Seorang teman lama berkirim surel dengan subyek Hello
Writer beberapa tahun yang lalu. Dia melakukannya karena melihat sebuah cerpen
tertulis nama saya di bawah judulnya di sebuah majalah. Seingat saya itu cerpen
kedua saya yang dianggap layak oleh majalah tersebut untuk diterbitkan. Saat
membaca surel itu kontan saya bertanya pada diri sendiri, am I a writer? Lalu
lama setelahnya seorang temannya teman menghubungi saya. Katanya dia minta saya
untuk membaca naskah novelnya, ya semacam proof read-lah ya. Saya heran karena
yang saya tahu dia cukup punya pengalaman di dunia jurnalistik walau bukan
penulis novel. Kok saya? Jawabnya karena dia tahu saya penulis lepas dan senang
sekali baca novel. Gandrung dengan novel saya akui betul. Tapi penulis lepas,
ehmmmm... am I?
Menulis untuk saya memang salah satu hobi. Dan jadi lebih
hobi lagi ketika sudah merasakan honornya... hehehhee... Yes, uang memang membuat
hobi jadi lebih menarik lagi untuk dikerjakan. Berbahagialah mereka yang
berhasil sukses secara finansial dengan mengerjakan hobinya. Rasanya itu
pekerjaan idaman semua orang. Yes, paling tidak beberopa kali saya dapat uang
dari menulis. Dan selama beberapa tahun ini saya cukup konsisten menulis ini
itu termasuk cerita (tidak termasuk status di media sosial ya) sebanyak kisaran
40-80 halaman. Tapi apakah itu berarti saya cukup layak menyebut diri penulis?
Aihhhh mengerikan ..... hahahaha...
Pokoknya intinya adalah saya merasa belum pantas menyebut
diri sebagai penulis. Sebab bagi saya penulis itu lebih dilihat dari kualitas
tulisannya ketimbang berapa banyak tulisan atau buku yang berhasil dia
terbitkan. Karena kenyataannya sekarang menerbitkan tulisan atau buku rasanya
semakin mudah saja. Lihat saja di toko-toko buku. Begitu banyak bertebaran anek
judul ini itu segala macam topik, genre, atau apapun itu. Banyak sekali. Sebagian
tentu termasuk bestseller. Tapi menurut saya belum tentu yang bestseller itu
berkualitas. Paling tidak menurut standar kualitas saya ada saja bestseller
yang kurang berkualitas ...heheheheh... maaf yaaaa.... Ya menurut saya begitu
sih kenyataannya. Sebab bagaimanapun dunia tulis menulis juga adalah industri,
sama dengan musik dan bidang-bidang lainnya. Jadi tetap ada tulisan-tulisan
yang dibuat untuk keperluan industri, sekedar memuaskan selera umum yang
begitu-begitu saja.
Jadi masalahnya adalah kualitas. Dan saya sadar diri
bahwa apa yang saya hasilkan belum cukup berkualitas untuk bisa menyebut diri
saya sebagai penulis. Saya masih sering terheran-heran setelah membaca karya
penulis-penulis lain. Kok bisa ya mereka membuat seperti itu? Bagaimana proses
kreatifnya? Bagaimana proses mikirnya? Bagaimana proses risetnya? Bagaimana ...?
Bagaimana ...? Bagaimana ....? Entah berapa banyak bagaimana lainnya. Dan ujung
dari rentetan bagaimana itu selalu ke satu hal : saya kok belum sampai segitu
ya? Ya, ujung dari kalimat itu adalah sebuah tanda tanya, bukan titik. Tanda
tanya karena di dalamnya ada kepenasaran, juga harapan, juga upaya untuk
mencapai titik tersebut. Menghasilkan karya yang bestseller tentu jadi idaman. Tapi
yang saya inginkan adalah bestseller yang bersanding dengan kualitas tinggi.
Ambisius? Ehmmm.... tak apalah. Toh cita-cita harus setinggi langit. Kalau hanya
setinggi mata kaki ya sebut saja putus asa... Iya kan?