Minggu, 03 November 2013

NYALEG

Seorang sahabat pada satu kesempatan kumpul-kumpul menyatakan dirinya akan maju jadi caleg pada Pemilu tahun depan. Dan saya terperangah. Heran, juga kaget. Karena menurut saya menjadi anggota legislatif bukanlah cita-cita dan profesi yang umum. Aneh ya kalau saya pakai kata ‘umum’. Apa ya, menurut saya tidak umum karena rasanya belum ada bocah TK yang ketika ditanya gurunya ingin menjadi apa kelak terus menjawab “mau jadi anggota DPR, Bu Guru”. Hehheheheeh .... alasan konyol ya? Tapi memang itu yang terbersit di benak saya. Dan alasan kedua, karena menjadi anggota legislatif menurut saya bukanlah profesi yang layak diidamkan jika maksudnya untuk mencari kekayaan. Sebab bagi saya menjadi anggota legislatif itu lebih sebagai pengabdian ketimbang profesi. Tapi kan mereka digaji, besar pula, demikian protes sahabat saya yang lain. Jadi menurutnya tidak cukup layak kalau disebut pengabdian semata. Karena kalau itu wujud pengabdian maka gajinya ga segitu gede hohah kaleee.... Ini lagi-lagi keluar dari mulut sahabat saya satunya. OK-lah, akhirnya saya sepakat itu sebuah profesi, sama dengan dokter, tentara, arsitek, petani, dan lainnya. Baiklah, saya menurut, toh kenyataannya banyak politisi yang menggantungkan hidupnya dari profesi itu.

Jadi seorang sahabat saya ingin menjadi anggota legislatif. Saya termenung. Bukan karena saya meragukan kemampuannya. Saya tahu secara otak dia cukup kompeten. Secara hati juga selama ini saya merasa dia juga cukup terjaga. Tapi justru yang kedua ini yang mengganggu saya. Lihat saja apa yang dilakukan oleh para anggota legislatif itu. Tak jauh-jauh dari masalah uang kotor dengan berbagai bentuk perwujudannya. Bahkan sebelum mereka terpilih pun konon segala bentuk uang kotor itu sudah terlibat dalam proses pemenangan. Coba lihat saja betapa berita di televisi disesaki dengan hal semacam itu. Nah, apa yang dilakukan sahabat saya ini nanti, baik ketika berusaha meraih cita-citanya maupun jika nanti cita-cita itu tercapai? Apakah dia akan tetap menjadi orang yang kompeten dan bersih seperti sekarang? Ah, siapa yang menjamin? Berarti saya ga percaya dengan sahabat sendiri? Ehmmmmm .... sayangnya saya harus menjawab ya, saya tidak percaya pada sahabat saya sendiri. Ini masalah uang gitu lhoooooo.... Uang, seperti semua orang bilang, bisa mengubah banyak hal, termasuk membuat yang baik-baik jadi enggak karuan.

Tapi kalau bukan orang-orang yang kompeten dan bersih seperti dia, terus siapa lagi yang harus maju? Ini pertanyaan sahabat saya yang lain. Iya juga sih, kalau bukan dia bisa jadi orang yang lebih ga karuan yang bakal maju dan terpilih. Negara ini butuh orang yang berkualitas, berhati, dan bermoral tinggi untuk ada di atas, begitu katanya lagi. Ehmmmmm tapi bagaimana kalau dia ternyata tidak bisa jadi sama seperti sekarang setelah ada di atas nanti? Bukankah sudah banyak contohnya? Ini ceritanya saya tetap ngotot. Kali ini sahabat saya ganti yang manyun karena kengototan saya. Lalu kami sama-sama tak berminat meneruskan perdebatan, juga tak menjanjikan akan mendukung sahabat yang bakal nyaleg tsb. Wis biarin ajalah, begitu kata sahabat saya tanpa minat.

Korupsi. Ya, itu masalahnya. Lihat bagaimana mereka yang di atas sana dengan enteng melakukannya, meraup uang yang sebenar hak orang banyak, tanpa banyak merasa berdosa. Korupsinya sering-sering berjamaah pula. Sudah gaji tinggi, ga perlu demo kayak buruh setiap kali minta tambah gaji, ehhhhh masih korupsi pula. Menyakitkan tho? Dannnn.... bagi saya lebih menyakitkan jika yang melakukan itu adalah mereka yang saya kenal. Sakitnya berlipat-lipat dah! Coba bayangkan jika suatu saat muncul di televisi pemberitaan soal korupsi dan pelakunya kita kenal secara personal sebagai pribadi yang baik dan bersih. Nyesek kan? Sakit hati kan? Pasti deh tidak akan berhenti dari sekedar ucapan “nggak nyangka ya dia begitu”. Dijamin dah kecewanya bakal berlipat ganda!

Kali ini teman saya yang mau nyaleg tadi angkat bicara. “Halooooo... saya belum jadi, belum korupsi, dan tidak berkeinginan untuk korupsi lhoooo... Kok semua pada bertingkah seakan saya sudah pasti akan korupsi ya?” Dia mengatakannya sambil tersenyum-senyum. Saya jadi merasa berdosa. Lalu lanjutnya, “Percayalah, tetap ada orang-orang yang punya komitmen dan dedikasi untuk menjadikan negeri ini lebih baik. Negara ini tak akan pernah jadi lebih baik jika semua memilih berada di luar lapangan saja. Masuk ke lapangan dan buat perubahan!” Lagi-lagi saya diam.

Nah, jadi bagaimana? Ya bagaimana lagi, saya cuma berharap dia akan tetap pribadi yang saya kenal sekarang, pribadi yang berniat masuk agar dapat membuat perubahan di atas sana. Ya, semoga dia kuat untuk mewujudkan itu, ga cuma kayak saya yang bisanya berprasangka buruk..... hehhehehehehehe ....


2014 segera datang, selamat berjuang, Sahabat!