Selasa, 31 Mei 2011

Nama

Setiap kali ada teman yang hamil, yang saya tanyakan adalah apakah sia sudah mempersiapkan nama untuk si jabang bayi. Sebagian menjawabnya sudah walaupun usia kandungan masih terhitung muda. Tapi ketika bertanya lebih detail mengenai hal itu, jawabannya selalu : rahasia, tunggu tanggal mainnya.

Ehmmm .... nama. Seorang Shakespeare terkenal dengan kalimatnya 'apalah arti sebuah nama'. Saya rasanya yakin 102% bahwa dia salah. Karena nama sungguh berarti banyak. Sebagian mengartikan doa. Sebagian mengindentikkan dengan keberuntungan alias hoki. Coba cermati, berapa banyak selebritis menyembunyikan nama lahirnya dan mengganti dengan nama baru yang tidak cuma untuk membawa hoki tapi juga agar terdengar enak dan indah di telinga. Membawa hoki nyaris identik dengan komersiil. Nama membawa citra pemiliknya. Tak cuma untuk selebriti. Nama merk, toko, perusahaan, atau hal semacamnya pun dipikirkan dan didesain oleh sang kreator agar membawa keberuntungan sebanyak-banyaknya. Tap percaya? Coba saja tanya para paranormal, pasti mereka pernah didatangi orang-orang yang menanyakan apakah nama ini akan membawa sial bagi penyandangnya. Dan untuk mendapatkan nama yang top markotop, banyak yang rela membayar sang paranormal untuk 'mendesainkannya'.

Nah bagaimana dengan rakyat jelata seperti saya? Menurut saya, orang-orang sekelas saya lebih mengartikan nama adalah doa dan harapan. Lebih tepatnya, doa orang tua untuk anaknya. Jadi jika seorang anak bernama Arif, maka saya 99% yakin itulah yang diharapkan orang tuanya, bahwa kelak dia menjadi anak yang bersifat arif terhadap segala hal, termasuk terhadap sesamanya. Kalaupun jadinya ternya seorang yang berkebalikan ... ehhmmmm .... yang mungkin doanya belum saatnya terkabul.... hehhehhhhe .... Tapi walaupun kenyataan membuktikan adanya 'doa dan harapan' yang tidak terkabul tak lantas membuat para orang tua putus asa dan menamakan anaknya sekenanya. Saya yakin itu 100%, walaupun kemudian pernah juga saya temui nama-nama yang artinya tidak doa dan harapan melainkan penanda suatu peristiwa. Semisal, seorang teman bapak saya punya nama Teken Slamet, kemudian disusul nama marganya. Dahi saya berkerut pertama kali mendengar si oom menyebutkan namanya. Dan dengan kurang ajar bertanyalah saya arti nama itu. Ternyata hari kelahirannya persis sama dengan saat si ayah harus meneken sebuah dokumen penting. Ya ya ya .... saya mangut-mangut saja.

Percaya tidak, bahwa nama ada trennya juga lhoooooo ..... Saat ini saya rasa sedang tren nama-nama yang berbau Arab, di luar nama para Rasul dan kerabatnya tentu saja. Coba teliti bayi tetangga kanan kiri. Pasti ada saja yang namanya berbau Arab. Dan nama-nama itu punya nilai rasa yang berbeda karena rata-rata ejaannya diperbarui. Nah nah nah .... masalah ejaan ini penting lhooooo... Tidak cuma untuk yang berbau Arab, tapi juga untuk yang berbau lokal. Ejaan yang berbeda memberikan nilai rasa yang berbeda dan menyediakan kekinian. Sebut saja bagaimana Jamilah sekarang seringkali dieja menjadi Jamila atau Jameela. Yang dulu Maya, sekarang menjadi Maia. Yang biasanya Mira, sekarang menjadi Myra. Yang dulu Agus sekarang menjadi August. Contoh yang paling gampang adalah penggunaan huruf y atau ie di akhir kata sebagai pengganti huruf i.

Oh iya, beberapa tahun yang lalu juga begitu tren nama import alias nama bule. Hal ini tidak termasuk etnis China yang memang dari sononya sudah cenderung menggunakan nama bule sebagai international name-nya. Ehmmm saya tidak hendak mengecam para pribumi yang menggunakan nama bule. Tapi jujur kadang saya tersenyum gara-gara ejaan yang tidak sama dengan aslinya dan kadang terkesan asal pengucapannya mirip. Misal Robet, bukan Robert. Bobi, bukan Bobby. Matew, bukan Mattew. Dan nama bule ini juga menimbulkan kesulitan bagi lidah-lidah yang tak terbiasa. Misal, seorang bapak-bapak tua pernah mengucapkan George ; nama teman yang asli Jawa; dengan benar-benar George sesuai cara baca bahasa Indonesia. Hheheheheheh kontan saya tertawa, bukan karena menganggap si bapak tolol, tapi lebih karena efek perubahannya yang begitu jauh.... dan yang punya namapun buru-buru menuntun si Bapak agar mengucapkannya dengan benar. Oh iya, tentang nama bule ini, seorang teman kakak saya yang pusing mencari nama untuk bayinya akhirnya menggandengkan merk air minum kemasan hingga menjadi sebuah nama yang enak di dengar yaitu Aqua Bonavita. Terdengar bule kan? Saya cuma berpikir, untuk yang digabungkan merk air kemasan. Bagaimana kalau misal yang digabungkan adalah merk detergen seperti Rinso DaiaB29? Ehhhmmmmm ......

Soal nama, seringkali orang tua punya pola tersendiri. Lihat saja bagaimana seorang Soekarno menggunakan benda-benda yang ada di langit untuk nama anak-anaknya. Bapak teman saya menggunakan huruf E untuk huruf pertama nama anak-anaknya. Dan Bapak saya sendiri mempunyai kecenderungan menggunakan suku kata In untuk suku kata pertama nama anak perempuan. Ini terbukti pada saya dan kakak saya, dan berulang pada saat kakak saya meminta nama untuk bayi perempuannya.

Nahhhhhh bagaimana dengan nama saya? Hehehehehee.... jujur saya bersyukur orang tua saya memberikan nama yang menurut saya berima cukup merdu dan juga berarti bagus. Ina Binanti Alasta. Hohoohohoh ...... saya nyaris yakin seandainya menjadi selebritis pun tak perlu menggantinya dengan nama baru. Soal komersialitas, ehmmm sudah terbukti ada produk sanitair yang bermerk Ina. Gara-gara menemukan bagian nama saya di closetnya, seorang teman yang sirik menuduh Bapak mencomot Ina dari jamban yang didudukinya setelah putus asa mencari nama untuk saya. Hehhehehehe... tentu saya tidak termakan dengan hal itu. Karena sang kreator sudah memberitahu artinya. Dan sungguh nama saya berarti ibu yang selalu membina. Nahhhh kaannnnn itulah doa orang tua untuk saya ..... Amin amin amin ......

So, apakah Shakespeare benar-benar harus mencabut pernyataannya?