Selasa, 10 Juli 2012

Dokter


Minggu kemarin bapak saya harus tinggal lima hari penuh di rumah sakit karena hipertensi. Dan kami anak-anaknya; saya dan dua kakak;  yang tak lagi tinggal sekota dengan beliau bergegas-gegas pulang kampung. Jujur, lega sekali saya ketika melihat beliau cukup segar di ranjang rumah sakit dan semua fungsi tubuh masih berjalan normal. Padahal sebelumnya dokter sempat memberi ‘warning’ bisa jadi gejala awal stroke. Alhamdulillah segera mendapat penanganan dan tension headache akibat hipertensi itu tidak menjadi hal yang lebih buruk.

Setiap kali ada anggota keluarga yang sakit, selalu terselip penyesalan di hati saya, kenapa dulu tidak menjadi dokter saja. Dan rupanya kakak perempuan saya yang dulu mengambil jurusan biologi semasa SMA juga memikirkan hal yang sama. Iya ya ...kalau ada yang jadi dokter kan enak? Begitu saya dan kakak ‘grenengan’. Ya memang enak sih .... Bisa ditangani dokter yang notabene keluarga sendiri ... Lebih nyaman... Lebih percaya .... dan tentu saja lebih murah .... hehhehehehehe....

Saya pernah sihhh punya cita-cita jadi dokter. Dulu semasa kanak-kanak. Setelah SMP dan SMA saya menyadari betul profesi itu tidak cuma butuh otak encer, tapi juga hati dan duit. Sementara secara otak yaaaaaa isi kepala saya rasanya kok tidak kuat untuk bertarung memperebutkan bangku kuliah di PTN. Sementara untuk masuk ke PTS saya rasanya sudah silau dengan biayanya. Jaman SMA saya pernah dengar bahwa untuk masuk FK di PTS biaya setara dengan satu mobil ambulans. Lha bapak saya saja belum mampu beli mobil, masa’ saya harus membebaninya untuk membeli ambulans? Heheheheheh ..... Jadi saya lupakan semuanya. Dan sebenarnya juga karena pada masa SMA itu saya sungguh tergila-gila dengan gambar teknis (setelah menemukan diri tak berbakat dalam hal gambar senirupa). Maka profesi dokter tak masuk dalam ambisi saya. Apalagi setelah saya menemukan kesenangan dalam hal gambar-menggambar desain yang seperti dugaan saya memang mengasyikkan.

Nah, berarti seharusnya saya tidak boleh menyesal dong ..... Menyesal tidak sih .... Cuma kepikir selintas. Apalagi semua orang tua pasti bangga melihat anaknya berjas lab putih, menyandang stetoskop, dan menolong banyak orang seperti itu. Sungguh menyenangkan bukan? Seorang teman bilang, dokter tidak akan ditolak oleh calon mertua manapun .... hahahahahaa.... Jujur, yang ini saya sungguh percaya. Kendati profesi dokter konon bukan jaminan akan diikuti dengan kekayaan materi, toh dari awal secara fungsi dan penampilan sudah membanggakan. Pokoknya kereeeeennnnn .....

Pas saya berpikir tentang profesi mulia nan keren ini, seorang dokter yang saya ikuti akun twitter-nya bercerita soal serba-serbi masuk FK. Katanya bisa mahal, tapi bisa murah juga, bahkan gratis. Tergantung seberapa besar kapasitas otak kita dan seberapa keras kita berusaha. Nah nah nah.... berarti ada jalan untuk bisa jadi dokter dengan gratis lhoooooo .... Wahhh andai info ini saya dapat pas jaman SMA dulu mungkin saya sudah berbaju lab putih, menenteng stetoskop, dan menolong orang-orang sakit .... ahhaahhahaha.....

Oh iya, ngomong-ngomong saya baru menyadari bahwa Pak Dokter yang menangani hipertensi bapak saya ternyata punya senyum polos yang aduhai. Saya jadi tambah mahfum dengan pernyataan teman saya. Lha calon mertua mana yang sampai hati menolak dokter dengan senyum indah seperti itu? Hahhaaha..... Btw, makasih ya Dok, sudah merawat bapak saya .....