Jumat, 29 Agustus 2008

Mau Jadi Caleg?

Sudah daftar jadi caleg? Ehmmm ...tempo hari ada 'lowongan kerja' yang dibuka secara massal diseluruh Indonesia. Dan rasanya prasyarat yang ditentukan juga tidak terlalu susah. Coba saja bandingkan dengan prasyarat yang ditentukan oleh perusahaan-perusahaan swasta yang banyak memuat informasi lowongan kerja di koran-koran. Lihat saja standar keterampilan yang mereka patokkan. Itu pun sering-sering masih ditambahi dengan ancaman "hanya pelamar yang memenuhi syarat saja yang akan diproses". Atau bandingkan juga dengan prasyarat yang ditentukan untuk penerimaan Pegawai Negeri Sipil. Tak kalah rumitnya. Dan bagaimana dengan tesnya? Ehmmm...baik instansi swasta maupun pemerintah seringkali menerapkan sistem tes yang bertahap-tahap sebelum akhirnya memutuskan untuk memilih sedikit dari sekian banyak pelamar.

Terus bagaimana dengan caleg? Saya termasuk yang beranggapan bahwa profesi sebagai anggota legislatif adalah profesi yang serius. Juga susah. Bukankah pekerjaan membuat undang-undang itu susah? Bukankah mengawasi presiden dan jajarannya juga susah? Bukankah pekerjaan menjalankan negara ini rumit? Bukankah pekerjaan membuat sistem itu sesuatu yang jauh dari gampang? Karena itu imbalannya pun dibuat besar. Juga segala macam tunjangannya.

Karena semua pertanyaan-pertanyaan ini, maka saya tidak berangan menjadi anggota legislatif. Tapi rupanya banyak orang yang berbeda dengan saya. Contoh paling dekat adalah bapak saya. Tempo hari saya dibuatnya ternganga ketika beliau melontarkan sebuah pernyataan "Aku daftar jadi caleg saja ya daripada nganggur di rumah....". Dan saya tercenung karena kata 'daripada nganggur' yang keluar dari mulut bapak saya tercinta. Daripada ngangur? Kedua kata tersebut lebih berkonotasi main-main. Artinya, daripada tidak ada pekerjaan untuk mengisi waktu pensiunnya, bapak saya berpikir untuk menjadi caleg . Ehmmmmmmm ...... Apa reaksi mereka-mereka yang serius berusaha jadi caleg jika mendengar pernyatan bapak saya? Pasti tersinggung sekali. Dan mereka mereka yang sudah lebih dulu duduk menjadi anggota legislatif pasti akan lebih tersinggung lagi. Sedetik kemudian saya merasa geli dengan pernyataan itu. Dari pada nganggur katanya ....hahahahahha .....

Adakah diantara para caleg yang berpikiran seperti bapak saya? Entahlah, mungkin ada saja. Sebab hati orang siapa yang tahu? Apalagi kenyataan yang terjadi banyak ketidakberesan, keanehan, dan ketidak seriusan yang terlihat selama ini, baik yang dilakukan oleh para caleg maupun mereka yang sudah jadi anggota lembaga legislatif. Coba saja berapa kali foto di koran memperlihatkan kursi-kursi kosong waktu sidang DPR atau MPR? Belum lagi foto mereka-mereka yang tampak merem atau sibuk ber-SMS atau leyeh-leyeh sekenanya. Lihat juga berbagai skandal yang terjadi, mulai dari skandal suap sampai skandal seks. Lihat juga bagaimana mereka berloncatan dari satu partai ke partai lain demi mendapatkan nomor jadi. Dan mungkin demi nomor jadi itu pula ada dua orang yang dulunya berseteru lalu tiba-tiba berada dalam naungan satu partai. Dan komentar mereka saat itu disinggung oleh media adalah bahwa tidak ada kawan atau lawan yang abadi dalam politik. Ehmmmm ...manis sekali. Terakhir sebuah media menyebutkan bahwa di suatu daerah ada belasan orang yang tersangkut masalah hukum dan berstatus tersangka tapi masih juga tercatat menjadi caleg untuk sebuah partai. Sedangkan media lain memberitakan seorang ibu yang sehari-hari bergelut dengan dagangannya, serta merta tercatat menjadi caleg untuk hajatan 2009 nanti. Juga ada artis sinetron yang tidak pernah terdengar kiprah politiknya, tahu-tahu dijagokan sebagai caleg dengan bumbu bahwa dia punya kualitas yang hebat untuk itu. Ehmmmmmm........

Jadi benarkah pernyataan bapak saya? Saya mulai tergoda untuk mengiyakannya. Tapi kemudian tersadarkan bahwa di luar semua yang saya sebutkan di atas masih ada orang-orang berhati, perilmu, dan berdedikasi duduk dalam lembaga itu. Dan semoga jumlahnya jauh lebih banyak daripada mereka yang berpikiran senakal bapak saya. Karena toh apa yang menjadi tanggungjawab mereka adalah benar-benar sesuatu yang jauh dari hal remeh-temeh. Sedikit banyak apa yang mereka lakukan mempengaruhi kondisi negara ini. Jadi bukan sesuatu yang sekedar sebagai pengisi waktu luang seperti yang dipikirkan oleh bapak saya. Apalagi imbalannya juga tidak kecil kan...? Tentu saja tidak harus mereka yang berpendidikan formal tinggi dan lihai berpolitik yang harus duduk dalam lembaga itu. Bisa jadi mereka-mereka yang berpendidikan biasa-biasa justru lebih punya hati, sangat serius, dan lebih profesional dan berdedikasi dalam melakoni profesi ini. Jadi yang penting adalah kesadaran bahwa ini adalah profesi yang tidak main-main, baik dari segi tanggung-jawab ataupun imbalannya. Jadi sebaiknya juga tidak ada yang main-main dengan profesi tersebut ....... Setuju?