Dua orang perempuan lewat di depan rumah saya di siang yang terik sambil
meneriakkan jasa yang mereka tawarkan: memperbaiki kasur kapuk. Saya terpaksa
menggeleng dan sekedar membalas senyum ketika mereka menawarkan jasanya. Masalahnya
tak ada kasur kapuk di rumah saya saat ini. Adanya kasur busa dan yang
berpegas. Diam-diam saya berdoa ada banyak orang lain yang masih berkasur kapuk
yang membutuhkan jasa mereka, sambil berpikir jika saja mereka juga pintar
memperbaiki kasur busa dan pegas tentu akan lebih mudah mendapatkan orderan.
Ah, saya jadi teringat satu artikel yang dimuat di surat kabar beberapa
minggu lalu tentang profesi yang akan segera hilang karena ditelan kemajuan jaman
termasuk kepesatan teknologi. Jujur saya lupa apa saja profesi yang disebutkan.
Artikel yang masuk akal menurut saya. Toh, memang selalu ada yang surut dan
akhirnya menghilang seiring dengan berjalannya waktu, segala hal mengalami itu,
tak hanya soal profesi saja. Bahkan umur manusia pun termasuk di dalamnya. Karena
itu saya berpikir mungkin akan lebih mudah bagi kedua perempuan yang lewat tadi
jika mereka mengembangkan keahliannya ke jenis kasur yang lebih relevan dengan
kondisi sekarang, sehingga pasar yang dijelajah akan lebih luas. Semoga mereka
menyadari itu.
Kalau ada yang surut dan menghilang tentu ada yang mulai moncer dan
kekinian. Itu hal yang sudah jadi hukum alam bahwa ada yang pergi maka akan ada
yang datang menggantikan. Nah, untuk soal profesi ini apa yang datang? Saya
pribadi menganggap pembuat video yang lalu mengunggahnya di laman khusus
termasuk profesi yang baru datang. Membuat video sebenarnya bukan hal yang
baru. Sudah puluhan tahun film dan video musik dikenal. Tapi yang telah dikenal
lama itu adalah yang berupa kerja kolektif, butuh banyak modal, dan dipasarkan
dengan sangat komersial. Sementara yang baru datang ini justru sebaliknya. Lihat
saja video-video yang dibuat perorangan dengan alat yang seringkali seadanya,
lalu diunggah di laman semisal Youtube. Lihat isi video-video itu, ada yang
serius tapi tak sedikit yang isinya berguyon. Dan hebatnya itu mendatangkan
uang bagi pengunggahnya, konon karena si video ditempeli iklan oleh produsen
yang otomatis akan dilihat oleh pemirsanya. Yang diunggah di Instagram walau
pendek saja tapi jika mendatangkan follower bisa membuat pemilik akun menjadi
perpanjangan tangan produsen dalam hal beriklan atau istilahnya meng-endorse. Ujung-ujungnya
balik ke uang lagi.
Fenomena di atas mungkin biasa bagi orang lain tapi mengagumkan saya. Saya kagum
dengan terobosan itu. Kagum dengan kreatifitas dan kecerdikan mereka; entah
siapa yang memulainya; membuat apa yang
tak ada menjadi ada. Pernah saya baca profil pelaku profesi ini di koran. Dan
kebanyakan awalnya iseng-iseng saja. Lalu ternyata banyak yang menonton. Alhasil
ditempeli iklan. Dan karena nilanya bisa untuk menopang hidup maka mereka tak
lagi iseng dalam mengerjakannya. Jadi ada konsep dan cerita yang dipikirkan
serius, juga jadwal tayang yang teratur. Konsekuensi yang masuk akal tentu
saja.
Itu tentu bukan satu-satunya profesi baru yang muncul. Tapi yang satu ini
yang cukup mengesankan bagi saya. Mungkin sudah saatnya siswa taman kanak-kanak
tak lagi terjebak dengan dokter, insinyur, dan tentara ketika ditanya soal
cita-citanya. Tapi mestinya perlu sebutan yang ringkas dan jelas untuk profesi
baru ini sehingga mudah diucapkan oleh mulut-mulut kecil anak-anak itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar