Pak Ji. Begitu saya biasa menyapanya. Orang lain juga memanggilnya begitu.
Profesinya resminya sebenarnya penarik becak. Sepanjang ingatan saya, Pak Ji
sudah menjalankan profesi itu ketika saya masuk kuliah. Dan selama itu pula tempat
mangkalnya tetap, pintu masuk perumahan tempat orang tua saya tinggal. Sekarang
usia saya nyaris menyentuh kepala empat. Dan Pak Ji masih di sana, tetap dengan
becaknya yang besar dan terawat bersih. Jadi bisa dibayangkan berapa lama
beliau berkarya. Anak-anak yang dulu diantarnya ke TK sekarang sudah jauh
dewasa. Kadang saya berpikir apa yang dirasakan oleh Pak Ji melihat perubahan
kami-kami pelanggannya dulu.
Masa memang berjalan cepat, membuat semua berubah. Dulu orang tua
mempercayakan anak-anaknya untuk diantar-jemput oleh Pak Ji. Sekarang saya melihat
fenomenanya telah berbalik. Sekarang, banyak anak-anak, yang nota bene telah
dewasa, merasa aman ketika Pak Ji yang mengantar jemput orang tua mereka. Ya,
saya termasuk salah satu di dalam golongan itu. Dari sekian banyak becak yang
telah tahunan mangkal di tempat itu, Pak Ji selalu jadi pilihan pertama. Malah
sering-sering ibu saya rela mengurungkan niat bepergian dengan becak jika bukan
Pak Ji yang mengantar.
Masa juga membuat peran Pak Ji berkembang, tak hanya sekedar pengantar
jemput. Ya, para orang penghuni perumahan terus menua, sementara anak-anak yang
telah berkehidupan sendiri. Alhasil keberadaan Pak Ji jadi lebih berarti. Ibu
saya selalu mempercayakan urusan ke dokter kepada Pak Ji. Urusan ini meliputi
mendaftar, mengantar ke dokter, menebus resep, lalu mengantarkan pulang. Jika
ada acara di rumah semisa pengajian, Pak Ji juga yang akan mengambilkan karpet,
menyingkirkan kursi, memasang karpet, dan menjemput konsumsi. Lalu ketika usai,
beliau juga yang akan membereskan karpet dan mengembalikan kursi-kursi pada
tempatnya. Tempo hari satu kusen di area jemur lapuk. Bisa ditebak, Pak Ji
dipanggil. Beliau melepas pintu dan kusennya. Mencari tripleks dan papan untuk
jadi penutup sementara, lalu mengantarkan pintu ke tukang kusen untuk dibuatkan
kusen pengganti yang sesuai. Dan ketika kusen baru datang, Pak Ji juga yang
membawa tukang dan sekaligus membantu memasangnya. Terus jika akan ada tamu
datang berkunjung dan halaman samping diperlukan sebagai garasi, bisa ditebak
siapa yang datang untuk menyingkirkan pot-pot bunga di tempat lain untuk
sementara, dan tentu nantinya orang ini juga yang akan mengembalikan ke tempat
semula setelah para tamu selesai berkunjung.
Ya, Pak Ji mengerjakan banyak hal, dari yang remeh-remeh hingga yang
serius. Dan nyatanya orang tua saya bukan satu-satunya yang mengandalkannya. Ada
masa ketika Pak Ji harus datang setiap hari ke rumah seorang tetangga yang
lumpuh karena stroke. Tiap hari Pak Ji bertugas memapah si bapak agar bisa
dimandikan. Kemudian membawanya ke teras untuk berjemur beberapa saat. Lalu membawanya
kembali ke dalam rumah. Itu dilakukan tiap hari si bapak wafat.
Satu lagi kejadian. Suatu ketika bapak saya sakit dan menolak untuk opname
walaupun dokter merekomendasikan. Esok paginya, ketika berusaha bangun untuk
sholat subuh beliau jatuh. Dan orang pertama yang ditelepon ibu saya adalah Pak
Ji. Pak Ji juga yang kemudian menghubungi tetangga dan membawa bapak saya ke
rumah sakit. Baru setelah semuanya beres ibu menghubungi kami anak-anaknya yang
semuanya ada di luar kota, mengabarkan apa yang terjadi.
Ya, itulah Pak Ji si tukang becak plus plus. Ibu saya selalu bilang beliau
tahu bagaimana memperlakukan penumpangnya, seperti merendahkan becaknya agar
ibu bisa naik atau turun dengan mudah. Ibu juga bilang beliau bisa mengetahui
kemauan si pemberi order tanpa perlu diterangkan detail dan penuh inisiatif.
Bapak bilang cuma Pak Ji tukang becak yang pintar dan tidak gampang canggung
menghadapi situasi tertentu. Bapak juga bilang Pak Ji tahu bagaimana membawa dirinya,
serta bisa dipercaya.
Ya ya ya, itulah Pak Ji. Memang semua memberikan upah atas tenaga yang
diberikannya. Cuma jika dipikir-pikir beliau tidaklah sekedar penjual jasa.
Beliau seperti telah menjadi bagian dari banyak keluarga. Karenanya ketika beliau
bercerita anak perempuannya berhasil masuk sekolah Sandi Negara, bapak dan ibu
saya bersama dengan para sepuh yang lain ikut larut dalam bahagia dan syukur,
seakan anak kandung merekalah yang memiliki keberhasilan itu.
Terima kasih banyak, Pak Ji...... #bungkuk badan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar