Kamis, 31 Desember 2009

31 Desember 2009

Ini hari terakhir di tahun 2009. Besok kalender sudah berganti. Tapi jujur saya malah belum menyiapkan kalender. Biasanya rekanan kantor ada saja yang memberikannya pada saya. Ooohhh baru ingat.... tempo hari seorang teman memberikan file kalender 2010 lewat e-mail. Cuma saya belum mencetaknya.

Ehmmmm ...2009 sebentar lagi lewat. Kemarin Gur Dur menandai akhir tahun ini dengan menghembuskan nafas terakhirnya. Selamat jalan Gus, semoga 'jalanmu' terang di sana. Amin. Hari ini hiruk pikuk negeri ini terutama di Jakarta dan Jombang karena urusan pemakaman Gus Dur. Penghormatan terakhir untuk seorang yang mencetuskan frasa 'gitu aja kok repot'. Ahhhhh .... sungguh Gus Dur dalam benak saya adalah selalu Gus Dur yang 'gitu aja kok repot', sementara tadi malam banyak orang tampil di televisi dengan deskripsi masing-masing tentang seorang kharismatik itu.

Banyak yang terjadi di negeri ini selama 2009. Ada dua kali Pemilu dengan segala kericuhannya hingga pelantikan pemenangnya. Ada gempa dan banjir. Ada bom di Jakarta yang membuat rombongan MU batal datang. Ada serentetan operasi terhadap mereka yang disebut sebagai teroris, lengkap dengan siaran langsung drama penggerebekannya. Ada pertarungan sengit antara cicak dan buaya. Ada pemunculan para makelar kasus yang ternyata lebih sakti daripada penegak hukumnya sendiri. Ada gonjang-ganjing uang Century. Ada rentetan kasus pembunuhan seorang Nasrudin yang menyeret beberapa pejabat negara. Ada masalah Prita lengkap dengan fenomena pengumpulan koinnya. Ada Luna Maya yang dimurka wartawan karena status di Twitternya. Ada sidang-sidang terhadap pencuri coklat dan semangka yang putusannya dirasa tak memenuhi rasa keadilan. Pnerbitan buku George Junus Adhiconndro yang menghebohkan seperti biasanya..... ehmmmmm ada banyak yang terjadi di negara ini.....

Lalu apa yang terjadi pada hidup saya selama 2009? Ahahhahahaha ..... penting enggak sihhhhhhh membuat tulisan tentang hidup saya disini? Karena saya yang menulis maka biarlah saya yang menjawabnya. Jawabannya : PENTING. Ahahhahaha ......

Ehmmmm .... di 2009, ada sebuah tulisan saya yang dimuat di sebuah media. Sebuah, tapi ini sangat menyenangkan karena ini tulisan terpanjang yang pernah dimuat di media. Dan sampai sekarang saya kadang-kadang masih membuka situs media tsb hanya untuk membaca nama saya disana. Jiahhhhhh ......

Laluuuuuu .... ada hobi baru saya di tahun ini : merajut. Nahhhh hobi baru ini cukup fenomenal bagi saya karena dulu-dulu tak pernah terbayangkan saya bisa melakukan pekerjaan tangan yang disebut merajut. Karena saya bukanlah termasuk dalam golongan mereka yang sabar dan telaten. Saya kebalikan dari mereka, alias temperamental. Jadi begitu berhasil bisa merajut wooowww... saya jadi sangat heran bisa melakoni duduk bersandar berkutat dengan haken dan benang. Sekarang malah saya berani menawarkan jasa. Tapiiii jangan salah, untuk yang terakhir ini saya melakukannya karena menemukan teman-teman yang lebih pintar merajut dibanding saya. Jadi coba tebak siapa yang akan saya andalkan jika orderan rajutan benar-benar datang? :D

Kemudian ada Azza Moslem Wear. Ini adalah satu upaya untuk mewujudkan mimpi untuk berdiri di atas kaki sendiri .. hehheehehhe .... Embrio yang merupakan hasil kerjasama dengan seorang sahabat. Saya menanamkan banyak harapan pada embrio ini. Juga banyak belajar untuk bisa terus membesarkannya. Juga satu langkah untuk membuat embrio yang lain nantinya, insyaallah ....

Dan satu keajaiban terjadi di tahun 2009 yang berupa saya akhirnya benar-benar ikut kursus menjahit. Ahahaahahah ..... bagi kebanyakan orang mungkin hal ini sesuatu yang biasa saja. Tapi bagi saya ini satu hal besar. Alasannya adalah lagi-lagi saya bukan orang sabar dan telaten yang cocok untuk kegiatan semacam ini. Tapi sungguh saya sudah menyimpan keinginan ini dari beberapa tahun lampau. Dan ini juga jadi salah satu langkah pendukung untuk cita-cita bisa berdiri di kaki sendiri. Jadiiii.... jangan kaget jika nanti beberapa bulan ke depan ada blog baru dengan judul ina dress maker atau ina tailor atau semacamnya .... ahhahahaha .... serius iniiiii ....

Satu lagi keajaiban terjadi dalam hidup saya tahun ini. Yaitu hijrahnya saya dari ina yang selalu memakai celana panjang menjadi ina yang memakai rok .....hehehhehehe ..... Sungguh seorang sahabat berjasa besar dalam hal ini karena dialah yang memberi inspirasi dan dorongan kuat. Dan jadilah sejak Ramadan kemarin saya memutuskan menanggalkan celana-celana saya dan menggantinya dengan rok panjang. Ehmmmm ... tentu saja awalnya menuai banyak komentar juga rasa canggung. Tapi persis sesuai kata teman saya, semuanya itu cuma akan sementara dan paling-paling hanya dalam hitungan hari saja. Dannnnnnn .... dradraaaaaaaaa..... sekarang saya sudah mulai merasakan nyamannya menjadi perempuan dengan pakaian perempuan.... hahhahahaha....

Nahhh... 31 Desember sekarang. Di luar saya lihat beberapa orang mulai beranjak keluar rumah yang mestinya untuk perayaan tahun baru Masehi ini. Ada juga anak kecil yang sudah meniup terompetnya. Sebentar lagi jalan-jalan akan ramai. Beberapa tahun yang lalu saya pernah keluar rumah dengan teman di malam tahun baru seperti ini. Niatnya sebenarnya adalah melihat Surabaya di malam pergantian tahun. Tapi ternyata kami tak bisa banyak bergerak karena jalan jadi sangat padat dan akhirnya menyerah dengan memilih masuk ke sebuah resto cepat saji dan tinggal di sana sampai keramaian itu reda. Malam ini mungkin akan terjadi keramaian yang kurang lebih sama dengan keramaian tahun-tahun lalu. Apalagi hujan sepertinya tidak akan turun. Mungkin nanti orang-orang di kampung saya akan keluar, menggelar tikar di depan rumah dan berbincang dengan para tetangga sambil mengudap ini itu. Yaaaa... perayaan malam tahun baru Masehi saya rasa tidak terlalu berbeda dari tahun ke tahun. Tidak pula mengejutkan. Justru yang banyak mengejutkan adalah apa yang terjadi di hari-hari sesudahnya .......

Kamis, 17 Desember 2009

Laki-Laki Biasa

Hari ini ulang tahun Bapak saya, laki-laki yang sebagian darahnya mengalir di tubuh saya. Sebagai salah satu anak perempuannya, saya selalu diidentifikasi oleh Ibu saya sebagai 'pendukung setia Bapak'. Hehheheehe ...saya akui Ibu saya tidak sepenuhnya salah dengan pernyataan itu. Tapi bukan berarti saya tidak pernah berada di pihaknya. Saya cuma berusaha untuk seimbang terhadap mereka berdua, sebab kedua kakak biasanya lebih condong ke Ibu. Jadi kalaupun sampai diperlukan voting, dengan atau tanpa suara saya Bapak saya sudah kalah. Saya cuma berfungsi untuk memperkecil jarak skor saja.... hehehhehee ....

Bapak. Begitu saya selalu memanggil laki-laki biasa itu. Dan sebagai anak bungsunya, saya punya banyak ingatan tentang dia. Dan ingatan-ingatan itulah yang membuatnya lebih dari sekedar laki-laki biasa di mata saya.

Setiap orang tua pasti mengajarkan banyak hal pada anaknya. Dan pelajaran tentang rasa keadilan paling besar saya dapatkan dari dia. Dia mengajarkan pada saya rasa keadilan seorang manusia biasa. Dan dia tak pernah mungkir ketika saya memprotesnya lantaran menganggapnya telah menyalahi apa yang telah diajarkannya pada saya. Tidak mungkir, tidak juga berdalih. Pada saat seperti itu saya boleh menunjuknya sebagai yang bersalah, tak peduli dia adalah bapak saya. Pelajaran tentang kesetaraan :)

Ibu saya pernah bilang, sayalah anak yang paling dia sayang. Tapi jujur saya tidak pernah sepakat dengan hal ini karena saya lihat dia membagi sayangnya rata pada kami bertiga, anak-anaknya. Kalau dia menyayangi saya tentu dia tidak memaksa saya mengenakan sepatu olah raga bekas kakak .... Saya ingat kejadian itu. Sepatu olah raga saya rusak. Sedangkan ada satu acara olah raga se-Kecamatan, yang entah untuk peringatan hari apa saya lupa, mengharuskan pesertanya mengenakan sepatu olah raga warna putih. Sepatu punya saya rusak dan kalaupun bisa dipakai warnanya hitam. Jadi melaporlah saya pada Bapak. Dengan enteng Bapak saya bilang pakailah yang ada karena belum ada uang untuk membeli sepatu baru. Saya bilang adanya sepatu bekas kakak saya yang ukurannya 2 nomer di atas kaki saya. Jawabnya, masih dengan enteng,"berarti cukup kan dipakai? Ayolah, jangan membuat Bapak susah cuma karena tak punya uang untuk membelikanmu sepatu baru". Ehmmmmmmm..... jadilah saya mengenakan sepatu kebesaran yang talinya diikat erat-erat agar bisa tetap bertahan di kaki ketika saya berlari. Dan ternyata setelahnya saya jadi betah memakai sepatu kebesaran. Sampai sekarang setiap kali membeli sepatu kets, saya selalu mengambil ukuran mnimal satu nomor di atas ukuran normal saya :)

Ehmmmm ..... rasanya Bapak saya juga orang yang pertama menghargai kegemaran saya menulis. Waktu itu saya masih kelas 5 SD. Guru menyuruh saya membuat karangan dua ribu kata yang ceritanya tentang sebuah desa. Saya buatlah karangan itu, mengalir begitu saja. Ternyata karangan itu membuat saya menjadi juara kedua lomba mengarang tingkat SD sekecamatan. Tanpa memahami makna dari predikat itu, saya memberitakan pada Bapak. Dan dia terbeliak lalu bilang "waahhhh ..berarti besok-besok kamu bisa jadi penulis terkenal. Penulis itu bisa hebat loh .... sama hebatnya dengan dokter dan insinyur". Kata-kata itu tidak berarti banyak bagi saya karena lagi-lagi saya tidak terlalu memahaminya. lalu saya bilang bahwa menurut guru saya harus bertanding di tingkat Kabupaten. Wajahnya sumringah. Pada hari H, dia mengantarkan saya ke lokasi. Dan betapa kecewanya dia ketika ternyata guru saya salah informasi. Ternyata hanya juara pertama saja yang harus bertanding di tingkat Kabupaten. Bapak saya nggondok berat, merasa anaknya didiskrimasikan. Sedangkan saya, ehmmmmmm .... belum juga paham arti semua itu .... hehehhheeheh .... Tapi syukur walau tak paham saya masih ingat ucapannya bahwa menjadi penulis sama hebatnya dengan menjadi dokter ataupun insinyur.

Di masa kuliah lagi-lagi Bapak memotivasi saya dengan caranya sendiri. Sebagai pegawai negeri biasa, membiayai tiga anak kuliah adalah beban yang lumayan beratnya. Tapi dia tetap mengirim kami semua untuk kuliah dengan wanti-wanti dilarang kuliah sambil bekerja. Dan alasannya adalah orang yang bekerja dan merasakan enaknya cari dan dapat duit akan cenderung menyepelekan masalah pendidikan. Saya sempat memprotes hal itu karena toh bayak orang yang kuliah sambil bekerja dan hasilnya beres-beres saja. Tapi keputusannya bulat, tanpa tawar-menawar. Jadilah uang gajinya habis dibagi antara kami bertiga dan membayar cicilan bank (karena setiap kali anaknya masuk kuliah, Bapak akan mengambil pinjaman untuk membayar uang gedung dsb). Saya tahu persis betapa susahnya hidup Bapak dan Ibu waktu itu. Dan sebenarnya kami bertiga pun kuliah dengan fasilitas yang tak berlebihan. Setiap awal bulan, Bapak mengharuskan kami bertiga pulang untuk mengambil uang jatah bulanan. Dan pada hari itu, di depan kami Bapak akan membeber uang gajinya yang sudah terpotong oleh cicilan bank, lalu membagikan kepada kami. Saat itu kami tak hanya tahu berapa rupiah yang kami dapat, tetapi juga jadi tahu berapa rupiah yang tersisa untuk Bapak dan Ibu di rumah. Rupiah yang tersisa di rumah tak pernah lebih banyak dari yang Bapak genggamkan ke tangan saya. Dan saya merasa berdosa, walaupun jumlah yang diberikannya tidak membuat saya kuliah dengan dukungan fasilitas yang sempurna. Malah di akhir bulan seringkali saya berhutang pada teman untuk membeli kertas gambar, atau mengganti menu makan dengan mie instant karena uang jatah harus terkuras untuk sebuah mata rapido. Rasa berdosa inilah yang membuat saya rela-rela saja menambah beban kredit per-semester cuma dengan satu tujuan : cepat lulus. Dan komentar Bapak waktu itu adalah : "jangan cuma cepat lulus tapi nilai ngepas!" Ehmmmmmm ....beruntung saya bisa lulus dalam 4 tahun dengan nilai yang cukup pula.

Gaji pertama.... ehmmmm.... saya ingat sekali betapa senangnya mendapat gaji pertama. Dengan gaji pertama, saya membelikan sehelai kemeja untuk Bapak. Warnanya putih dengan garis-garis vertikal biru tegas. Saya tahu Bapak senang. Tentu saja dada saya nyaris meledak karenanya. Tapi ternyata masih ada hal lain yang membuat dada saya pecah. Ternyata berbulan-bulan Bapak menyimpan kemeja hasil keringat pertama saya itu di tumpukan teratas bajunya, lengkap dengan plastik pembungkusnya, dan sesekali menengoknya seolah itu adalah harta berharga yang tak ternilai. Ahhhhhh.... waktu itu air mata saya turun satu-satu..... terlebih hal seperti ini pernah saya alami sebelumnya. Ketika itu dia berulangtahun, saya lupa yang keberapa. Saya kirimkan kartu ucapan untuknya, tapi isi dalam seluruhnya saya tulis pakai bahasa Inggris, walau saya tahu dia tidak mengerti bahasa Inggris. Waktu itu saya melakukannya karena terpikir dia tidak akan percaya jika membaca kalimat sanjungan saya. Jadi saya buatlah semua kalimat itu dalam bahasa yang dia tak mengerti. Dannnnnnnnnn berminggu kemudian ketika saya pulang, saya dapati ada kamus bahasa Inggris di dekat tempat tidurnya, dan kartu saya terselip di dalamnya. Lalu berbulan kemudian ketika saya pikir kartu itu sudah terbuang ternyata saya temukan kembali di dalam tas kerjanya ...... Dan sekarang, setiap kali menggenggamkan sedikit rupiah ke tangannya dan dari mulutnya keluar ucapan terima kasih, saat itulah saya merasa malu sekali. Kata itu tak pantas keluar dari mulutnya dan saya juga tak pantas menerimanya. Apa yang saya genggamkan ke tangannya hanyalah sekedar pembeli koran atau remeh temeh yang diinginkannya, sama sekali tak sebanding dengan tahun-tahun susahnya bersama Ibu berbuat sesuatu untuk saya......

Ahhh itulah Bapak saya. Manusia tak sempurna. Lelaki biasa. Tapi demi Allah saya beruntung menjadi salah satu anaknya.

Selamat ulang tahun, Bapak......

Rabu, 16 Desember 2009

Hari Ini Surabaya Banjir (Lagi)

Surabaya sore tadi mendung tebal lalu hujan lebat. Sebenarnya saya tidak terlalu memperhatikan berapa lama hujan turun. Berada dalam ruang kerja dengan horisontal blind dan membelakangi jendela membuat saya kurang peka dengan hal itu. Yang pasti ketika reda pun saya masih menunda pulang dengan memilih menunaikan sholat Magrib terlebih dahulu. Begitu keluar kantor, langit masih jingga, bagus sekali. Hati jadi ikut jingga ehhehehehe....

Tapi jingganya hati saya tak berlangsung lama. Ban angkot yang saya tumpangi mulai berkecipak dengan air. Sekitar 6 kilometer dari kantor, jingga di hati saya hilang sama sekali, berganti dengan resah. Cuma satu yang ada di dalam otak saya : BANJIR. Dan benar.... begitu berganti angkot, genangan air mulai tampak. Lalu lintas merambat. Makin ke arah daerah tempat tinggal saya genangan air makin tinggi dan lalu lintas makin lambat. Makin banyak sepeda motor digiring pengendaranya ke pinggir karena busi yang sudah basah dan knalpot kemasukan air. Doa semoga angkot yang saya tumpangi diberi kemampuan lebih untuk terus berjalan mulai memenuhi hati dan otak saya.

Surabaya..... ehmmmmm waktu kemarau panas bukan main. Tapi begitu musim penghujan tiba, hawa panas tak terhalau sepenuhnya dan masih berbonus banjir pula. Tapi itulah Surabaya adanya. Saya pernah begitu putus asa karena kipas angin yang saya pasang tak mampu membuat saya tidur dengan nyaman (seorang teman berkomentar "ya pasang AC donggggg..."). Tapi di lain waktu saya juga pernah dipaksa berjalan kaki dari kantor dalam genangan air rata-rata mencapai lutut saya. Waktu itu paling tinggi genangan airnya nyaris mencapai pinggang saya. Olala...... Dan begitu mencapai rumah, yang saya rasakan adalah lelah, dingin, dan lapar luar biasa.

Jadi, kalau diminta untuk memilih antara musim kemarau dan musim hujan untuk Surabaya, terus terang saya tidak punya jawaban. Keduanya punya konsekuensi masing-masing yang saya sama-sama pernah merasa tak nyaman.

Tempo hari saya menonton acara televisi yang mengurai masalah perubahan iklim. Dan salah satu bukti perubahan iklim adalah musim kemarau makin panjang, dan musim hujan makin pendek. Ehmmm lalu bagaimana dengan Surabaya? Akan lebih panaskah? Woooowww..... Dan bagaimana dengan banjirnya? Logika saya alam yang kian rusak akan membuat banjir makin tak terkendali. Jadi akan berapa tinggi lagi banjirnya? Akankah Surabaya akan jadi versi 'lain' dari Venesia? Jadi mungkin suatu saat nanti rumah di Surabaya menjadi berupa rumah panggung dan angkot akan berganti dengan perahu kota. Aiihhhhhh ......

Lalu apa yang harus saya lakukan untuk membantu memperbaiki kondisi Surabaya? Saya tak tahu persis jawaban jitu untuk pertanyaan ini. Yang pasti hal yang sudah saya lakukan adalah membayar tanggungan pajak saya (apakah ini akan masuk ke pos yang tujuannya memperbaiki Surabaya? entahlah), membuang sampah pada tempatnya (bukan di selokan atau sungai), dan menggunakan kendaraan umum kemana-mana agar tidak menambah kandungan emisi di udara (alasan sebenarnya belum kuat beli kendaraan pribadi kaliiiii..., ini komentar teman saya). Ehmmmm sedikit sekali ya yang sudah saya lakukan? Wah wah wah ....... tapi tetap saja saya tidak merasa cukup pantas mendapat bonus bajir!!!! Dan karena itu tadi sewaktu di angkot, di sela-sela doa, saya sempat berharap semoga suatu waktu Presiden SBY terjebak banjir pada saat ada acara penting di Surabaya. Lalu Pak Presiden marah dan Pemerintah Daerah jadi tak lagi menunda-nunda untuk bergiat menanggulangi masalah banjir ini. Sebab kadang perlu sentilan dari yang ada di atas untuk membuat sesuatu dikerjakan secara serius, tak melulu berkilah atas nama dana yang terbatas. Dannnnn saya berharap yang menyentil itu cukup yang ada di atas dalam artian yang kedudukannya maksimal setara dengan Presiden. Sebab kalau yang menyentil itu lebih tinggi lagi, yaitu yang berkuasa atas langit dan bumi widiiihhhhhhhhhhhhh betapa menakutkannya .....

Iya ga?