Sungguh saya membenci satu benda cair yang berjuluk politik. Ya, politik
benda cair tho? Para pelakunya sendiri yang bilang begitu kok. Coba saja lihat
di televisi bagaimana mereka semua dengan enteng dan sumringah bilang “ya
politik itu kan sangat cair, jadi dinamika apapun mungkin terjadi”. Jadi
politik termasuk benda cair.
Ya, saya membencinya. Terlebih lagi ketika masa pemilihan umum tiba. Hingar
bingar dan panas menyebar ke seluruh penjuru. Katanya itu adalah masa pesta
demokrasinya rakyat. Pesta...? Kalau memang pesta seharusnya sih senang-senang,
makan minum enak, hati terang dan riang gembira. Tapi kok di pesta demokrasi
yang begitu tak terasa ya? Makan minum enak ada sih di beberapa tempat,
terutama tempat-tempat yang disulap mendadak ada oleh para kandidat berikut tim
suksesnya. Tapi itu bukan makan minum yang gratis lho. Itu penyediaan makan
minum yang tendensius alias bermaksud. Ada senang-senang di masa pesta
demokrasi? Ehmmm palingan juga jogetan di lapangan, itupun dengan panduan yang
lagi-lagi oleh para kandidat dan tim sukses. Sering ada bagi-bagi duitnya, cuma
yang ini selalu dianggap tak ada. Dan jogetan itupun nggak gratis lho,
tendensius teteppp.... Hati terang dan riang gembira? Haduhhh yang ini juga
susah didapat. Coba tengok sosial media. Tak cuma penuh propaganda tapi juga
sumpah serapah, pertentangan, silat lidah, dan semacamnya. Jadi apanya yang
disebut pesta ya?
Pada saat yang sama bermunculan orang-orang baik. Orang-orang yang begitu
cinta pada bangsa dan rakyatnya. Orang-orang yang duduk sebangku ;malah
ngelesot; dan merangkul-rangkul para
jelata, mendengarkan dengan intens curhatan mereka, berjanji memperjuangkan
kesejahteraan mereka. Orang-orang baik yang bersimpati dan bercucur air mata
karena melihat ketidakadilan. Orang-orang baik yang patriotis dan nasionalis,
yang sangat peduli dengan masa depan bangsa dan negara. Amboi .... Saya jadi
selalu heran, kemana saja mereka selama ini? Kok ya baru sekarang munculnya?
Dan hebatnya, para orang-orang baik ini punya rombongan pendukung fanatik
yang tak hanya mengaminkan tapi juga mendukung, menggemakan, menyebarluaskan
segala sabdanya. Ruwetnya, antara orang-orang baik ini kerap tak saling akur
karena pesta demokrasi dimaknai melulu kompetisi. Alhasil ketidakakuran membuat
antar rombongan ikut berlaku sama. Bentrok antar rombongan. Masing-masing
membela tuannya dengan mati-matian. Bagi rombongan, sang tuan adalah orang suci
yang tak setitikpun punya cela. Ehmmm... mungkin malah sang tuan dianggap
malaikat. Padahal setelah masa bulan madu usai sang tuan akan kembali ke bentuk
semula. Dan sayangnya bentuk semula itu bukan bentuk malaikat.... Terutama jika
sudah berhadapan dengan yang namanya duit. Boro-boro jadi malaikat, jadi
manusia baik aja nggak .... yang ada malah jadi setan.
Itulah politik yang benda cair itu. Selayak air bentuknya berubah-ubah
menurut tempatnya seperti aportunis. Selayak air dia bisa membeku menjadi es
seperti tak berhati. Dia bisa juga menguap tak terlihat seperti janji yang terlupakan. Dia juga bisa
membuat karat pada besi seperti konspirasi.... Air dengan segala macam sifatnya itu tetap
membuat manusia tak bisa hidup tanpanya karena sekian banyak gunanya. Sementara
politik dan politisi yang meniru sifat air itu memaksa untuk membuat manusia
hidup dengannya dan ironisnya menderita karena mereka tak jelas gunanya....
Sungguh saya kehilangan kepercayaan terhadap benda cair yang satu ini ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar