Selasa, 20 April 2010

Karena Aku Perempuan

Kalau bulan Pebruari bagi banyak orang identik dengan cinta dan merah muda, maka April hampir selalu mengingatkan saya pada perempuan. Bukan, bukan Kartini maksud saya, tapi perempuan dalam arti sebenarnya, tanpa nama. Perempuan kaum saya. Ehmmmm ... perempuan yang merupakan jenis kelamin lawan laki-laki. Ehmmmmmmmmm ........ Ini dia.....

Dulu di masa lalu, saya adalah perempuan yang memberontak terhadap keperempuanan saya..... Wehhh ngeri ya ...ahahahahah .... Sebenarnya tidak sehoror itulah. Cuma dulu saya merasa tidak cukup nyaman sebagai seorang perempuan. Entah kapan perasaan itu mulai ada. Yang pasti dari usia balita ada foto-foto yang menunjukkan saya lebih nyaman berkostum laki-laki, mirip dengan kakak saya. Tapi waktu itu saya masih belum menolak rok. Terus begitu lebih besar lagi .... saya pernyataan sikap : rok, no way! hhehheheehe.....

Tidak cuma dalam hal pakaian. Semakin besar saya semakin merasa hal-hal yang berbau perempuan itu mengganggu. Termasuk mengerjakan pekerjaan khas perempuan seperti memasak. Sumpah, saya selalu memilih mengepel seluruh rumah daripada menjadi asisten ibu di dapur. Satu hal yang waktu itu bagi saya cukup ekstrim adalah saya memilih mengambil tugas membersihkan genteng bersama kakak dan sepupu laki-laki saya ketimbang menuruti perintah ibu untuk mengiris bawang. Saya tidak pernah memanjangkan rambut. Saya pernah benci berjalan dengan kakak perempuan saya cuma gara-gara dia berjalan tak secepat yang saya inginkan. Waktu itu dalam hati saya mengumpat 'huh...dasar perempuan!' .....ahahahahahah. Saya juga selalu mencibir setiap kali melihat kakak perempuan saya dengan segala kecentilannya merawat wajah, kulit, ataupun rambutnya. Hal yang sebenarnya wajar-wajar saja saya anggap berlebihan dan tidak praktis. Saya juga sangat benci dengan kalimat-kalimat semisal "karena kamu perempuan, jadi .....". Atau "sebagai perempuan kamu harus ......". Bagi saya kalimat-kalimat semacam itu adalah kalimat diskriminatif! Apalagi bapak saya termasuk tipe orang tua yang tidak pernah membedakan antara anak laki-laki dan perempuannya. Malah ketika SMA saya pernah bersaing nilai dengan seorang teman laki-laki. Dan supporter setia saya tentu saja Bapak saya. Pernah suatu kali nilai saya kalah dari dia. Dan dengan maksud menghibur saya, ibu berkata."tak apa-apa kalah, kan kamu perempuan, jadi ya memang dia harusnya menang". Tentu hati saya mendidih karena 'keperempuanan' saya disenggol. Tapi sebelum saya sempat menyemburkan sesuatu Bapak saya sudah lebih dulu menukas,"Ini bukan masalah laki-laki perempuan! Ini persaingan, siapapun layak menang, tak peduli laki-laki atau perempuan. Ayo, kamu bisa balas semester depan!" Ehmmmmm ..... see, my dad is my biggest supporter.... ahhahahahaha.....

Masa kuliah praktis saya lalui dengan kadar 'keperempuanan' yang minim. Dengan kata lain, saya tidak pernah mengenakan rok. Celana jins, kemeja/kaos, dan sepatu kets adalah seragam saya. Karenanya selalu kebingungan jika ada acara pernikahan keluarga. Sebab saat itulah apa yang saya lakukan adalah sedapat mungkin menghindar..... Saya baru mengalah dan menyerah mengenakan rok ketika kakak perempuan saya menikah. Itupun dengan paksaan, bukan suka rela dan serta merta. Ohhh iya, saking tidak pernah melihat saya mengenakan pakaian perempuan, Ibu saya pernah pangling dan tidak mengenali ketika saya terpaksa karena diwajibkan mengenakan kebaya dan kain panjang di pernikahan seorang sepupu. Waktu itu ibu sempat melongo dan berujar,"Oalahhhh ini tadi anakku tohhhhhh ..." Hayyyyahhhhhhh ...... Dan ternyata yang panggling bukan hanyaperempuan yang melahirkan saya. Paman, bibi, dan sepupu yang lain pun sama melongonya .... wekssssssssssssss.....

Tapi itu semua dulu ..... Duluuuuuuuuuuu ....heehhehehehee ... sekarang saya merasa jauh lebih perempuan dari masa itu. Saya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang dulu saya hindari. Saya sudah tak terlalu alergi dengan pekerjaan dapur. Walau sekarang tidak memasak tiap hari, tapi paling tidak saya pernah bertindak sebagai perempuan yang harus memasak ketika tinggal berdua saja dengan kakak laki-laki saya. Saya juga mulai merasakan nikmatnya pekerjaan khas perempuan : merajut dan menjahit. Saya juga sudah meninggalkan kostum yang dulu pernah mati-matian saya pertahankan : celana jins, dan menggantinya dengan rok. Rasanya? Ehmmmmm ...ternyata enak juga..... hehheheheeeeh....

Dan mungkin prestasi yang paling besar adalah bahwa saya tidak terlalu alergi lagi dengan kalimat 'kamukan perempuan....'. Saya sedikit lebih kalem menghadapi kalimat ini. Sedikitttttttttttt ....hehehhehheeh .... Mungkin karena saya melihat kebenaran dari kalimat tersebut dalam konteks-konteks tertentu. Misal, kalau dulu saya tidak terima jika ibu menegur karena cara duduk saya sembarangan, sekarang saya sepakat bahwa memang tak elok seorang perempuan duduk sembarangan. Demikian soal perilaku dan tutur kata lemah lembut. Walau saya belum bisa dan masih sangat jauh dari hal itu tapi saya sepakat. Karena apa? Ya karena itu baik untuk perempuan ..... Yaaaaaaaa....... karena aku perempuan .....

Sesepele itukah? Ehmmm .... mungkin juga tidak sebenarnya. Tapi saya ada pada pemikiran bahwa bukan 'kelamin' yang harus diubah, tapi pola pikir. Ibarat kata pepatah bahwa rumput tetangga lebih hijau, maka saya dulu berpikir betapa enaknya jadi laki-laki, panjang langkah, tak terikat banyak hal, tak ditimbuni macam-macam aturan masyarakat, dll. Tapi toh itu cuma rumput yang tampak lebih hijau. Sebab bagaimanapun menjadi diri sendiri lebih nyaman ...termasuk menjadi 'kelamin' sendiri ... Satu bukti, pada saat masih tomboy dulu, setiap kali melihat perempuan berrok dan tampak manis anggun saya toh kepikir untuk melakukan hal yang sama. Tapi karena waktu itu cap di badan adalah tomboy maka saya tak berani melakukannya, takut dikomentari banyak orang. Nah kan .....

Jadi, bagi yang sedang memprotes keperempuanannya sekarang, saya sarankan untuk berpikir ulang ...hehhehehee ..... Emansipasi? Ahhhh .... ketika emansipasi berarti menjadi 'laki-laki, ehmmm betapa tak eloknya dunia ini ....

Tidak ada komentar: