Seorang sahabat pada satu
kesempatan kumpul-kumpul menyatakan dirinya akan maju jadi caleg pada Pemilu
tahun depan. Dan saya terperangah. Heran, juga kaget. Karena menurut saya
menjadi anggota legislatif bukanlah cita-cita dan profesi yang umum. Aneh ya kalau
saya pakai kata ‘umum’. Apa ya, menurut saya tidak umum karena rasanya belum
ada bocah TK yang ketika ditanya gurunya ingin menjadi apa kelak terus menjawab
“mau jadi anggota DPR, Bu Guru”. Hehheheheeh .... alasan konyol ya? Tapi memang
itu yang terbersit di benak saya. Dan alasan kedua, karena menjadi anggota
legislatif menurut saya bukanlah profesi yang layak diidamkan jika maksudnya
untuk mencari kekayaan. Sebab bagi saya menjadi anggota legislatif itu lebih
sebagai pengabdian ketimbang profesi. Tapi kan mereka digaji, besar pula,
demikian protes sahabat saya yang lain. Jadi menurutnya tidak cukup layak kalau
disebut pengabdian semata. Karena kalau itu wujud pengabdian maka gajinya ga segitu
gede hohah kaleee.... Ini lagi-lagi keluar dari mulut sahabat saya satunya.
OK-lah, akhirnya saya sepakat itu sebuah profesi, sama dengan dokter, tentara,
arsitek, petani, dan lainnya. Baiklah, saya menurut, toh kenyataannya banyak
politisi yang menggantungkan hidupnya dari profesi itu.
Jadi seorang sahabat saya ingin
menjadi anggota legislatif. Saya termenung. Bukan karena saya meragukan
kemampuannya. Saya tahu secara otak dia cukup kompeten. Secara hati juga selama
ini saya merasa dia juga cukup terjaga. Tapi justru yang kedua ini yang
mengganggu saya. Lihat saja apa yang dilakukan oleh para anggota legislatif
itu. Tak jauh-jauh dari masalah uang kotor dengan berbagai bentuk
perwujudannya. Bahkan sebelum mereka terpilih pun konon segala bentuk uang
kotor itu sudah terlibat dalam proses pemenangan. Coba lihat saja betapa berita
di televisi disesaki dengan hal semacam itu. Nah, apa yang dilakukan sahabat
saya ini nanti, baik ketika berusaha meraih cita-citanya maupun jika nanti cita-cita
itu tercapai? Apakah dia akan tetap menjadi orang yang kompeten dan bersih
seperti sekarang? Ah, siapa yang menjamin? Berarti saya ga percaya dengan
sahabat sendiri? Ehmmmmm .... sayangnya saya harus menjawab ya, saya tidak
percaya pada sahabat saya sendiri. Ini masalah uang gitu lhoooooo.... Uang, seperti
semua orang bilang, bisa mengubah banyak hal, termasuk membuat yang baik-baik
jadi enggak karuan.
Tapi kalau bukan orang-orang yang
kompeten dan bersih seperti dia, terus siapa lagi yang harus maju? Ini
pertanyaan sahabat saya yang lain. Iya juga sih, kalau bukan dia bisa jadi
orang yang lebih ga karuan yang bakal maju dan terpilih. Negara ini butuh orang
yang berkualitas, berhati, dan bermoral tinggi untuk ada di atas, begitu
katanya lagi. Ehmmmmm tapi bagaimana kalau dia ternyata tidak bisa jadi sama
seperti sekarang setelah ada di atas nanti? Bukankah sudah banyak contohnya?
Ini ceritanya saya tetap ngotot. Kali ini sahabat saya ganti yang manyun karena
kengototan saya. Lalu kami sama-sama tak berminat meneruskan perdebatan, juga
tak menjanjikan akan mendukung sahabat yang bakal nyaleg tsb. Wis biarin
ajalah, begitu kata sahabat saya tanpa minat.
Korupsi. Ya, itu masalahnya.
Lihat bagaimana mereka yang di atas sana dengan enteng melakukannya, meraup
uang yang sebenar hak orang banyak, tanpa banyak merasa berdosa. Korupsinya sering-sering
berjamaah pula. Sudah gaji tinggi, ga perlu demo kayak buruh setiap kali minta
tambah gaji, ehhhhh masih korupsi pula. Menyakitkan tho? Dannnn.... bagi saya
lebih menyakitkan jika yang melakukan itu adalah mereka yang saya kenal. Sakitnya
berlipat-lipat dah! Coba bayangkan jika suatu saat muncul di televisi
pemberitaan soal korupsi dan pelakunya kita kenal secara personal sebagai
pribadi yang baik dan bersih. Nyesek kan? Sakit hati kan? Pasti deh tidak akan
berhenti dari sekedar ucapan “nggak nyangka ya dia begitu”. Dijamin dah
kecewanya bakal berlipat ganda!
Kali ini teman saya yang mau
nyaleg tadi angkat bicara. “Halooooo... saya belum jadi, belum korupsi, dan
tidak berkeinginan untuk korupsi lhoooo... Kok semua pada bertingkah seakan
saya sudah pasti akan korupsi ya?” Dia mengatakannya sambil tersenyum-senyum. Saya
jadi merasa berdosa. Lalu lanjutnya, “Percayalah, tetap ada orang-orang yang
punya komitmen dan dedikasi untuk menjadikan negeri ini lebih baik. Negara ini
tak akan pernah jadi lebih baik jika semua memilih berada di luar lapangan
saja. Masuk ke lapangan dan buat perubahan!” Lagi-lagi saya diam.
Nah, jadi bagaimana? Ya bagaimana
lagi, saya cuma berharap dia akan tetap pribadi yang saya kenal sekarang,
pribadi yang berniat masuk agar dapat membuat perubahan di atas sana. Ya,
semoga dia kuat untuk mewujudkan itu, ga cuma kayak saya yang bisanya
berprasangka buruk..... hehhehehehehehe ....
2014 segera datang, selamat
berjuang, Sahabat!