Lebaran sebentar lagi tiba. Kemarin ketika lewat pertokoan terlihat jelas
betapa toko yang penuh pengunjung adalah toko pakaian dan emas. Dari dulu
selalu begitu. Lebaran identik dengan baju baru yang melekat di badan.
Sementara perhiasan emas dimaksudkan untuk melengkapi penampilan dengan baju
baru itu. Jujur saya termasuk yang sinis memandang kebiasaan soal emas itu
sebagai hal pamer yang tak bermanfaat. Ah sudahlah, biar saja, toh apa urusan
saya wong mereka beli juga pakai duit mereka sendiri.
Nahhhh kalau soal baju baru lain soal. Saya tak memandang miring hal itu
kendati suka jengkel juga pada mereka yang memaksakan diri demi sehelai baju
baru. Saya sendiri bukan termasuk yang mewajibkan diri pakai baju baru di hari
lebaran. Dulu di masa kecil, berlebaran tanpa baju baru sungguh hal lumrah yang
sering berulang. Tapi tetap saya mengingat momen ketika baju baru itu hadir. Saya
ingat sekali ibu beberapa kali memesankan baju kembar untuk saya dan kakak
perempuan. Salah satunya berwarna hijau yang hampir seperti hijau botol dengan
motif polka dot putih. Modelnya rok terusan lebar yang panjangnya sedikit di
atas lutut, berlengan pendek gembung dan ada pecah model di bagian dada. Itu salah
satu baju favorit saya. Dari sekian kali event kembar dengan kakak, hanya rok
hijau polkadot itu yang sampai sekarang masih saya ingat.
Lalu datang masa ketika baju baru adalah sesuatu yang tak selalu datang
bersama Lebaran. Waktu itu dimulai ketika saya kisaran Sekolah Dasar. Baju Lebaran
tak datang tiap tahun, lebih sering absennya. Dan kalaupun datang sering mepet
sekali hadirnya. Pernah ibu baru menggiring kami ke toko pakaian di malam
takbir. Tentu bukan hal yang menyenangkan karena malam tersebut toko pakaian
luar biasa penuh sehingga susah untuk memilih dan juga sisa stok yang ada juga
sudah terbatas. Dan keesokan harinya saya mengenakan baju baru tanpa dicuci
ataupun disetrika terlebih dahulu. Terus ada lagi satu fenomena yang
mengingatnya ketika dewasa membuat saya trenyuh. Fenomena mengkredit baju
lebaran. Yessss .... sampai sekarang sebenarnya masih ada fenomena tersebut.
Saya ingat ibu membelikan kami baju lebaran dari tetangga yang menjual baju
anak-anak secara kredit, alias mengangsur. Saya ingat betul rok saya yang
berwarna merah muda bergaris putih dengan gambar tokoh Disney termasuk dalam
fenomena tersebut. Dan keesokan harinya ketika bersalam dengannya, si penjual
yang notabene tetangga memuji saya tampak cantik dengan baju itu.... Malu sebenarnya
karena waktu itu saya sudah cukup umur untuk mengerti baju yang saya kenakan
belumlah lunas.
Menginjak masa remaja, baju lebaran semakin jarang datang. Malah bisa
dibilang nyaris tak pernah datang. Tapi kami menganggap itu hal lumrah, hasil
seringnya berlatih di masa lalu.... hehehehhe..... Malah saya mulai menganggap
kebiasaan berbaju baru di hari lebaran sebagai hal kekanak-kanakan yang tak
penting. Saya malah cenderung menolak ketika akhirnya ibu ada dana untuk baju
baru di akhir Ramadan. Alasannya apalagi kalau bukan malas berdesak-desakan di
toko pakaian lalu mengantri di kasir cuma demi sehelai baju baru. Dan ternyata
kemalasan itu berlanjut sampai sekarang. Tak pernah rasanya punya keinginan
kuat untuk membeli baju baru untuk lebaran, bahkan ketika dompet penuh dengan
uang THR sekalipun. Saya justru cenderung menghindari toko pakaian. Kalaupun terpaksa
harus mengantarkan teman ke mall untuk keperluan itupun saya tetap tak tertarik
untuk ikut membeli. Malah jadi muak melihat antrian yang mengular di depan
kasir. Alhasil lebaran saya tak pernah identik dengan baju baru. Seorang teman
pernah bertanya apa susahnya membeli sehelai baju untuk memberi penghormatan
pada sebuah lebaran? Ehmmm.... iya ya, apa susahnya coba? Toh kalau niat juga
bisa dibeli di awal-awal Ramadan agar tak perlu ngantri dan desak-desakan.
Tapiiii.... kok tetap saja saya tak tergerak ya....? Saya selalu saja merasa cukup
puas mengenakan baju lama yang ada. Kadang datang juga omelan dari ibu. Tapi ya
bagaimana lagi wong nggak kepengen?
Eh tapi tahun ini saya beli baju baru lhoooooo.... Sehelai kemeja. Belinya di
online shop. Jadi tak perlu berdesakan dan mengantri. Bayarnya juga cash pakai
transfer, tidak ala-ala mengangsur. Tapi setelah membayarnya saya berdoa semoga
kemudahan tersebut tak membuat ketagihan pengen baju baru terus.......
Eid Mubarak, everyone :D
Mohon maaf lahir dan batin.