Minggu
kemarin bapak saya harus tinggal lima hari penuh di rumah sakit karena
hipertensi. Dan kami anak-anaknya; saya dan dua kakak; yang tak lagi tinggal sekota dengan beliau
bergegas-gegas pulang kampung. Jujur, lega sekali saya ketika melihat beliau
cukup segar di ranjang rumah sakit dan semua fungsi tubuh masih berjalan
normal. Padahal sebelumnya dokter sempat memberi ‘warning’ bisa jadi gejala
awal stroke. Alhamdulillah segera mendapat penanganan dan tension headache
akibat hipertensi itu tidak menjadi hal yang lebih buruk.
Setiap kali
ada anggota keluarga yang sakit, selalu terselip penyesalan di hati saya,
kenapa dulu tidak menjadi dokter saja. Dan rupanya kakak perempuan saya yang
dulu mengambil jurusan biologi semasa SMA juga memikirkan hal yang sama. Iya ya
...kalau ada yang jadi dokter kan enak? Begitu saya dan kakak ‘grenengan’. Ya
memang enak sih .... Bisa ditangani dokter yang notabene keluarga sendiri ...
Lebih nyaman... Lebih percaya .... dan tentu saja lebih murah ....
hehhehehehehe....
Saya pernah
sihhh punya cita-cita jadi dokter. Dulu semasa kanak-kanak. Setelah SMP dan SMA
saya menyadari betul profesi itu tidak cuma butuh otak encer, tapi juga hati
dan duit. Sementara secara otak yaaaaaa isi kepala saya rasanya kok tidak kuat
untuk bertarung memperebutkan bangku kuliah di PTN. Sementara untuk masuk ke
PTS saya rasanya sudah silau dengan biayanya. Jaman SMA saya pernah dengar
bahwa untuk masuk FK di PTS biaya setara dengan satu mobil ambulans. Lha bapak
saya saja belum mampu beli mobil, masa’ saya harus membebaninya untuk membeli
ambulans? Heheheheheh ..... Jadi saya lupakan semuanya. Dan sebenarnya juga
karena pada masa SMA itu saya sungguh tergila-gila dengan gambar teknis
(setelah menemukan diri tak berbakat dalam hal gambar senirupa). Maka profesi
dokter tak masuk dalam ambisi saya. Apalagi setelah saya menemukan kesenangan dalam
hal gambar-menggambar desain yang seperti dugaan saya memang mengasyikkan.
Nah,
berarti seharusnya saya tidak boleh menyesal dong ..... Menyesal tidak sih ....
Cuma kepikir selintas. Apalagi semua orang tua pasti bangga melihat anaknya
berjas lab putih, menyandang stetoskop, dan menolong banyak orang seperti itu.
Sungguh menyenangkan bukan? Seorang teman bilang, dokter tidak akan ditolak
oleh calon mertua manapun .... hahahahahaa.... Jujur, yang ini saya sungguh
percaya. Kendati profesi dokter konon bukan jaminan akan diikuti dengan
kekayaan materi, toh dari awal secara fungsi dan penampilan sudah membanggakan.
Pokoknya kereeeeennnnn .....
Pas saya
berpikir tentang profesi mulia nan keren ini, seorang dokter yang saya ikuti
akun twitter-nya bercerita soal serba-serbi masuk FK. Katanya bisa mahal, tapi
bisa murah juga, bahkan gratis. Tergantung seberapa besar kapasitas otak kita
dan seberapa keras kita berusaha. Nah nah nah.... berarti ada jalan untuk bisa
jadi dokter dengan gratis lhoooooo .... Wahhh andai info ini saya dapat pas
jaman SMA dulu mungkin saya sudah berbaju lab putih, menenteng stetoskop, dan
menolong orang-orang sakit .... ahhaahhahaha.....
Oh iya,
ngomong-ngomong saya baru menyadari bahwa Pak Dokter yang menangani hipertensi
bapak saya ternyata punya senyum polos yang aduhai. Saya jadi tambah mahfum
dengan pernyataan teman saya. Lha calon mertua mana yang sampai hati menolak
dokter dengan senyum indah seperti itu? Hahhaaha..... Btw, makasih ya Dok,
sudah merawat bapak saya .....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar