Sabtu, 30 April 2016

PROFESI

Dua orang perempuan lewat di depan rumah saya di siang yang terik sambil meneriakkan jasa yang mereka tawarkan: memperbaiki kasur kapuk. Saya terpaksa menggeleng dan sekedar membalas senyum ketika mereka menawarkan jasanya. Masalahnya tak ada kasur kapuk di rumah saya saat ini. Adanya kasur busa dan yang berpegas. Diam-diam saya berdoa ada banyak orang lain yang masih berkasur kapuk yang membutuhkan jasa mereka, sambil berpikir jika saja mereka juga pintar memperbaiki kasur busa dan pegas tentu akan lebih mudah mendapatkan orderan.

Ah, saya jadi teringat satu artikel yang dimuat di surat kabar beberapa minggu lalu tentang profesi yang akan segera hilang karena ditelan kemajuan jaman termasuk kepesatan teknologi. Jujur saya lupa apa saja profesi yang disebutkan. Artikel yang masuk akal menurut saya. Toh, memang selalu ada yang surut dan akhirnya menghilang seiring dengan berjalannya waktu, segala hal mengalami itu, tak hanya soal profesi saja. Bahkan umur manusia pun termasuk di dalamnya. Karena itu saya berpikir mungkin akan lebih mudah bagi kedua perempuan yang lewat tadi jika mereka mengembangkan keahliannya ke jenis kasur yang lebih relevan dengan kondisi sekarang, sehingga pasar yang dijelajah akan lebih luas. Semoga mereka menyadari itu.

Kalau ada yang surut dan menghilang tentu ada yang mulai moncer dan kekinian. Itu hal yang sudah jadi hukum alam bahwa ada yang pergi maka akan ada yang datang menggantikan. Nah, untuk soal profesi ini apa yang datang? Saya pribadi menganggap pembuat video yang lalu mengunggahnya di laman khusus termasuk profesi yang baru datang. Membuat video sebenarnya bukan hal yang baru. Sudah puluhan tahun film dan video musik dikenal. Tapi yang telah dikenal lama itu adalah yang berupa kerja kolektif, butuh banyak modal, dan dipasarkan dengan sangat komersial. Sementara yang baru datang ini justru sebaliknya. Lihat saja video-video yang dibuat perorangan dengan alat yang seringkali seadanya, lalu diunggah di laman semisal Youtube. Lihat isi video-video itu, ada yang serius tapi tak sedikit yang isinya berguyon. Dan hebatnya itu mendatangkan uang bagi pengunggahnya, konon karena si video ditempeli iklan oleh produsen yang otomatis akan dilihat oleh pemirsanya. Yang diunggah di Instagram walau pendek saja tapi jika mendatangkan follower bisa membuat pemilik akun menjadi perpanjangan tangan produsen dalam hal beriklan atau istilahnya meng-endorse. Ujung-ujungnya balik ke uang lagi.

Fenomena di atas mungkin biasa bagi orang lain tapi mengagumkan saya. Saya kagum dengan terobosan itu. Kagum dengan kreatifitas dan kecerdikan mereka; entah siapa yang memulainya;  membuat apa yang tak ada menjadi ada. Pernah saya baca profil pelaku profesi ini di koran. Dan kebanyakan awalnya iseng-iseng saja. Lalu ternyata banyak yang menonton. Alhasil ditempeli iklan. Dan karena nilanya bisa untuk menopang hidup maka mereka tak lagi iseng dalam mengerjakannya. Jadi ada konsep dan cerita yang dipikirkan serius, juga jadwal tayang yang teratur. Konsekuensi yang masuk akal tentu saja.


Itu tentu bukan satu-satunya profesi baru yang muncul. Tapi yang satu ini yang cukup mengesankan bagi saya. Mungkin sudah saatnya siswa taman kanak-kanak tak lagi terjebak dengan dokter, insinyur, dan tentara ketika ditanya soal cita-citanya. Tapi mestinya perlu sebutan yang ringkas dan jelas untuk profesi baru ini sehingga mudah diucapkan oleh mulut-mulut kecil anak-anak itu.