Minggu, 28 Juni 2009

Tulang Rusuk atau Tulang Punggung?

Perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki. Ehmmmm ...betapa itu begitu lazim digunakan baik dalam tuturan ilmiah maupun sebgai lirik lagu atau larik puisi. Yaaa.... perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki. Tulang rusuk. Saya tak hendak memperdebatkan ini. Saya cuma mau melihat satu titik realita.

Jaman membuat peran perempuan banyak berubah. Industrialisasi. Edukasi. Ekonomi. Teknologi. Emansipasi. Entah apa lagi. Yang pasti sekarang perempuan ada di hampir semua lini. Apa yang tidak bisa dilakukan perempuan? Sekarang, dalam kondisi seperti ini, pertanyan itu tadi bukanlah jenis yang gampang dijawab. Perempuan ada dimana-mana. Perempuan bisa mengerjakan semuanya, mulai jadi pelacur, buruh, bankir, top management, sampai presiden. Walau kadang masih dipandang sebelah mata, diragukan dan dicibir, tapi tetap saja apa yang dilakukan perempuan tak lagi bisa dianggap enteng. Dan harus diakui, laki-laki mulai terancam posisinya ...... hehhehe iya enggak sehhh ....?

Nah, setelah semuanya dilakukan perempuan, terus bagaimana? Adakah yang setuju kalau saya bilang si tulang rusuk itu telah bertransformasi menjadi tulang punggung? Tentu tidak semua mengalami transformasi itu. Banyak perempuan yang bekerja demi gengsi dan sekedar mengisi waktu luang. Tapi realitasnya, tak terhitung pula yang mengambil peran sebagai tulang punggung si penopang badan. Dan itu adalah sekumpulan nyawa yang disebut keluarga.

Salahkah fenomena ini? Salah transformasi itu? Ehmmm .... perlukah dipermasalahkan, sementara hidup memang harus dipertahankan? Salah atau tidak saya tidak tahu. Tapi terus terang saya tercenung ketika seorang laki-laki bercerita pada saya bahwa istrinya sedang ke Hongkong dan dia tetap tinggal di tanah air untuk mengurus anak-anak mereka. sudah dua tahun mereka hidup terpisah seperti itu dan komunikasi dijalin lewat telepon dan internet. Sebenarnya saya tergelitik untuk melontarkan pertanyaan kepada si bapak itu kenapa istrinya yang berangkat, kenapa bukan dia. Tapi saya tak sampai hati mengeluarkan pertanyaan itu pada yang bersangkutan. Teman saya yang lain memberi jawaban yang terdengar cukup 'membela'. Kata teman saya,"ya karena kesempatan yang sedang ada adalah kesempatan untuk istrinya." Ehmmmm begitu ya .... Saya jadi teringat para perempuan-perempuan bangsa saya yang menjadi buruh migran di berbagai belahan dunia. Mereka yang dijuluki pahlawan devisa. Mereka yang sering mengalami nasib naas di negeri orang. Mereka yang bisa menjadi obyekan petugas-petugas di bandara saat pulang. Ahhh .... rasanya saya jadi kurang rela dengan jawaban teman saya tadi. Tapi teman saya berargumentasi lagi. Katanya,"dalam satu keluarga pasti ada kesepakatan, nah kebetulan ini kesepakatannya adalah istrinya yang berangkat karena kesempatan untuk dia yang ada. Sedangkan si suami tinggal. Ingat, ada mulut-mulut yang harus diberi makan." Ehmmmm ...gitu ya ......

Ya, benar kata teman saya tadi. Bahwa ketika ada hidup yang harus dipertahankan dan ada mulut-mulut yang harus diberi makan maka transformasi dari tulang rusuk ke tulang punggung terjadi. Itulah realitas. Soal salah atau tidak, tak lagi cukup penting untuk dipermasalahkan. Sebab ada hal yang dirasa lebih penting untuk diurus dan diutamakan : hidup.

Dan adakah hidup yang membuat tulang rusuk bertransformasi menjadi tulang punggung?