untuk itu. Ehmmmmmm........

Jadi benarkah pernyataan bapak saya? Saya mulai tergoda untuk mengiyakannya. Tapi kemudian tersadarkan bahwa di luar semua yang saya sebutkan di atas masih ada orang-orang berhati, perilmu, dan berdedikasi duduk dalam lembaga itu. Dan semoga jumlahnya jauh lebih banyak daripada mereka yang berpikiran senakal bapak saya. Karena toh apa yang menjadi tanggungjawab mereka adalah benar-benar sesuatu yang jauh dari hal remeh-temeh. Sedikit banyak apa yang mereka lakukan mempengaruhi kondisi negara ini. Jadi bukan sesuatu yang sekedar sebagai pengisi waktu luang seperti yang dipikirkan oleh bapak saya. Apalagi imbalannya juga tidak kecil kan...? Tentu saja tidak harus mereka yang berpendidikan formal tinggi dan lihai berpolitik yang harus duduk dalam lembaga itu. Bisa jadi mereka-mereka yang berpendidikan biasa-biasa justru lebih punya hati, sangat serius, dan lebih profesional dan berdedikasi dalam melakoni profesi ini. Jadi yang penting adalah kesadaran bahwa ini adalah profesi yang tidak main-main, baik dari segi tanggung-jawab ataupun imbalannya. Jadi sebaiknya juga tidak ada yang main-main dengan profesi tersebut ....... Setuju?

Minggu, 20 Juli 2008

Bilik Pribadi Penuh Gombal

Saya baru saja menyadari betapa banyak SMS tersimpan dalam telepon genggam saya. Jumlahnya 121 buah! Adakah yang menyimpan SMS lebih banyak dari saya? Mungkin ada. Dan kalau memang begitu maka bisa jadi kita setipe, yaitu termasuk tipe orang yang suka menyimpan aneka macam gombal. Itu tadi berdasarkan definisi yang dibuat oleh seorang teman saya untuk mereka yang suka menyimpan aneka macam SMS dalam telepon genggamnya.

Karena tidak cukup terima disebut sebagai penyimpan gombal, maka saya memutuskan untuk membersihkan inbox saya dengan terlebih dahulu melihat 'gombal' apa saja yang ada di dalamnya. Ternyata yang ada didalamnya memang beragam. Ada alamat rumah atau kantor seseorang, e-mail address, nomor rekening, nomor telepon, judul buku dan pengarangnya, doa, dan ...... kata-kata khusus dari orang-orang yang khusus atau yang pernah jadi khusus..... hehhehehe..... mungkin ini yang dimaksud oleh teman saya sebagai 'gombal'. Dan ternyata dari semuanya, justru 'gombal' yang terakhir inilah yang paling susah untuk dimusnahkan. Karena kalau yang lain-lain saya bisa dengan gampang menyalinnya ke dalam buku catatan saya. Sedangkan 'gombal' yang terakhir itu tidak bisa disalin begitu saja karena terasa banyak kandungan materi intinya yang hilang. Saya jadi tak rela untuk menghapusnya. Dan saya jadi rela disebut sebagai penyimpan gombal.


Ehmmmmm ....gombal ..... Sebenarnya bagi saya SMS-SMS tersebut bukanlah gombal. Pada masanya SMS-SMS merupakan sesuatu yang berkilau bagai berlian, bagi saya tentu saja. Dan percaya atau tidak, saya pernah hampir menangis hanya karena satu SMS 'gombal' itu secara tidak sengaja terhapus karena salah pencet. Terakhir malah saya menolak untuk melakukan up grade software di telepon genggam saya lantaran tidak siap kehilangan semua 'gombal-gombal' itu. Padahal dengan melakukan up grade software maka saya bisa memasukkan yahoo messenger ke dalamnya. Tapi ternyata saya lebih rela tidak ber-yahoo messenger daripada kehilangan si 'gombal' tersayang.

Mengetahui hal ini, seorang teman mentertawakan saya. Karena dia adalah orang yang biasa langsung menghapus SMS yang masuk begitu selesai membacanya. Baginya tak ada pesan yang cukup berharga untuk disimpan. Ah .... terserah saja kata saya. Toh semua orang bisa punya pendapat yang berbeda kan, bantah saya

Jadi sebenarnya telepon genggam bagi saya bukanlah sekedar sarana untuk berkomunikasi. Telepon genggam juga seperti bilik pribadi bagi saya. Di dalamnya saya menyimpan pernak-pernik, termasuk 'gombal-gombal' tersebut. Cuma saya tidak pernah menyimpan yang terlalu pribadi di dalam 'bilik' tersebut. Hal paling pribadi yang saya simpan di dalamnya adalah 'gombal-gombal' tadi. Saya pernah membaca bahwa seorang penulis terkenal menyimpan ide-ide untuk tulisannya dalam telepon genggamnya. Seorang pemusik juga merekam senandungnya disana dan membuat lagu yang indah dari senandung tersebut. Teman saya menyimpan celoteh anaknya juga di dalamnya. Dan lihat juga bagaimana seorang selir petinggi negeri ini menyimpan rekaman video dan foto-foto dengan 'bapaknya' juga di dalam telepon genggamnya. Saya rasa mereka semua hanyalah sebagian kecil dari mereka-mereka yang membangun bilik pribadinya di dalam sebuah telepon genggam. Dan rasanya ini adalah sebuah perlawanan terhadap sebuah pernyataan bahwa telepon genggam adalah satu produk teknologi yang mendobrak semua batas privat. tak disangkal bahwa pernyataan tersebut benar adanya. Tapi sungguh benar pula bahwa ketika satu jenis privat terdoprak tapi kemudian orang-orang seperti saya justru menciptakan bilik privat di dalam ketidak-privatan itu ....Ehmmmmm ...terpikirkah oleh siapapun penemu telepon genggam bahwa dia telah menciptakan semacam buku harian baru bagi saya dan orang-orang penyuka 'gombal' lainnya. Dan sungguh saya berharap dia mendapatkan pahala dari Tuhan atas ciptaan yang tidak disengajanya itu ...hahahhahahahaha ....

Rabu, 09 Juli 2008

Iklan ...... Politik

Saya termasuk golongan mereka yang telat menikmati tayangan televisi swasta. Sepanjang ingatan saya, setelah RCTI berumur sekitar dua tahunan saya baru benar-benar bisa menontonnya di kota saya. Harap maklum, saya tinggal di kota yang cukup udik (saya sebut demikian karena seringkali kenalan dari Jakarta bilang tidak pernah mendengar nama kota saya).

Waktu itu yang paling menarik perhatian saya adalah tayangan iklan. Karena kebiasaan menonton TVRI yang tanpa jeda iklan komersial, di mata saya tayangan iklan yang ada di stasiun televisi swasta menjadi terlihat begitu menarik dengan banyak alasan. Ide yang unik selalu membuat saya terpesona dan berpikir betapa kreatif si empunya ide. Cerita yang lucu seringkali berhasil membuat saya terkekeh-kekeh seperti melihat acara lawak. Sudut pengambilan gambar yang pas dan indah terasa menyejukkan mata saya. Dan semua itu seringkali masih ditambah dengan keelokan fisik bintang iklannya (ehm ehm ....). Pendek kata, bagi saya tayangan iklan bukan sekedar jeda untuk mengalihkan mata, tapi justru sebaliknya, saya menganggap tayangan iklan sebagai sebuah karya kreatif yang patut untuk dinikmati, setara dengan tayangan lain, sinetron misalnya. Coba saja cermati iklan yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan rokok menjelang even istimewa semisal idul fitri, natal, dan tahun baru. Indah bukan? Coba juga cermati tayangan iklan layanan masyarakat yang sarat makna. Iklan produk konsumer pun tak kalah menarik. Cuma ya itu tadi, namanya iklan seringkali provokatif dan bombastis. Misal bagaimana sebuah produk kecantikan memprovokasi perempuan untuk memutihkan kulit dan melangsingkan badannya. Atau lihat saja bagaimana seorang anak menjadi sekuat singa hanya karena memakan sekeping biskuit. Ahhhhh ...namanya juga iklan, tetap saja harus menggunakan otak untuk mencernanya. Itu tadi kata seorang teman yang banyak bergumul dengan iklan media cetak. Kepadanya juga dulu saya pernah melancarkan protes kenapa begitu banyak digunakan perempuan untuk mengantarkan sebuah iklan. Dan bagi saya seringkali penggunaannya terkesan sebagai pemaksaan. Lihat saja bagaimana sebuah produk pompa air menyuruh perempuan cantik berakting, maaf, seksi. Padahal pesan yang ingin disampaikan hanyalah bahwa pompa air tersebut dapat berfungsi dengan handal.

Nah, sudah mencermati iklan di televisi akhir-akhir ini? Sudah melihat fenomena iklan politik? Sudah pernah mencoba menghitung berapa banyak iklan politik ditayangkan dalam sehari? Tak disangkal bahwa Pemilu sudah begitu dekat. Banyak daerah juga sedang ber-Pilkada. Jadi mengiklankan diri di televisi tak pelak adalah pilihan yang cukup cerdas, walau terus terang sebagai penikmat iklan saya selalu merasa agak jengkel tiap kali tayangan iklan politik itu muncul. Sama seperti iklan penjaja produk, iklan politik juga menjual produk, entah itu partai, entah itu politisi. Dulu pertama kali melihatnya saya bertanya-tanya dalam hati, kenapa politisi-politisi ini membuat iklan diri tanpa membeberkan maksud sebenarnya kepada pemirsanya? Malah ada seorang politisi yang begitu rajin membuat iklan diri sampai mempunyai banyak versi, termasuk versi Euro Cup 2008. Perlu beberapa waktu sebelum akhirnya saya ngeh ...ooohhhh rupanya dia kepengen jadi presiden tohhhhh ......

Baiklah jika memang ini masa dimana saya harus juga menelan iklan politik. Tapi jujur saya setengah hati melakukannya. Alasannya? Yaaa.... karena walaupun iklan politik dan iklan komersial sama-sama bermaksud menjual sesuatu, tapi tetap saja ada perbedaannya. Contoh sederhana, jika saya termakan iklan komersial lalu membeli satu produk dan ternyata kemudian saya tidak cocok, maka saya tinggal membuang produk itu, tidak membeli lagi, dan kalau perlu saya akan menghubungi customer care-nya untuk menumpahkan caci maki. Sedangkan iklan politik, jika saya termakan iklan tersebut dan ternyata di kemudian hari saya merasa apa yang saya dapat tidak sesuai dengan janji-janji di iklannya, apakah saya bisa 'membuang 'politisi atau partai segampang saya membuang produk consumer? Ehmmmm...tidak akan semudah itu kannnn? Mungkin saya harus meminta bantuan berjuta-juta mahasiswa untuk melakukan 'pembuangan' itu.

Jadiiiiii ....... iklan politik tetaplah sebuah iklan produk yang seperti teman saya tadi bilang, harus dicerna dengan otak. Sebab mungkin saja kan si tokoh akrab dengan petani dan merangkul-rangkul anak kampung cuma sebagai akting, sama seperti perempuan seksi yang disewa untuk berakting menyampaikan pesan bahwa pompa air yang dipegangnya handal adanya. Padahal belum tentu kan dia sudah membuktikan sendiri kehandalan pompa air yang diusungnya.

Sooooo ..... mari mencerna dengan menggunakan otak, dan juga hati tentu saja.




Rabu, 02 Juli 2008

indah

re ....
semua bunga, bintang, dan kata itu membuatku menggulung masa hingga menemukanmu berdiri tersenyum dengan sekuncup benih segar di tangan. Kau sudah membuatnya merekah dan siap berdaun, katamu menyorongkan kuncup itu padaku. Dan benih itu memang segera bersulur dan menjalar cantik di tanganku. Aku termangu dengan keajaiban itu. Biarkan hidup, katamu, dia akan lebih indah nanti .....

re .....
kulihat pagi merah di balik punggungmu ketika akan lebih indah meluncur dari mulutmu. Kuhitung rentangan waktu. Cukupkah? Lalu lebih indah menjadi gumpal misteri. Kau tertawa melihat aku menyurut langkah, menarikku masuk melebur dalam gumpal itu. Tak tahukah kau bahwa gumpal itu lebih besar dari kita, tanyaku. Tak apa, jawabmu riang, karena waktu akan bersekongkol dengan kita.

re ....
kau bisa benar. Tapi tak ingatkah kau bahwa waktu tak hanya bisa membuat indah menjadi tampak jelas oleh manik mata tapi juga mampu melumat semua menjadi renik dan seakan tak pernah ada ........ ?

(untuk re'rain'ha)

Jumat, 13 Juni 2008

Suami-Suami Takut Istri

Sore ini sepulang kerja kepala saya penat sekali. Saking penatnya, saya sampai menolak untuk meng-up date berita dengan menonton Metrotv. Saya memilih menghibur diri dengan melihat tayangan komedi di Transtv yang judulnya Suami-Suami Takut Istri. Dan saya tertawa-tawa melihat aksi para pelakon itu. Tertawa-tawa melihat pelakon laki-laki yang notabene berperan sebagai suami berakting kesakitan karena dijewer, dicubit, dan di tarik rambut dekat telinganya oleh para pelakon perempuan yang notabene berperan sebagai istri.

Apa yang dipikirkan oleh para aktivis kesetaraan jender dan aktivis perempuan jika melihat tayangan ini? Apakah mereka akan melihat itu sebagai contoh kekerasan dalam rumah tangga? Atau penjajahan dalam rumah tangga? Hhahahhahaa .....

Saya belum jadi orang yang punya pengalaman berumah-tangga. Jadi sebenarnya saya tidak cukup kompeten untuk berbicara masalah ini. Tapi sebagai perempuan, terus terang saya merasa ngeri terhadap 'keganasan' ibu-ibu di lakon tersebut walau juga jengah dengan kenakalan para suaminya. Ngeri melihat berbagai perempuan dari berbagai daerah asal yang berbeda tetapi berkelakuan sama saja. Terus terang saya bingung jika harus menentukan sikap untuk berada di pihak mana dari kedua golongan itu. Jujur, saya tidak ingin berada di pihak ibu-ibu walau notebene mereka adalah kaum saya. Tapi untuk berpihak pada kaum bapak, saya juga ogah karena muak dengan sikap mereka yang suka mencuri-curi, persis seperti kucing.

Entah mengapa, terlepas dari sikap nakal para bapak, saya tetap beranggapan bahwa sikap yang ditampilkan oleh para ibu terlalu berlebihan kadar galaknya. Saya punya ibu yang saya pikir cukup galak juga (maaf bunda...... but i love u sooooooooo much, believe me, u're the best), tapi dibandingkan kegalakan para ibu di tayangan itu, kegalakan ibu saya tidak ada seiprit-ipritnya. Ibu-ibu di tayangan itu jauuuuuuuuuuuuhhhh lebih galak daripada ibu saya. Dan entah kenapa saya tidak merasakan aura keibuan mereka. Saya jadi cenderung berpikir untuk membenarkan tindakan para suami yang suka melirik si Pretty yang gemulai dan tidak suka menjewer itu. Siapapun akan akan mencari alternatif jika digencet dengan keganasan yang luar biasa seperti itu. Melirik si Pretty bisa jadi merupakan cara para suami untuk tetap bisa survive ditengah keganasan para istri. Hahaahhaah ..... saya bisa membayangkan kemarahan para ibu jika membaca omongan saya ini. Apalagi seperti yang saya bilang di atas, saya tidak punya cukup kompetensi untuk berbicara seperti ini. Tapi, tolong pikirkan bahwa seringkali kita perlu cermin untuk melihat diri sendiri bukan?

Seorang teman pernah bilang pada saya bahwa setelah menikah, hubungan dengan" mantan pacar" yang sekarang menjadi teman hidup yang sah akan berubah. Ada perasaan yang pasti berubah, tak lagi sama. Ketika saya tanyakan apakah itu karena tak ada lagi misteri yang tersisa, teman saya diam berpikir agak lama sebelum akhirnya menjawab dengan satu kata : mungkin.

Mungkin benar kata teman saya bahwa ada rasa yang akan berubah. Tapi toh saya yakin perubahan rasa itu bukanlah perubahan yang destruktif sebab toh terlihat begitu banyak pasangan yang sukses hidup tenang bersama keluarga mereka. Jadi mestinya cuma diperlukan suatu siasat dalam mentransformasi rasa itu hingga bermetamorfose menjadi sesuatu yang lebih indah. Berarti pasangan-pasangan dalam tayangan yang saya sebutkan tadi adalah mereka yang kurang berhasil dalam hal bermetamorfose ya? Buktinya yang terjadi adalah satu pihak terintimidasi oleh pihak yang lain.

Ahhh ...saya benar-benar tidak berkompeten bicara masalah ini. Hanya saja saya benar-benar ngeri jika suatu saat nanti saya tidak berhasil dalam proses transformasi dan hasilnya saya menjelma menjadi ibu-ibu yang ganas itu .... Sumpah saya ngeri ..... hiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii .......



Minggu, 08 Juni 2008

Ulang Tahun .......




Sebentar lagi saya berulang-tahun. Pada hari tersebut biasanya ibu dan bapak akan menelepon, mengucapkan selamat dan aneka doa. Kakak-kakak juga akan melakukan hal yang serupa. Beberapa teman yang hapal dengan tanggal tersebut akan mengirimkan SMS dan e-mail. Dan teman-teman kantor biasanya menagih traktiran. Ehmmmmm ....ini yang kadang agak berat terlebih karena saya lahir di tanggal tua.....hehheehhee....

Tahun kemarin saya agak lupa dengan hari keramat itu. Padahal sebelumnya saya berpikir untuk membawa sekedar kue ke kantor. Untung warung nasi padang di depan kantor dengan sigap menyelamatkan saya. Dan satu kejutan datang dari seorang sahabat kental yang selama ini selalu berperan sebagai guardian angel bagi saya. Dia datang ke kantor dan meninggalkan kue tart di meja resepsionis tanpa memberikan nama pengirimnya. Untung saya sempat memergokinya. Lalu saya jadi menangis terharu .......huhuhuhhuhhuuuhuh .... (Thanks ya Mon....)

Tahun ini, apa yang akan saya dapat di hari keramat itu? Hahahahhaha ....asli saya mengharapkan sesuatu yang manis, apapun itu. Tempo hari seorang teman dari Qatar bilang sudah mengirimkan kartu untuk saya dan dia berharap sampai tepat pada waktunya. Belum menerimanya saja saya sudah merasa senang. Senang karena ada seseorang yang berusaha memperhatikan saya. Jadi apa berarti saya kurang perhatian ya? Hahhahahah .......

Sebenarnya apa sih esensi dari ulang tahun? Terus terang saya seringkali bingung harus berbuat apa selain berusaha tertawa bahagia setiap kali keluarga dan teman menyalami dan mendoakan saya. Lalu diam-diam ketika semuanya kembali sepi saya bertanya apakah memang seharusnya saya bahagia dengan umur saya yang makin dekat dengan garis finish? Seorang teman tahun lalu dengan bijak memberikan ucapan "selamat ulang tahun, semoga seluruh sisa umurmu adalah waktu yang penuh berkah, barokah, dan manfaat". Aaaahhhh ...... kata-kata yang berhasil memerindingkan bulu-bulu saya. Dan dengan segala hormat tanpa maksud mengecilkan semua ucapan dan doa dari yang lain, saya katakan bahwa ucapan itulah yang paling berhasil membuat saya duduk termenung dengan banyak pertanyaan berputar di kepala. Berapa sisa waktu yang akan saya dapat? Masih jauhkah? Atau tinggal selangkah lagi? Apakah saya sudah memanfaatkan waktu yang sudah lewat untuk hal yang tepat? Atau saya membuangnya begitu saja tanpa saya sadari? Dan untuk semua pertanyaan itu saya cuma punya satu jawaban : entahlah .....

Saya selalu menilai diri saya sebagai orang yang biasa-biasa saja. Dalam artian saya merasa bukan dalam golongan orang yang meraih sukses yang spektakuler. Saat membuka-buka majalah bisnis, saya bisa temui orang-orang lain seangkatan saya telah berada di level manager atau bahkan lebih atau malah sudah berhasil mengembangkan usaha sendiri dengan omzet yang berlimpah. Tapi saya ....ehmm .....saya belum juga sampai di level tersebut. Seorang teman yang lain yang beberapa tahun lebih muda dari saya bersiap ke Australia untuk bekerja sembari kuliah lagi. Saya kagum dengan keberaniannya berkeputusan. Dan jika saya menengok ke arah lain, tampak teman-teman yang terlihat hidup tenang dalam rumah nyaman bersama keluarga kecil masing-masing.

Ehmmmmmm ...... jujur setiap kali ulang tahun saya merasa gamang. Apa yang sudah teraih? Apa yang terlewatkan? Apa yang terbuang sia-sia? Apa yang akan datang? Apa ...? Apa ...? Apa...? Entah berapa apa yang lain yang membuat saya merasa tak lengkap. Dan memang satu hiburan yang menyenangkan walau tak bisa dianggap sangat ampuh adalah ucapan selamat dan doa dari mereka-mereka yang di sekitar.

Oh ya, masih ada satu pertanyaan tersisa, apakah saya termasuk yang tidak tahu bersyukur ketika memikirkan ini semua? Jawabnya masih tetap sama : entahlah ......

Jadi..... tolong temani dan hibur saya ketika ulang tahun tiba ... heheheheehe.....

Minggu, 01 Juni 2008

PLTC = Pembangkit Listrik Tenaga Cinta


Cinta. Sungguh dahsyat sesuatu yang digambarkan oleh tiga huruf konsonan dan dua huruf vokal itu. Tempo hari seorang teman becerita bahwa sedang jatuh cinta. Maka seperti lagu yang dirasakannya adalah berjuta keindahan dan berjuta warna. Full color deh pokoknya, kata dia. Energinya langsung otomatis bertambah berlipat-lipat hanya karena mendapat pemandangan pipi putih yang berubah merah karena malu. Dan si empunya pipi tentu saja si gadis kepada siapa teman saya jatuh cinta. Dengan energi itu teman saya bilang bisa melakukan apa saja demi si pipi putih yang tadi bersemu itu. Ahhhhh cinta........


Seorang teman yang lain bercerita bahwa dia sedang bekerja keras sekarang, demi rencana menikah tahun depan. Demi itu dia rela mengambil jam lembur yang cukup gila dan sedikit meninggalkan kesenangannya untuk browsing internet demi menghemat rupiah. Hebatnya, jam lembur yang panjang tak membuat fisiknya rapuh ataupun menghilangkan seri wajahnya. Ahhhhh cinta.......


Seorang teman yang lain lagi melakoni paling tidak dua profesi sampingan selain kerja kantorannya. Hari Sabtu dan Minggu ketika saya lebih memilih untuk bergelung di kasur sampai matahari jauh tinggi, dia malah sebuk keluyuran kesana-kemari, mengurus kedua profesi sampingannya. Dan ketika saya tanyakan kenapa tidak ambil libur saja di hari itu, katanya sayang karena hasilnya bisa membantu mempercepat terwujudkan mimpi akan sebuah rumah manis untuk anak istri. Jadi, sementara saya merasa berhak untuk bermalas-malas, dia malah dengan gairah tinggi 'membanting tulang-tulangnya' di kedua hari itu. Ahhhhh cinta.....


Seorang teman lagi yang lain dengan perkasa menjalani nyaris sepuluh jam perjalanan dengan sepeda motor. Dan kunci keperkasaannya adalah seorang gadis mungil yang baru saja mahir berjalan yang akan langsung meminta digendong begitu melihatnya. Apa yang terjadi kalau kau tidak menempuh sepuluh jam itu, tanya saya. Jawaban teman saya adalah bahwa dia justru akan kelimpungan karena si kecil itulah yang membuatnya gagah perkasa. Ahhhhhh cinta .......


Itulah dahsyatnya cinta. Rasanya selama tahunan belajar fisika tak pernah sekalipun saya mendapati penyebutan cinta sebagai sumber energi. Padahal kenyataannya begitu banyak manusia di muka bumi ini jadi full power dan gagah perkasa seperti Hercules hanya dengan sebuah cinta. Mungkin perlu diadakan sebuah penelitian ilmiah mengenai cinta sebagai pembangkit tenaga atau sumber energi. Siapa tahu hasilnya bisa menggantikan sumber-sumber energi yang ada saat ini. Bukankah akan hebat jika energi yang dihasilkan cinta bisa menggantikan bahan bakar minyak dan listrik? Bayangkan saja jika bisa dibuat sebuah pembangkit listrik tenaga cinta..... Woooowwww cool, man....! Pasti akan ramah lingkungan alias tanpa polusi, emisi, atau bahan berbahaya lainnya. Bayangkan jika saja sekumpulan orang yang sedang mabuk cinta bisa membebaskan lingkungannya dari krisis litrik. Hebat dan sangat berguna kan....? Lalu bagaimana jika kemudian mereka tak sedang jatuh cinta? Apakah suplai energi akan jadi terhambat? Ehmmmm ... mungkin, tapi bukankah cinta melingkupi kita semua setiap hari, setiap saat, setiap detik? Karena cinta tak hanya tertuju pada pasangan saja. Banyak obyek yang tak kalah asyik dan menarik untuk ditumpahi rasa cinta. Jadi rasanya tak akan tersendat suplainya karena selalu ada sesuatu atau seseorang untuk dicintai dengan banyak alasan.


Jadi, ada yang setuju untuk jadi bagian dari pembangkit listrik tenaga cinta? Heheheheheehehe ......


Ahhhhh cinta ..... saya jadi kepingin jatuh cinta lagi malam ini, walau sudah terlebih dahulu jatuh cinta pada bantal dan kasur saya ......

Minggu, 25 Mei 2008

whiter shade of pale


We skipped the light fandango
Turned cartwheels cross the floor
I was feeling kind of seasick
The crowd called out for more
The room was humming harder
As the ceiling flew away
When we called out for another drink
But the waiter brought a tray

*and so it was later
As the miller told his tale
That her face at first just ghostly
Turned a whiter shade of pale

You said there is no reason
And the truth is plain to see
But I wander through my playing cards
And would not let it beIm one of the sixteen virgins
Who are leaving for the coast
And although my eyes were open
They might just as well been closed

(*repeat)
A whiter shade of pale
Turned a whiter shade of pale
A whiter shade of pale

Seorang teman sempat berkunjung ke blog ini menyarankan agar tidak menulis hal-hal yang serius .... (padahal rasanya saya pernah menulis hal serius disini). Okey .... saya sedang baik hati hari ini , saya sedikit menuruti saran teman saya tersebut (semoga dia senang).

Lagu di atas adalah favorit saya ..... i love that song very much ...terlebih yang versinya Annie Lennox. Tapiiiii ....sayang sekali saya enggak ngerti maksud yang dikandungnya....heheheehhe coba bayangkan saya (berusaha) menyanyi dengan logat Inggris yang setengah mati difasih-fasihkan padahal sebenarnya enggak ngerti maksudnya .... Betapa tragis dan bodohnya saya .....

Jadiii ...jika ada pengunjung yang mengerti maksud yang terkandung didalamnya, tolong buatlah saya 'melek'. Serius ini.....! Tolong berbaikhatilah dengan saya ...

Jadi ini adalah permintaan yang serius dalam tulisan yang tidak serius .... hehhehehhehe ... Pertolongannya saya tunggu dengan serius ....!

Selasa, 20 Mei 2008

Bangkit Yoooooookkk...!!!

Hari ini tepat seratus tahun Kebangkitan Nasional. Dan saya malah terlambat 'bangkit' alias sibuk 'menjajah' kasur, tanpa mempedulikan matahari yang telah dengan ramah dan ikhlas memberikan cahayanya utuk membantu badan saya membentuk vitamin D. Tapi saya memilih bergelung di kasur dengan alibi sudah beberapa hari kurang tidur. Padahal alasan sebenarnya adalah malas. Hehehehehe ..... Maafkan saya matahariku .....

Hari ini, seratus tahun yang lalu pemuda-pemuda bersemangat, nasionalis, dan berpendidikan tinggi membentuk organisasi yang menandai 'bangunnya' sebuah bangsa yang telah berabad kehilangan martabat. Apakah saat itu mereka sepenuhnya sadar akan besar arti tindakannya? Apakah terpikir oleh mereka bahwa karena langkah itu mereka akan dikenang sebagai pahlawan bangsa dan nama mereka akan terus disebut di buku-buku sejarah bangsa? Optimiskah mereka saat itu bahwa langkah yang mereka buat akan diikuti oleh anak-anak bangsa yang lain? Yakinkah mereka akan berhasil membangunkan bangsa yang telah begitu lama tertidur dalam ketakutan? Apapun jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, bagi saya mereka adalah orang-orang hebat yang hidup di masanya. Saya sangat menaruh hormat kepada mereka.

Terus terang saya bersyukur dilahirkan ketika bangsa ini telah merdeka. Sebab saya tidak yakin saya mampu berbuat seperti pemuda-pemuda hebat itu. Mungkin salah-salah saya akan jadi pemuda yang salah tingkah..... hehheheehe.... Tapi jujur, saya benar-benar bersyukur dilahirkan di masa kemerdekaan telah teraih. Saya ngeri membayangkan hidup terlunta-lunta kurang makan, terjajah, dan tak berpendidikan. Saya ngeri membayangkan harus berlari-lari mengungsi kesana kemari dengan resiko tertembak (karena pada dasarnya saya ngeri melihat darah dan tak tahan rasa sakit). Saya takut membayangkan nasib saya sebagai perempuan karena pasti tingkat pelecehan seksual terhadap perempuan di masa konnflik seperti itu tinggi sekali. Saya takut membayangkan tidak bisa merencanakan masa depan, atau bahkan tak punya pikiran untuk bermasadepan. Dan saya takut membayangkan tidak bisa berinternet ........ hehhehehehehehe .....

Jadi saya sungguh beruntung tidak perlu hidup di masa susah itu. Tapi semua bilang ini masa susah juga, cuma versinya yang berbeda. Kalau dulu susah karena penjajahan, maka sekarang susah karena .....ehmmmmmm .... karena apa ya? Hehheheheh .... susah karena macam-macamlah! Kadang susah karena harga BBM yang suka melambung tinggi dengan alasan mengikuti harga minyak dunia. Kadang susah karena harga tarif dasar listrik tahu-tahu juga ikutan membumbung. Kadang susah karena nilai tukar rupiah melemah terhadap mata uang Dolar Amerika. Kadang susah karena masuknya penyakit aneh yang tahu-tahu terasa sudah ada di depan hidung dan siap mencabut nyawa siapa saja, tanpa pandang bulu dan hanya dalam hitungan beberapa jam saja. Kadang susah karena lemahnya daya beli sehingga usaha apapun terasa sulit berekembang. Kadang susah karena harga pupuk yang tak terjangkau sementara harga dasar gabah kering giling ya tetap segitu-segitu saja. Kadang susah karena bencana alam yang walau sudah tiap tahun rutin menyapa tapi tetap saja tak ada cukup daya untuk mengatasinya. Kadang susah karena digencet oleh aparat militer dan hukum sendiri ...........

Nah, karena semua itu maka secara nakal saya membuat kesimpulan sendiri bahwa seperti juga pahlawan dan pemimpin yang dilahirkan pada masanya sendiri, maka serupa itu pulalah sebuah kesusahan ....hhhahahahaha ..... Karena itu ketika seorang teman dari Turki mendoakan agar saya selalu bebas dari masalah dan kesusahan, saya bilang terima kasih atas doa itu tapi sebagai manusia biasa saya tidak akan bisa hidup senyaman itu. Kesusahan adalah bagian dari kehidupan, dan kesusahan ikut ambil bagian dalam menjamin kelangsungan putaran kehidupan. Itu tadi kalimat yang keluar dari mulut seorang saya ketika sedang bisa bijak bersikap menghadapi kesusahan. Ketika sedang tidak bisa bijak maka yang keluar dari mulut saya adalah berbagai macam umpatan dalam segala bentuk dan versinya..... hhahahahahhaa....

Jadi, bagaimana kalau sekarang juga kita bangkit bersama dan menghadapi kesusahan yang lahir di jaman kita ini, seperti mereka yang telah bangkit untuk membuat sebuah tonggak bernama Budi Utomo? Lalu kita akan berdiri sama tinggi dengan mereka yang selama ini kita pelajari sebagai bagian dari sejarah cemerlang bangsa ini.

Semangat yoooooookkkk .....!!!
Bangkit yooooooooooooooooooooooooookkkkkk ...!!!!!!


Selasa, 06 Mei 2008

makan buah (kita) yuuuuukkkk....?


Sudah lihat pesan Prabowo Subianto dqn HKTI di televisi kan? Saya sudah melihat beberapa versi dari pesan tersebut. Dan terus terang jadi kepikiran. Bukan si pemberi pesan yang saya pikirkan (karena memang saya tidak mengidolakan beliaunya ...hehhehe maaf ya Pak Prabowo). Tapi isi pesannya, pesan tentang ajakan untuk mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, dan hasil produksi petani lokal kita. Pesan ini membuat saya tersadar bahwa saya termasuk yanglebih banyak mengkonsumsi buah import daripada hasil tanaman petani negeri sendiri. Salahkah? Entahlah, tapi saya jadi merasa sedikit berdosa karena pesan itu.

Sebenarnya awalnya saya memilih buah import semata karena rasa dan mampu membelinya. Terus terang saya lebih memilih jeruk kuning bule daripada jeruk hijau kita karena rasanya lebih manis dan kuit arinya lebih tipis. Saya juga lebih memilih apel fuji daripada apel Malang. Saya juga suka membeli pir, kelengkeng, strawberry, anggur, leci, dan pisang yang entah datang dari belahan bumi sebelah mana, yang pasti bukan termasuk wilayah Indonesia. Setelah saya pikir-pikir buah lokal yang masih sering saya makan tinggal rambutan, salak, dan mangga.

Lalu tempo hari saya mengenang masa kecil dengan teman sekantor. Kebetulan dia lahir cuma lima tahun lebih dahulu dibandingkan saya. Otomatis apa yang kami temui di masa kecil relatif sama. Termasuk macam-macam tanaman dan buah. Kami mengenang masa-masa menikmati buah mentega, rukem, jirak, jambu dersono, jambu sukun, kenitu, buah natal, juwed, keres, ciplukan, dan jenis buah lain yang sekarang tak lagi pernah kami temukan. Lalu kami berpandangan dan bertanya, kemana buah-buah itu sekarang?

Apa yang dipesankan oleh Prabowo Subianto dan HKTI sedikit banyak memberi jawaban atas bagi pertanyaan kami tadi. Bagaimana buah-buah itu ada kalau tidak dihargai keberadaannya? Mungkin kurang lebih seperti itu. Sebab buah dan tanaman lokal kita biasanya baru dihargai setelah ada yang berhasil membuktikan khasiatnya. Misalnya, jambu biji baru ngetren setelah digaungkan punya khasiat untuk membantu para penderita demam berdarah. Namanya pun jadi keren, karena semua orang lebih suka menyebutnya dengan guava daripada memanggilnya jambu biji. Hal yang sama terjadi juga pada buah pace yang langsung in setelah didengungkan membantu para penderita asam urat dan kolesterol.

Seorang teman dari Malaysia bertanya pada saya, Indonesia yang punya semuanya termasuk aneka ragam flora fauna dan kandungan perut bumi mengapa tidak bisa menjadi seperti Jerman? Pertanyaan yang membungkam saya hingga seperti ada plester melintang tepat di bibir saya. Lalu seorang teman yang lain mendapatkan warisan beberapa hektar sawah bercerita bahwa biaya produksi untuk yang dikeluarkan petani padi lebih besar daripada hasil penjualan gabah atau berasnya, alias merugi. Lalu kenapa tetap melanjutkan usaha itu, tanya saya. Dia bilang lumayan jadi tak perlu takut kekurangan beras karena walau biaya produksi tak tertutup dengan hasil panen tapi toh dia bisa menomboki dengan hasil kerja kantoran. Lalu bagaimana para petani lain yang menjadikan bertani adalah sandaran hidupnya, tanya saya. Dia mengangkat bahu. Saya jadi miris. Padahal saya pernah baca di sebuah artikel bahwa pemerintah negara-negara maju memberikan segala macam subsidi kepada petaninya, sehingga mereka hidup makmur dengan profesi itu.

Tentu tak salah membeli dan memakan buah import. Toh tidak mencurinya kan? Tapi saya jadi tidak enak hati juga..... Kepikir juga mungkin satu usaha kecil yang saya lakukan ada artinya bagi orang lain. Yaaaa ...mungkin tak perlu memaksakan diri untuk menelan jeruk hijau yang saya tidak suka karena kulit arinya yang tebal. Toh saya masih bisa menelan salak pondoh. Dan hari ini saya benar-benar meletakkan kembali buah pir China setelah menimangnya beberapa saat. Sebagai gantinya saya berencana membeli rujak buah dengan special request bengkoangnya yang banyak dan sambal kacang yang pedas..... ehmmm, sedaaaaaappppp .........!!!

Selasa, 29 April 2008

kau ......... (ada dimana?)




kukangeni baumu
yang tak kutemukan lagi di ruang udaraku
dan sedetik lalu
kubertanya dosa untuk itu .........................
(karena menjejaknya di ingatan telah membuatku tersenyum begitu lengkung)





Selasa, 15 April 2008

Surabaya Saya ......



Seorang teman dari Turki mengirimkan foto hasil karyanya kepada saya lewat skype. Dan mungkin karena saya mengaku sebagai penikmat foto maka dia mengirimkannya banyak foto, secara bertubi-tubi, dalam format ukuran cukup besar pula. Saking bersemangat katanya ...... hehhehe iya dia semangat, disini komputer saya berkedip-kedip berusaha menerima bombardir foto itu sembari memproses perintah-perintah saya lainnya.


Foto yang bagus, kata saya. Terimakasih, sahutnya menanggapi pujian saya. Dia bilang seperti itulah adanya Turki, indah. Dia bilang akan membawa saya ke Istambul kalau saya datang mengunjunginya satu saat kelak. Kau pasti akan jatuh cinta dengan Istambulku, katanya. Ahh.....


Berikutnya, seorang patner kerja dari negeri jiran datang untuk rapat koordinasi. Setelah melewati serangkaian acara, saya bertugas mengantarnya ke bandara. Sepanjang jalan matanya tak lepas memandangi jalan-jalan Surabaya. Teman saya membuyarkan pikirannya dengan berkata bukankah Surabaya mirip dengan Johor. Dia sontak membantah. No, no ... Johor is better...., katanya. Saya tersenyum tanpa menoleh padanya dengan pikiran bahwa itu sekedar bantahan karena tidak mau kalah saja. Tapi senyum saya langsung lenyap seketika ketika dia melanjutkan kalimatnya dengan 'no .... Johor is much better than this....'. Ahhhh ...... kali ini saya langsung menoleh padanya. Saya lihat mukanya sedikit merona. Saya jadi mengerti muka merah itu karena dia malu tidak bisa menyenangkan tuan rumah yang sudah berusaha ramah padanya padahal bisa dilakukannya hanya dengan menyetujui pernyataan teman saya bahwa Surabaya mirip dengan Johor. Agaknya dia menyesal telah berkata jujur.

Istambul dan Johor milik mereka. Surabaya punya saya. Adakah kalian yang di Istambul mengalami banjir sepangkal paha seperti saya tempo hari di Surabaya? Adakah kalian yang di Johor mengalami macet di jalan menuju kantor seperti saya di Surabaya hanya karena dua trailer yang masing-masing memuat container 40 feet lewat bersama dengan sepeda motor, sepeda pancal, becak, mobil pribadi, angkot, dan gerobak pedagang? Adakah rumah berimpit-impit dan gang tikus yang menyesatkan di Istambul? Adakah bangunan komersial yang menyerobot jatah taman kota di Johor? Adakah tumpukan sampah di tengah kota Istambul karena TPS sedang diblokir oleh warga sekitar? Adakah keharusan untuk bergelantungan jika ber-angkot di Istambul? Adakah rombongan pengemis dan anak-anak jalanan di perempatan-perempatan jalan di Johor?


Teman dari Turki yang mengirimkan foto tadi , Yilmaz Yurt namanya, bilang bahwa semua tempat di belahan bumi ini sebenarnya indah, karena pada dasarnya apa yang di alam ini tak ada yang jelek. Masih menurutnya, semua tergantung bagaimana manusia di sekitarnya bersikap terhadap alam. Dia bilang begitu ketika saya menjanjikan akan mengirim foto yang bakal menjadi kontradiksi atas foto-fotonya. Just send me anything, lanjutnya. Tentu saja saya bisa send him anything. Toh dengan gampang saya bisa men-scan kartu pos tentang budaya adi luhung dan pemandangan hijau hutan kita, lalu mengirimkannya. Tapi saya tak berselera melakukannya. Karena toh mata saya tetap harus melihat realita.

Saya tak berniat mengecam tempat dimana saya tinggal dan mencari hidup. Justru saya jadi menghitung dosa yang telah saya lakukan terhadapnya. Pasti tak terhitung lagi berapa kali saya buang sampah sembarangan, padahal setiap kali banjir datang saya selalu mengomel. Tak terhitung berapa kali saya menghentikan angkot sembarangan sehingga membuat panik pemakai jalan lainnya, padahal saya selalu menyumpahi mereka yang menyeberang tanpa tengak-tengok. Tak terhitung berapa kali saya membiarkan tanaman mati, padahal selalu mengeluh kepanasan ketika kemarau terik tiba. Tak terhitung berapa lembar kertas saya buang percuma, padahal saya selalu ikut menyumpah setiap kali ada berita dalang illegal logging tertangkap ..... Ahhhh .... lihat betapa banyak dosa saya ..... Jadi benar kata Yilmaz tentang alam tadi .... Saya termasuk dalam golongan si perusak....huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa .........


Akhirnya kemarin saya putuskan untuk mengirimkan foto berisi beberapa realitas tentang Surabaya saya. Dan balasan yang saya terima dari Yilmaz adalah “thanks for the pictures ....” Tak ada kata pujian di belakangnya ......


Minggu, 13 April 2008

kita



lihat sayang,
musim semi telah usai
di luar sana
entah apa yang menunggu
untuk dituai
mungkin hampa jiwa,
lara,
atau sekedar mimpi indah


tak tahu kita akan dimana
takut berharap untuk selalu ada
..........................

lihat sayang,
kita cuma manusia biasa .........



Jumat, 04 April 2008

Kartini

Bulan April bagi saya identik dengan hari Kartini. Jadi teringat ketika masa sekolah dulu. Pada masa itu tanggal 21 April adalah hari yang menakutkan bagi saya karena satu hal : harus berkebaya dan berkain panjang. Alhasil berhari-hari sebelumnya otak saya selalu sibuk bekerja untuk mendapatkan alasan paling jitu agar terhindar dari ritual berpakaian khusus pada hari itu. Waktu itu alasan saya menghindar cuma satu : berpakaian seperti itu merupakan bentuk siksaan fisik, walaupun cuma beberapa jam saja. Berlebihan? Memang ...hahhahaha ... maaf saya tidak bermaksud melecehkan jenis pakaian yang sudah jadi identitas nasional.

Sekarang masa itu telah lewat. Saya tak perlu lagi deg deg plas menghadapi tanggal keramat itu. Juga jadi berusaha melihat makna sebenarnya.


Jujur, Kartini bukanlah tokoh idola saya. Haji Agus Salim justru lebih mempesona saya dengan segala kesederhanaan, kepintaran, dan pemberontakannya. Saya selalu mengagumi bagaimana laki-laki kecil ini menolak pendidikan formal untuk anak-anaknya dan memilih memberikan pelajaran sendiri kepada mereka semua di rumah. Betapa laki-laki kecil nan cerdas ini sudah melakukan apa yang saat ini sedang tren yaitu home schooling, dengan alasan yang bagi saya sangat keren dan konon hasilnya juga kereeeeennnn ....

Kartini tidak keren? Hehheheeh .... Maaf saya tidak bermaksud seperti itu. Cuma saya baru akhir-akhir ini mengerti dengan apa yang ada di kepalanya saat itu. Betapa ilmu dan pendidikan memang sungguh sesuatu tak kasat mata yang bisa memperkaya manusia. Kartini yang terkungkung adat yang konon adi luhung itu merinduinya. Dan berharap bisa mengecapnya seperti mereka yang lain. Di jaman sekarang tentu keinginan seperti itu hanyalah biasa adanya. Toh sekarang sekolah sudah begitu banyak macam dan ragamnya termasuk tarifnya. Itu baru yang formal, belum termasuk yang informal. Mau sekolah untuk sekedar agar bisa berjalan zig zag dengan indahnya pun ada. Bahkan tempo hari seorang rekan saya memasukkan anaknya yang belum genap empat tahun ke sekolah modelling khusus untuk bocah. Bagi saya itu hal yang sangat 'dahsyat'. Apalagi tak lama setelah teman saya bercerita tentang anaknya yang sudah pintar berpose, saya membaca Laskar Pelangi tulisan Andrea Hirata. Ahhhh ...hati saya terasa mak nyussssss oleh dua realita yang seolah bumi dan langit itu. Saya jadi sibuk membayangkan si jenius Lintang dan mulai dengan cengeng menangisinya. Saya jadi menyesali tindakan mencontek, membolos, menakali guru, dan hal-hal lain yang biasanya saya ceritakan dengan nada bangga. Jika saya adalah Lintang, pasti dia tidak akan membuang waktu seperti itu. Kartini pasti juga tidak akan berlaku bodoh seperti saya. Dia pasti akan berlaku seperti Lintang yang terus berusaha mengisi sel-sel kelabunya dengan barang tak kasat mata itu.


Seperti inilah saya melihat seorang Kartini. Tak terlalu penting bagi saya apakah dia seorang feminis atau bukan. Saya juga tidak terlalu peduli tentang kata emansipasi yang begitu lekat dengannya. Bagi saya dia adalah perempuan hebat yang sangat sadar akan arti penting dari apa yang biasa disebut dengan ilmu dan pendidikan. Bayangkan betapa hebatnya sebuah bangsa jika semua perempuannya yang notabene adalah para ibu dan calon ibu punya kesadaran seperti itu. Tentu tak akan ada lagi pendidikan yang terlambat atau pun jenius-jenius yang terlantar seperti Lintang. Dan tentu saja yang dimaksud pendidikan adalah tidak melulu yang harus duduk tenang di bangku sekolah. Karena teladan yang baik pun satu bentuk pendidikan yang sangat sederhana.


Jadi, maafkan saya jika saya tak mengagumi dia sebagai seorang pejuang emansipasi perempuan. Sekali lagi maaf, karena ada agenda lain yang tak kalah besarnya daripada emansipasi perempuan .....


Terima kasih atas inspirasinya, Kartini ....


Minggu, 23 Maret 2008

Menjadi Perempuan Itu Enak !!!


Ternyata, lebih enak menjadi perempuan daripada laki-laki. Tidak percaya? Lihat saja sekitar kita, begitu banyak laki-laki merubah jati dirinya menjadi perempuan. Saya tidak bermaksud mengolok atau menghujat mereka dengan menulis hal ini. Sebenarnya malah dalam rangka bertanya, apa yang membuat mereka berpikir untuk menjadi perempuan? Padahal sebagai perempuan tulen (hehehehe ....) saya sempat iri terhadap laki-laki karena dalam banyak hal di mata saya mereka bisa berlaku lebih bebas. Misalnya, mereka bisa bepergian tengah malam dan sendirian tanpa takut digoda, dicap miring, ataupun diperkosa. Sementara sebagai perempuan saya harus berpikir seribu kali hanya untuk melakukan hal sederhana itu.


Tapi kenyataannya ternyata sebaliknya. Begitu banyak laki-laki yang merasa lebih nyaman dengan menjadi kemayu ala perempuan. Dan mereka beredar di sekitar kita dengan biasa. Bahkan di kota yang katanya metropolis seperti Jakarta, hal itu katanya dianggap sebagai salah satu gaya hidup. Lihat saja sejumlah selebriti yang berlaku serupa.


Ada juga yang bilang bahwa hal seperti itu karena tuntutan pekerjaan. Misalnya untuk para laki-laki yang bekerja di bidang kecantikan (perempuan), semisal desainer busana, penata rambut, dan penata rias. Belakangan saya lihat seorang presenter pun cenderung mulai bergaya feminin. Konon karena pekerjaan-pekerjaan tersebut mereka menjadi lebih feminin daripada seharusnya. Dan konon mereka juga berganti orientasi seksual. Terus terang alasan karena tuntutan pekerjaan kurang 'klik' di otak saya. Karena jika mereka memang bersusah-susah untuk membuat perempuan menjadi cantik lalu kenapa setelah menjadi cantik kok malah terus kehilangan selera untuk 'menikmatinya', sehingga perlu 'obyek' baru untuk menggantikan obyek yang sudah sempurna?


Ah apapun alasan mereka, tapi bagi saya itu satu bukti bahwa menjadi perempuan itu enak. Kalau tidak pasti para laki-laki jantan itu tidak akan tergoda untuk jadi feminin, kemayu, dan berlaku seperti perempuan kan? Pasti mereka mengiri pada kita yang bisa mengenakan berbagai macam model pakaian, dari rok, setengah rok, sampai celana. Rambut pun pendek atau panjang tidak masalah. Sepatu, mau hak tinggi seberapa tetap sah-sah saja. Mau nangis kapan saja pun dimaklumi. Mau manja-manja juga oke. Mau bertingkah tegar dan mandiri juga banyak yang suka. Pinter masak pasti akan banyak yang naksir. Tidak pintar memasak pun masih dianggap wajar dan modern. Mau jadi ibu rumah tangga banyak yang mengamini. Ngotot bekerja di luar rumah pun masih tetap ada yang mendukung. Nah kurang apalagi? Enak kan?


Dan soal bepergian malam-malam, akhirnya saya bisa mengambil sisi positif untuk tak lagi iri dengan laki-laki. Karena dengan larangan itu berarti saya pasti akan punya seseorang yang menemani dan menjaga saya jika harus melakukannya. Nah, masih tidak merugi juga kan? Makanya, memang enak kok jadi perempuan !

Minggu, 16 Maret 2008

Saya Cantik !


Sudah bercermin hari ini? Sudah merasa cantik? Saya sudah ....... Maksudnya, saya sudah bercermin dan sudah merasa cantik ...hehehhehee ... Maaf, sama sekali tidak bermaksud untuk narsis, cuma itulah yang saya rasakan terhadap diri saya. Serius ...!!! Saya yakin bahwa saya cantik, walau hidung saya tidak lurus mancung dan dagu saya tidak berbelah. Tadi di kaca saya lihat alis yang tipis membayang, mata yang agak keruh (karena saya semalam begadang menonton tayangan film di teve), jerawat di pelipis, bawah mulut dan beberapa bekasnya di pipi, serta kulit muka yang coklat. Itulah saya. Dan saya cantik!


Sekali lagi maaf, saya tidak lagi termasuk dalam golongan orang yang menunggu datangnya pengakuan jutaan orang lain terlebih dahulu sebelum merasa cantik. Dulu memang iya, tapi sekarang tidak. Saya dengan sadar meninggalkan kebiasaan itu. Saya berhenti dari kesibukan membandingkan fisik diri sendiri dengan orang lain. Saya memutuskan berhenti mengiri terhadap para selebriti. Biar saja Dian Sastro, Naomi Watts, Drew Barrimore, Nicole Kidman, Sandra Dewi, Zhang Ziyi, dan para pesohor itu memiliki anugerah mereka, karena toh Tuhan tidak jadi lupa untuk menganugerahi saya pula.


Dulu saya sering terganggu karena berat badan yang cuma satu dua kilogram lebih berat dari satu zak semen. Saya berusaha menambah bobot saya dengan minum susu, vitamin, dan makan banyak. Tapi hasilnya nihil. Saya agak kecewa. Tapi kemudian kekecewaan itu pupus ketika seorang teman memandang kagum ke arah isi piring makan saya (yang porsinya dibilang mirip porsi kuli angkut) dan berkata,”Kau makan begitu banyak dan tidak bisa gemuk? Beruntung sekali...” Jadi sebenarnya saya beruntung hanya tidak cukup jeli untuk melihatnya. Padahal tiap hari saya melihat iklan Marie Body France di koran. Berapa banyak perempuan di muka bumi ini yang resah melihat makanan karena ukuran tubuh mereka? Teman saya bahkan sempat terkena penyakit lever gara-gara diet ketat dengan hanya makan dua butir apel selama berhari-hari. Sedangkan saya, memasukkan porsi kuli angkut pun tidak membuat tubuh saya melar. Saya sungguh beruntung.....


Jadi saya terima semua 'keindahan' yang telah dianugerahkanNya pada saya dengan senang hati. Saya tak lagi mau mendiskreditkan fisik saya sendiri ataupun terprovokasi oleh standar kecantikan yang dicanangkan oleh industri kosmetika. Biar saja mereka bilang bahwa cantik itu berarti tinggi, langsing, putih, rambut panjang hitam yang lurus, dan tetek bengek lainnya. Karena toh kenyataannya cantik tak terdefinisi sesempit itu. Rasa 'cantik' hampir selalu bersifat persepsi personal. Juga tidak melulu didominasi oleh keindahan fisik, tapi selalu dibarengi dengan keindahan 'organ dalam' diri yang tidak kasat mata tapi pasti bisa dirasakan keberadaannya. Kecantikan fisik yang sempurna tapi tidak dibarengi dengan iman, budi pekerti, dan kecerdasan hanya akan mengesankan sebagai boneka Barbie yang bernafas.


Jadi, kalau memang hari ini belum berkaca, saran saya segeralah temukan cermin dan berdiri di hadapannya. Akan banyak hal tak sempurna di pantulan yang kita lihat. Tapi kumpulan hal tak sempurna itu mampu membuat suatu harmoni yang pas. Tidak percaya? Coba saja pergi ke dokter bedah plastik dan minta dia mengubah bentuk hidung di pantulan itu dan lihat hasilnya. Pasti akan ada rasa aneh melihat barang hasil modifikasi itu nangkring disana bersama dengan yang lain. Mau mencoba? Silahkan saja ..... Coba lihat gambar di sebelah. Ini merupakan hasil rekayasa teman saya dari Bandung (sorry pak, photonya saya pakai, semoga tidak keberatan) untuk memadukan Nicole Kidman dan Drew Barrymore. Hasilnya memang tetap saja cantik. Tapi di mata saya ada hal yang terasa aneh, entah apa itu. Dan tetap yang aslilah yang lebih dahsyat.


Oh iya, saya hampir lupa..... minggu lalu saya membaca satu artikel di koran nasional. Dalam artikel itu disebutkan beberapa salah kaprah di dunia kecantikan. Misalnya istilah whitening yang saat ini begitu tren. Menurut seorang pakar tak ada cukup cara untuk mengubah warna kulit seseorang, apalagi jika dijanjikan hanya memerlukan waktu beberapa hari saja. Sebab warna kulit sangat berkaitan dengan pigmen. Dan masalah pigmen ini lagi-lagi adalah masalah anugerah dariNya. Lalu juga istilah sunblock yang katanya ampuh untuk mengblokir sinar matahari. Menurut pakar tersebut yang benar adalah sunscreen, karena lagi-lagi belum ada krim yang benar-benar mampu memblokir sinar yang datangnya dari langit itu. Ahhh.... benar-benar diperlukan logika untuk mencerna provokasi ..... Saya jadi ingat provokasi yang disampaikan satu produk kecantikan yang katanya berfungsi sebagai pemutih wajah. Produk itu di akhir tayangan iklannya memberikan pertanyaan apakah ingin punya kisah cinta seindah cerita di iklan yg tersebut. Sebagai pemirsa saya tergelitik untuk bertanya balik, apakah dengan menggunakan produk mereka dijamin kisah cinta saya akan berakhir indah seperti itu? Ahhhh.... enggak segitunya kaliiiiiii ..... hehehhehe ....


Masih belum juga berani bercermin dan tersenyum untuk mengakui bahwa pantulan yang nampak sungguh cantik adanya? Ahhh .... sayang sekali.... Padahal bercermin dan merasa cantik adalah salah satu cara sederhana untuk merasa bahagia.