Rabu, 22 Oktober 2008

Memasak ....... Mau?

Memasak ..... ehmmm terus terang saya termasuk perempuan yang tidak cukup sering memasak. Saya lebih suka menggunakan kata 'sering' ketimbang kata 'suka'. Sebab saya sendiri tidak cukup bisa memahami diri saya, apakah saya termasuk golongan perempuan yang mencintai kegiatan itu atau tidak. Tapi jujur, semasa kecil dengan tegas saya mengambil sikap membenci kegiatan tersebut karena menurut saya terlalu perempuan, terlalu domestik. Setiap kali ada pembagian pekerjaan rumah, saya lebih memilih mengepel, menyetrika, mencuci, dan bahkan pernah lebih memilih membersihkan genteng rumah dari debu gunung Kelud ketimbang mengupas bawang merah di dapur. Mungkin inilah pernyataan politik saya di masa kecil ...hihiiihihi ..... dan pernyataan politik ini ditanggapi dengan adem ayem oleh orang-tua saya. Hehhehehe pengertian sekali kan?

Selepas kuliah (semasa menganggur) saya sempat terpaksa memasak karena mesti tinggal berdua saja dengan abang saya. Dan lucunya, dialah orang pertama yang mengajari saya cara menanak nasi. Dan dia juga yang membuat saya merasa tidak berguna karena tidak bisa memasak. Sebenarnya dia tidak melakukan apa-apa. Dia malah sakit. Dan saya merasa menjadi manusia tidak berguna karena tidak bisa memberi makanan yang layak kepada si sakit hanya karena satu alasan : tidak bisa memasak! Sejak itu saya bertekad untuk bisa memasak. Bundel resep masakan ibu saya mulai saya bolak balik. Saya ingat sekali masakan yang pertama saya buat adalah sop. Dan saya hampir menangis karena abang saya memakan masakan itu dengan lahap, seolah tak ada cacat didalamnya. Setelah itu, selama hampir setahun saya memfungsikan diri sebagai tukang masak, dengan rela dan senang. Saya mulai mengerti ternyata mengatur menu setiap hari itu bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi jika dananya terbatas ....hahahahhahaa ..... Tapi tak pelak selama kurun waktu sekitar setahun itu, saya menemukan hal menyenangkan dalam kegiatan yang sempat saya benci.

Tapi walau sudah menemukan keindahan dari memasak, tapi sampai saat ini saya tetap merasa tak enak hati setiap kali orang (baca: laki-laki) menganggap memasak adalah kewajiban (baca: kodrat) perempuan. Apalagi ketika itu diucapkan hanya semata berdasar atas gender. Kalau memang memasak bagian dari kodrat perempuan, berarti para chef yang laki-laki itu menyalahi kodrat mereka sebagai laki-laki dong...!

Oh iya, setelah lama tidak memasak (karena tinggal sendiri membuat saya memilih praktisnya saja), tempo hari saya tergelitik untuk mengecek kemampuan saya. Saya mencoba memasak pepes udang campur tahu yang terpaksa dimodifikasi sedikit karena tidak ada daun pisang. Hasilnya? Hahahahah ....secara rasa tidak mengecewakanlah ....tapi secara penampilan cukup amburadul karena wadah plastik yang saya gunakan untuk pengganti daun pisang membuat air yang ada di dalam pepes tidak menguap keluar ketika saya mengukusnya. Hasilnya ...ehmmmm tidak cukup layak untuk mendapat sebutan sebagai pepes. Tapi jangan salah, rasanya ehmmmm...... two thumbs up! Hehehehehe .....

Lalu tempo hari saya menyadari satu lagi keindahan memasak. Kali ini kakak perempuan saya yang secara tidak sengaja membuka mata saya. Saya sedang pulang kampung menengok orang-tua ketika dia telepon dari Kyoto. Satu pertanyaan sederhana dengan enteng keluar dari mulutnya "Ibu masak apa hari ini? Aku kangen masakan ibu...." Suaranya terdengar agak sendu. Padahal biasanya dengan suara riang dia bercerita apa saja yang ditemuinya di negara itu karena dialah orang pertama dalam keluarga kami yang menginjakkan kaki di negara itu. Kali yang keluar dari mulutnya bukan laporan pandangan mata yang bergelora, tapi justru melankoli yang remeh. Ibu saya memang tipikal ibu rumah tangga yang memanjakan keluarganya dengan masakan. Dengan masakannya, ibu saya memanjakan dan mengikat hati kami semua, termasuk cucu-cucunya yang walau kadang kepedasan tapi selalu minta porsi lebih. Karenanya pantas saja kakak saya jadi terkenang-kenang masakan ibu.

Ehmmmmm ..... orang bilang memasak itu bisa jadi senjata ampuh. Banyak negosiasi hal penting dilakukan di meja makan, mulai dari negosiasi bisnis sampai politik. Memasak bisa membantu memenangkan hati orang lain. Hitung saja berapa banyak ibu-ibu yang memenangkan seluruh hati suami dan anak-anaknya hanya dengan masakan sederhana dengan cita rasa khas. Konon cinta mampu memberi rasa pada masakan. Masakan yang dibuat denga cinta luar biasa akan terasa sedap. Mungkin tidak secara sempurna sedap di lidah, tapi sedap karena mereka yang tercinta pun akan menghargai kerja keras yang dilakukan untuk membuat masakan tersebut.

Ehmmmmm ...... saya jadi kepingin rajin memasak lagi. Bukan karena persetujuan atas pernyataan memasak adalah kodrat perempuan, tapi karena saya tahu pasti indah adanya ketika bisa membuat orang-orang tercinta terbahagiakan dengan masakan yang saya buat.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Wah, setuju banget tuch dengan pernyataannya. ya memasak memang bukanlah sekedar kodrat wanita semata yang seolah2 hanya memposisikannya untuk selalu dan tetap berada didapur.laki2 boleh juga dong untuk bisa memasak. dan apa coba pendapat orang sekarang kalo ada laki2 yang pintar memasak? emmm...