Kamis, 06 Desember 2007

sentilan untukku .....(mungkin untukmu juga)

Ada tamu perusahaan yang harus aku temui tanggal 16 Nopember 2007 kemarin. Sebenarnya dia satu kolega dari branch office di negara tetangga. Tapi karena belum pernah ketemu sebelumnya jadi aku anggap tamu, lengkap dengan basa-basi untuk seorang tamu dari negara lain.

Kesan pertama, tamu yang ramah dan menyenangkan. Sangat memahami keterbatasan kosa kata Inggris dari lawan bicaranya, sama sekali tidak keberatan dengan cara komunikasi ala tarzan, sangat kompromistis terhadap keadaan yang bisa disuguhkan. Percakapan jadi lancar dan sangat menyenangkan.

Tiba waktu makan. Seperti biasa sopir yang kubawa menunggu di luar. Si tamu mengerutkan kening dan mempertanyakan menghilangnya si sopir. Kujawab dia di luar. Ditanyakan kembali dengan nada ramah, kenapa. Dan aku tidak punya jawaban yang cerdas. Dengan tersenyum dia bertanya lagi, apakah budaya Indonesia memang seperti ini, bahwa sopir tidak boleh makan bersama orang-orang yang dibawanya? lagi-lagi aku tak pun jawaban yang cerdas. Dan lagi-lagi dengan senyum masih sangat manis dia minta kupanggil si sopir masuk untuk duduk dan makan bersama. Sialnya si sopir menolak panggilanku dengan alasan sudah kenyang karena makan siang tadi. Jadi aku kembali duduk dengan wajah panas. Si tamu menerima alasan itu. Kami makan. Tapi aku nyaris kehilangan selera. Si tamu bilang masakannya enak, minta dibungkuskan. Kupikir untuk dia bawa pulang untuk oleh-oleh, sebagai bukti pernah menginjak Indonesia. Ternyata sampai bandara dia meninggalkan bungkusan itu di mobil dengan satu pesan singkat yang manis, untuk pak sopir. Lagi-lagi mukaku panas ......

Dalam perjalanan pulang, sambil memandang tengkuk si sopir aku berpikir, apakah aku manusia yang rasialis, yang memandang pangkat dan kedudukan? Lagi-lagi mukaku panas .......

1 komentar:

Unknown mengatakan...

hehehe... mbak.. santai aja mbak, sebenare sing salah itu juga bukan kita, tapi tradisi dari mereka-mereka yg sdh mengatasnamakan jabatan dan sebagainya, akhirnya mereka (pak sopir) sdh merasa terbiasa.
Hehehheheh