Jumat, 24 Oktober 2008

jenang gulo

jenang gulo,
kowe ojo lali marang aku iki yo kangmas
nalikane nandang susah sopo sing ngancani
dek semono aku tetep trisno lan tetep setyo tho kangmas
dereng nate gawe gelo lan gawe kuciwo

ning saiki,
bareng mukti kowe kok njur malah lali marang aku
sithik-sithik mesti nesu terus ngajak padu (jo ngono ojo ngono)

opo kowe pancen ra kelingan jamane dek biyen tho kangmas
kowe janji bungah susah podho dilakoni ..........


Asli saya langsung jatuh cinta dengan lagu Jawa yang satu ini, sejak pertama kali mendengar ibu saya menyanyikannya di kamar mandi. Eitttt.... jangan salah, suara ibu saya asyik lohhhhh.... tidak terlalu kalah jika ditandingkan dengan Tutty Tri Sedya dalam soal menyanyi keroncong. Percaya? Hohohooho ... coba saja datang ke rumah dan dengarkan ibu saya menyanyi.

Balik ke lagu tersebut yaaaa...... Lagu itu berkisah tentang suara hati seseorang yang merasa pasangannya berubah setelah kurun waktu tertentu. Perubahan yang tentu saja bukan perubahan yang menguntungkan. Karena itu dia 'bersuara', mengingatkan sang pasangan "ingatlah, siapa yang menemanimu di kala hidup susah?".

Ehmmmm .... lagu Jenang Gulo itu langsung muncul di benak saya ketika seorang teman bercerita dia sedang mengurus proses perceraian dengan pasangannya. Alasannya klasik dan selebritis sekali : sudah tidak cocok. Ahhhhh saya tak hendak campur tangan dengan masalah rumah-tangganya. Cuma saya berpikir apa yang dilakukan teman saya jika sang pasangan 'menyanyikan' Jenang Gulo tersebut? Akankah dia berubah pikiran? Entahlah .......

Harus diakui seringkali dalam kesusahan lebih mudah untuk merasakan yang namanya cinta dan kasih sayang. Saya ingat betul ketika keluarga saya mengalami satu kesusahan beberapa tahun yang lalu, mereka-mereka yang mencintai kami sekeluarga berbondong datang mengulurkan tangan dan bantuan. Ahhhhh ....waktu itu susah terasa lebih mudah untuk dihadapi. Malah dalam kesusahan itu saya sempat menemukan cinta baru alias pacar baru ...hehheehehehe.......

Lalu setelah kesusahan pergi dan keriaan datang, hidup berubah menjadi ringan adanya. Saking ringannya hingga tak berasa perlu cinta dari mereka-mereka untuk melakoninya....... Terus lupa ..... Terus 'Jenang Gulo' deh .....

Ahhhhhh ....mungkin memang 'kesusahan' diciptakanNya untuk membuat cinta lekat satu sama lain .... Tapi apakah lalu berarti 'keriaan' diciptakanNya untuk menghancurkan rekatan tersebut? Rasanya tidak seperti itu ..... Cuma kadang kita berpraktek seperti itu. Contohnya paling mudah adalah saya .....karena saya putus dengan dia yang saya temukan di kala susah itu pada saat saya dalam keriaan. Eittttttttttt ...tunggu dulu ....... tapi saya memutuskannya karena dia berselingkuh terhadap saya ! Sooooooo ..... apakah saya termasuk yang harus di-Jenang Gulo?

Rabu, 22 Oktober 2008

Memasak ....... Mau?

Memasak ..... ehmmm terus terang saya termasuk perempuan yang tidak cukup sering memasak. Saya lebih suka menggunakan kata 'sering' ketimbang kata 'suka'. Sebab saya sendiri tidak cukup bisa memahami diri saya, apakah saya termasuk golongan perempuan yang mencintai kegiatan itu atau tidak. Tapi jujur, semasa kecil dengan tegas saya mengambil sikap membenci kegiatan tersebut karena menurut saya terlalu perempuan, terlalu domestik. Setiap kali ada pembagian pekerjaan rumah, saya lebih memilih mengepel, menyetrika, mencuci, dan bahkan pernah lebih memilih membersihkan genteng rumah dari debu gunung Kelud ketimbang mengupas bawang merah di dapur. Mungkin inilah pernyataan politik saya di masa kecil ...hihiiihihi ..... dan pernyataan politik ini ditanggapi dengan adem ayem oleh orang-tua saya. Hehhehehe pengertian sekali kan?

Selepas kuliah (semasa menganggur) saya sempat terpaksa memasak karena mesti tinggal berdua saja dengan abang saya. Dan lucunya, dialah orang pertama yang mengajari saya cara menanak nasi. Dan dia juga yang membuat saya merasa tidak berguna karena tidak bisa memasak. Sebenarnya dia tidak melakukan apa-apa. Dia malah sakit. Dan saya merasa menjadi manusia tidak berguna karena tidak bisa memberi makanan yang layak kepada si sakit hanya karena satu alasan : tidak bisa memasak! Sejak itu saya bertekad untuk bisa memasak. Bundel resep masakan ibu saya mulai saya bolak balik. Saya ingat sekali masakan yang pertama saya buat adalah sop. Dan saya hampir menangis karena abang saya memakan masakan itu dengan lahap, seolah tak ada cacat didalamnya. Setelah itu, selama hampir setahun saya memfungsikan diri sebagai tukang masak, dengan rela dan senang. Saya mulai mengerti ternyata mengatur menu setiap hari itu bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi jika dananya terbatas ....hahahahhahaa ..... Tapi tak pelak selama kurun waktu sekitar setahun itu, saya menemukan hal menyenangkan dalam kegiatan yang sempat saya benci.

Tapi walau sudah menemukan keindahan dari memasak, tapi sampai saat ini saya tetap merasa tak enak hati setiap kali orang (baca: laki-laki) menganggap memasak adalah kewajiban (baca: kodrat) perempuan. Apalagi ketika itu diucapkan hanya semata berdasar atas gender. Kalau memang memasak bagian dari kodrat perempuan, berarti para chef yang laki-laki itu menyalahi kodrat mereka sebagai laki-laki dong...!

Oh iya, setelah lama tidak memasak (karena tinggal sendiri membuat saya memilih praktisnya saja), tempo hari saya tergelitik untuk mengecek kemampuan saya. Saya mencoba memasak pepes udang campur tahu yang terpaksa dimodifikasi sedikit karena tidak ada daun pisang. Hasilnya? Hahahahah ....secara rasa tidak mengecewakanlah ....tapi secara penampilan cukup amburadul karena wadah plastik yang saya gunakan untuk pengganti daun pisang membuat air yang ada di dalam pepes tidak menguap keluar ketika saya mengukusnya. Hasilnya ...ehmmmm tidak cukup layak untuk mendapat sebutan sebagai pepes. Tapi jangan salah, rasanya ehmmmm...... two thumbs up! Hehehehehe .....

Lalu tempo hari saya menyadari satu lagi keindahan memasak. Kali ini kakak perempuan saya yang secara tidak sengaja membuka mata saya. Saya sedang pulang kampung menengok orang-tua ketika dia telepon dari Kyoto. Satu pertanyaan sederhana dengan enteng keluar dari mulutnya "Ibu masak apa hari ini? Aku kangen masakan ibu...." Suaranya terdengar agak sendu. Padahal biasanya dengan suara riang dia bercerita apa saja yang ditemuinya di negara itu karena dialah orang pertama dalam keluarga kami yang menginjakkan kaki di negara itu. Kali yang keluar dari mulutnya bukan laporan pandangan mata yang bergelora, tapi justru melankoli yang remeh. Ibu saya memang tipikal ibu rumah tangga yang memanjakan keluarganya dengan masakan. Dengan masakannya, ibu saya memanjakan dan mengikat hati kami semua, termasuk cucu-cucunya yang walau kadang kepedasan tapi selalu minta porsi lebih. Karenanya pantas saja kakak saya jadi terkenang-kenang masakan ibu.

Ehmmmmm ..... orang bilang memasak itu bisa jadi senjata ampuh. Banyak negosiasi hal penting dilakukan di meja makan, mulai dari negosiasi bisnis sampai politik. Memasak bisa membantu memenangkan hati orang lain. Hitung saja berapa banyak ibu-ibu yang memenangkan seluruh hati suami dan anak-anaknya hanya dengan masakan sederhana dengan cita rasa khas. Konon cinta mampu memberi rasa pada masakan. Masakan yang dibuat denga cinta luar biasa akan terasa sedap. Mungkin tidak secara sempurna sedap di lidah, tapi sedap karena mereka yang tercinta pun akan menghargai kerja keras yang dilakukan untuk membuat masakan tersebut.

Ehmmmmm ...... saya jadi kepingin rajin memasak lagi. Bukan karena persetujuan atas pernyataan memasak adalah kodrat perempuan, tapi karena saya tahu pasti indah adanya ketika bisa membuat orang-orang tercinta terbahagiakan dengan masakan yang saya buat.


Minggu, 12 Oktober 2008

Film di televisi

Tahu enggak ...? Saya sedang jengkel dengan yang namanya televisi. Kenapa? Karena mereka berulang-ulang menayangkan film yang sama! Pernah menghitung berapa kali Kate Winslet dan Leonardo Dicaprio ber-Titanic di televisi kita? Ohhhhh ....asli saya sampai bosan sekali menonton mereka berdua berdiri merentang tangan di kapal besar itu. Saking bosannya, saya selalu langsung mengganti channel begitu melihat judulnya. Pernah menghitung berapa kali mas Keanu Reeves menongolkan wajah gantengnya lewat Speed dan trilogi matrix? Lalu hitung juga berapa kali aneka laki-laki Bond pamer kejantanan mereka layar gelas. Terus, hitung pula film-film Jacky Chan, Bobo Ho, Chow Yun Fat, Shahrukh Kahn, Steven Seagal, Jean Claude van Damme, dan Trio Warkop. Pasti deh sampai pegel ngitungya tapi mereka tetap wira-wiri dengan judul film yang itu-itu saja.

Tahu sihhhhh ....kalau untuk menayangkan film di televisi itu butuh dana yang besar, termasuk untuk membeli hak tayang film siarnya atau royaltinya atau apalah namanya. Cumaaaa..... saya merasa aneh juga jika pihak televisi menghilangkan pikiran sehat mereka bahwa penonton tidak akan bosan menonton film yang sama berulang-ulang. Apa mereka tidak berpikir bahwa romansa Winslet dan Dicaprio bisa saja menjadi basi, tak peduli berapa Oscar yang berhasil mereka kumpulkan.

Memang adakalanya sebuah film bisa membuat saya berniat menontonnya berulang kali. Sebut saja English Patient, Thin Red Line, Scent of A Woman, Godfather, Sleepers, Saving Private Ryan, dan Children of Heaven. Bahkan mata saya tetap berair ketika melihat Alpacino berteriak putus asa "im in the dark now!" di Scent of A Woman, tak peduli berapa kali saya menontonnya.

Tapiiiiiiiiiiiiiiii .....sebagus apapun suatu film tapi kalau disajikan berulang-ulang cuma dengan mengganti tema penyajian tetap saja bagi saya merupakan satu pendzoliman terhadap penonton. Memang sihhhh tinggal pencet remote contol terus ganti stasiun televisi yang lain. Tapi apa tidak seperti berada di neraka tuh kalau ternyata begitu ganti ke channel yang lain ternyata stasiun yang lain itu juga sedang melakukan hal yang sama dengan judul film yang berbeda. Ehmmmm .....alamakkkkkkk ......

Ya memang sihhhh penonton haus hiburan...tapi kalau hiburan yang didapat cuma itu-itu saja, sampai hapal jalan ceritanya, ya capek dehhhhhhhh ......

Sabtu, 04 Oktober 2008

lebaran

Semoga kita termasuk orang-orang yang 'berhasil' di Ramadhan tahun ini dan kelak dipertemukanNya dengan Ramadhan-Ramadhan berikutnya. Amin.

Mohon maaf lahir dan batin.

:-)