Kamis, 15 Juli 2010

Jauh di Mata, Dekat di Hati (baca : Handphone)

Handphone..... ehmmmm ini salah satu produk teknologi yang menurut saya sangat revolusioner ... Revolusioner dalam artian mampu mempengaruhi bahkan mengubah gaya dan cara hidup manusia. Dulu sebelum ada yang namanya handphone hubungan jarak jauh antar manusia saya rasa tidak seintens sekarang. Dan kita pun lebih gampang 'bersembunyi'. Sekarang .... ehmmmm susahnya 'bersembunyi' dari yang namanya panggilan telepon. Sebab semua orang sudah membangun akses langsung pada dirinya dengan yang namanya handphone. Jadi sebenarnya secara sengaja kita membuka area pribadi. SECARA SENGAJA. Jadi bagi saya tidak sepenuhnya tepat jika dibilang handphone mendobrak area privat. Karena bukankah kita sendiri yang dengan sadar membeli handphone dengan alasan kebutuhan?

Nahhhhhhh handphone dan internet menurut saya produk teknologi yang membuat orang lebih suka berhubungan dengan mereka yang jauh dari pada dengan mereka yang ada di sampingnya. Benar tidak? Pokoknya menurut saya benar.... hehheheheh ... Ya bagaimana tidak, wong ketika duduk di bis saya lebih asyik bertukar SMS dengan teman saya ketimbang menyapa orang di sebelah saya. Penumpang yang lain juga asyik masyuk dengan handphone-nya, entah itu untuk chatting, telepon, mendengarkan musik, atau ber-SMS seperti saya. Tempo hari ketika duduk di ruang tunggu dokter, sahabat saya juga lebih memilih chatting melalui Blackberry dengan teman-temannya yang nun jauh disana ketimbang bercakap dengan saya yang persis di sebelahnya. Di kesempatan yang lain saya juga lebih suka membuka yahoo messenger dan mengobrol ngalor ngidul dengan teman-teman di belahan bumi yang lain ketimbang bertandang ke teman kos yang ada di sebelah kamar saya. Dan adalah satu pemandangan yang sangat jamak bahwa saya dan teman duduk bersebelahan; cuma berjarak paling jauh 30 centimeter; tanpa bercakap, hanya fokus ke layar monitor kami masing-masing. Ironisnya saat itu masing-masing kami sedang bertukar cerita dengan orang-orang yang 'maya' dan saling mengabaikan yang 'riil' yang tepat di sebelah. Ahhhh satu lagi, sebelum tidur saya rela-rela saja mengobrol dengan seorang teman yang beratus kilometer jauhnya dari saya. Padahal selama ini saya selalu menolak punya teman sekamar. Padahal kalau punya teman sekamar kan ngobrolnya tidak perlu pakai keluar uang pulsa.....

Seorang sahabat bilang Blackberry membuatnya autis. Maksudnya, dia jadi tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya ketika di tangannya ada perangkat canggih itu. Sebab dia bakal langsung sibuk dengannya. Berarti lebih enak berhubungan dengan orang yang jauh dari kita? Untuk pertanyaan ini sahabat saya tidak bisa memberikan jawaban pasti. Dia bilang kebetulan teman-teman akrab tempat berbagi cerita umumnya ada di luar kota. Tapi kemudian dia mengaku bahwa sebagian besar dari teman ngobrol itu didapatnya dari internet dan sebagian belum pernah bertemu muka. Nah kannnnnnnn ..... Berarti berhubungan dengan yang jauh lebih menyenangkan dari pada dengan yang ada di dekat?

Never talk to stranger. Begitu kata bule. Cuma sebenarnya menurut saya ungkapan ini tidak terlalu mengakar di kebiasaan kita. Seorang teman bule malah pernah bilang orang Indonesia itu cenderung bersikap siap menolong ketika ada orang asing di lingkungannya. Atau mungkin karena dia orang asing dalam arti yang sebenarnya sehingga orang-orang yang ada di sekitarnya berusaha bersikap manis ya? Hehehheheheh .... negative thinking nehhhhh .... Maaf ..... Sooooo .... sebenarnya kenapa jadi ada kecenderungan lebih suka berasyik-asyik dengan yang jauh? Kalau dibilang karena 'never talk to stranger' toh sudah dipatahkan dengan pendapat teman bule saya tadi kan ......

Ehmmmm .... perkembangan teknologi memang seperti pisau bermata dua. Satu sisi menguntungkan, sisi lain bisa merugikan. Jadi apakah kecenderungan jadi intens berhubungan dengan yang jauh-jauh ini sisi merugikan? Ehmmmm ... mungkin tidak bisa serigid itu ya. Salah satu alasannya saya ambil dari kalimat yang selalu didengungkan oleh Bapak saya : Indonesia itu luas. Jadi teknologi telekomunikasi yang baik tentu sangat dibutuhkan. Salah satu maksudnya adalah untuk menjalin persatuan dan kesatuan .... (ehmmmmm ... pelajaran Pendidikan Moral Pancasila neh). Nahhhhh ... kalau alasan dari teman saya : agar roda bisnis berjalan lancar. Maksudnya, semua provider berlomba memberi tarif murah alias perang harga untuk menarik pelanggan. Kalau tidak ada yang terpancing untuk memanfaatkan bukankah roda bisnis akan berhenti? Nah kalau sudah begitu berapa jiwa yang rugi karena kehilangan pekerjaan? Ehmmmmm .... masuk akal dehhhh.....

Jadi benar juga ya ungkapan jauh di mata dekat di hati..... Atau karena perkembangan teknologi perlu diganti menjadi jauh di mata dekat di handphone?