Senin, 30 November 2009

Rumah Idaman

Anda sudah punya rumah? Kalau jawabannya sudah, saya ucapkan selamat. Sedangkan kalau belum, ehmmmm mari terus berjuang bersama-sama, karena saya juga belum berhasil memilikinya :-)


Rumah. Katanya sih termasuk kebutuhan primer, karena merupakan tempat berlindung dari panas, hujan, dingin, mara bahaya, dsb. Sedangkan kalangan yang lain menganggapnya sebagai kebutuhan sekunder karena kebutuhan primernya sudah terlampaui jadi tinggal mencari rumah untuk investasi. Ehmmmmmm ....... Dan terus terang saya iri dengan kalangan yang kedua ini, karena sampai detik ini saya masih tinggal di kamar kos dengan daerah kekuasaan seluas 7,5 m2.


Sejatinya, dulu saya pernah membuat denah dan sketsa rumah idaman saya. Waktu itu saya baru saja melepas titel sebagai mahasiswa yang notabene penangangguran, berganti menjadi karyawan swasta. Saya buat denah dengan gaya apartemen kelas studio karena saya pikir kemampuan awal saya pastilah hanya rumah kecil. Sekarang setelah bertahun-tahun belum juga tercapai, saya tak tahu dimana desain tersebut saya simpan. Mungkin malah sudah terbuang hhahahahaaha......


Rumah. Ehmmmm .... tempo hari saya ikut seorang teman survei rumah. Teman saya ini termasuk dalam kategori kalangan kedua alias membeli rumah lebih untuk investasi. Jadi ikutlah saya keluar masuk rumah tipe menengah hingga atas. Hasilnya? Ehmmmm ....ya jelas ngilerlah saya! Hhahaahahahha ..... Ketika menjajal masuk ke rumah berharga hitungan milyar rupiah, saya berpikir perlukan saya bermimpi untuk sebuah rumah seperti ini, sementara yang 21 m2 saja belum tercapai? Tapi dasar saya pemimpi, maka bertambahlah mimpi saya .... hhahhaahhaa


Rumah...ahhhhh saya jadi ingat satu hal. Seorang teman sempat menuduh saya sok ketika saya bilang lebih ingin tinggal di apartemen daripada di landed house. Mereka bilang saya sok 'Friends'. Ehmmmmm ...sebenarnya bukan itu alasannya walau memang saya cukup gandrung dengan serial Hollywood itu. Saya lebih berpikir karena rasanya hampir tak ada jengkal tanah di Surabaya yang tidak terkena banjir. Kalaupun ada yang tidak kebanjiran tapi pasti rute menuju ke daerah tsb yang kebanjiran. Jadi rumahnya tidak banjir tapi tetap dikelilingi banjir. Pasti akan sama repotnya kan? Itulah Surabaya. Tidak bermaksud menjelekkan kota tempat saya mencari nafkah jika saya berkata demikian. Ini soal kenyataan. Jadi karena kenyataan itulah saya berpikir saatnya untuk digalakkan hunian masal vertikal seperti rumah susun, flat, apartemen, atau jenis yang lain. Memaksa membuat landed house cuma akan membabat tanah resapan air. Itupun masih ditambah dengan ketidakpedulian developer untuk membuat sistem pengaliran air yang baik. Kalau sistem pengaliran air saja tidak direncanakan dan dibuat secara baik, tentu tak bisa berharap banyak untuk masalah resapan air. Jadi menurut saya, dengan kondisi Surabaya yang makin lama makin tak lebih 'sehat' itu, pilihan tinggal di hunian masal vertikal sangat masuk akal. Paling tidak kalau banjir sampai setinggi satu meter, tinggal di lantai dua masih amanlah. Lantas seorang teman nyeletuk,” iya kalau banjir, kalau gempa bagaimana?” Nah lho ..... ya bangunannya harus dibuat yang aman buat gempa dong...... Teman yang nyeletuk tadi cuma geleng-geleng karena katanya banyak korupsi di proyek dengan cara mengurangi spesifikasi bangunan secara diam-diam. Ehhmmmmmm ...jadi bagaimana dong? Perlukah saya mengkandaskan cita-cita untuk tinggal di apartemen? Teman saya yang lagi-lagi menjawab. Katanya, yang penting nekad dulu beli, tak peduli berapapun uang di kantong. Sebab harga tanah dan rumah tak akan pernah turun kecuali ada bencana macam lumpur Lapindo. Jadi kesimpulannya, mau landed house ataupun apartemen, yang penting : BELI SEKARANG! Caranya? BERHUTANG! Ehmmmm ..... ya ya ya ...