Minggu, 06 Januari 2008

commander in chief ....

Suka nonton Commander In Chief? Saya termasuk yang suka menonton akting Geena Davis dkk itu dan juga rela menunda kantuk di tengah malam cuma sekedar untuk satu episode tentang bagaimana presiden perempuan itu memimpin Amerika.


Presiden perempuan. Pertama kali melihat promo tentang serial itu saya langsung tertarik. Alasannya ya itu tadi : presiden perempuan. Bahkan untuk sebuah negara sebesar dan sedemokrat Amerika, ide tentang seorang presiden berjenis kelamin perempuan rasanya tetap luar biasa bagi saya. Tak peduli bahwa Amerika adalah gudangnya kaum feminis dan selalu mengklaim dirinya sebagai negara yang menjunggung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya kesetaraan gender. Tapi toh dalam sejarah Amerika belum pernah ada seorangpun perempuan yang berhasil menjabat jadi presiden. Ketika masa pemilu Clinton beredar rumor bahwa dengan memilih Clinton rakyat Amerika otomatis mendapatkan Clinton dan Hillary. Artinya Hillary tidak akan hanya sebagai ibu negara yang pasif tetapi lebih sebagai think tank untuk Clinton sendiri dan ini diakui sebagai benefit bagi rakyat Amerika. Sebuah bentuk pengakuan atas kemampuan dan kehebatan seorang perempuan tentu saja. Dibandingkan Amerika sebenarnya kita boleh sedikit berbangga, karena sejarah Indonesia telah mencatat satu presiden perempuan, yaitu ibu Megawati. Jika Mackenzie Allen mengangkat sumpah setelah Presiden Teddy Bridges meninggal, maka ibu Mega naik podium setelah Gus Dur dengan terpaksa harus meninggalkan kursinya. Tapi tentu saja tidak bisa membandingkan seorang Mackenzie Allen yang fiktif dengan ibu Mega yang riil.


Perempuan. Jelas perempuan sangat berbeda dengan laki-laki. Baik secara postur maupun secara mental. Alasannya? Yaaa karena Tuhan menggariskannya seperti itu, karena lingkaran kehidupan membutuhkan bermacam perbedaan. Dan tentu tak ada yang salah dengan perbedaan itu. Seperti juga tak salah Tuhan memberikan otak pada manusia sebagai alat untuk berpikir. Lalu manusia membuat definisi dan penafsiran tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Sebagian benar dan menempatkan perempuan pada posisi yang tepat. Sedangkan sebagian lagi menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua. Sayang sekali .... padahal jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Berarti secara sumber daya, energi perempuan potensial untuk dimanfaatkan, terlalu sayang untuk dipinggirkan cuma berdasar ketidakpercayaan.

Di sisi perempuan, ada keinginan kuat untuk memperlihatkan eksistensinya. Pendidikan bisa mencetak perempuan cerdas dan tangguh yang kuat bersaing dengan laki-laki. Berdiri sejajar dengan laki-laki adalah satu kebanggaan, walau untuk sampai di posisi seperti itu seringkali banyak hal dikorbankan. Dan jadilah mereka perempuan-perempuan yang hebat di bidangnya masing-masing. Ada yang jadi pebisnis ulung. Ada yang jadi tokoh politik. Ada yang ilmuwan kampium. Ada yang ..... Ada yang ...... Banyak sekali..... Salut untuk mereka.


Lalu saya teringat ibu saya. Seorang ibu rumah tangga sederhana yang berusaha membahagiakan suami dan anak-anaknya lewat makanan yang dimasak dengan tangannya sendiri, yang melindungi keluarganya dengan kata-kata nasehat dan larangan (yang sering saya anggap sebagai satu kecerewetan), yang merawat semuanya dengan kelembutan luar biasa, yang rela bertukar nyawa kapan pun jika kita meminta, yang tidak meminta tanda jasa untuk semua yang telah dilakukan, dan yang yang lainnya yang tak akan mudah untuk dihitung dan ditimbang.


Berapa banyak perempuan sederhana seperti ibu saya? Saya tak tahu angkanya tapi saya tahu pasti lebih banyak jika dibandingkan jumlah perempuan-perempuan cerdas tangkas yang dihormati karena menjadi pebisnis, politikus, dokter, pilot, ilmuwan, dsb. Perempuan sederhana seperti ibu saya tentu beda dengan perempuan-perempuan 'hebat' itu. Tapi saya tak akan bilang perempuan sederhana itu kalah dibandingkan dengan kaum cerdas tangkas itu. Sama sekali tidak. Mereka adalah perempuan-perempuan yang hebat dengan caranya sendiri. Tak akan saya menafikan hal itu.


Dalam satu tayangan televisi, seorang BJ Habibie yang tersohor berkata bahwa dibalik seorang laki-laki yang sukses pasti ada perempuan yang hebat yang mendukung. Saya benar-benar kepingin tahu bagaimana perasaan ibu Ainun Habibie ketika mendengar suaminya berbicara seperti itu. Banggakah? Bahagiakah? Menangis terharukah? Apapun reaksinya, tapi saya berharap lebih banyak laki-laki 'jantan' seperti BJ Habibie yang dengan enteng mau mengakui ada perempuan hebat dibalik kesuksesannya. Karena dengan pengakuan sederhana seperti itu maka tak perlu lagi semua perempuan berlomba menjadi seorang Mackenzie Allen.......


I love u, Mom .... Saya tak akan ada dan menjadi seperti ini tanpamu..... Terima kasih .....