Rabu, 27 Januari 2010

Ke Kantor

Saya termasuk orang yang terikat pada rutinitas kerja 8 to 5 dari Senin sampai Jumat. Jadi pada waktu tersebut saya adalah orang kantoran yang sibuk dengan urusan ini itu, file ini itu, bertelepon kesana kemari, bertemu si ini si itu, dan memencet-mencet keyboard komputer berjam-jam. Itulah saya sebagai orang kantoran alias karyawan. Seperti kantor lain, perusahaan tempat saya bekerja juga mensyaratkan pemakaian seragam. Cuma enaknya (bagi saya) cuma satu hari dalam seminggu kami diwajibkan mengenakan seragam. Lalu tiga hari sesudahnya boleh pakai baju suka-suka yang penting rapi. Dan sebagai penutup, di hari Jumat kami diminta untuk mengenakan batik. Yang terakhir ini baru-baru saja dicanangkan bertepatan dengan adanya klaim negeri jiran terhadap batik.

Nahhhhh .... seperti apa penampilan saya di kantor? Ehmmmmm ..... saya jadi ingat bertahun-tahun lalu ketika pertama kali bekerja. Beberapa hari sebelum hari pertama masuk kerja, saya dengan diantar kakak berkeliling toko pakaian wanita untuk mencari baju yang layak disebut sebagai 'baju ke kantor'. Maklum setelah empat tahun kuliah teknik, koleksi baju saya hanya terbatas pada t-shirt, kemeja, dan celana jins. Lalu waktu itu pilihan saya jatuh pada atasan yang modelnya seperti seperti blazer ringan dan rok selutut. Saya juga membeli sepatu perempuan yang sedikit berhak. Dannnnnnnn pada hari pertama masuk saya agak terkejut. Karena tidak semua rekan kerja saya berbaju seperti yang saya kenakan. Justru yang cenderung sudah berumur dan punya kedudukan tinggilah yang berbaju seperti saya. Sedangkan yang lebih muda cenderung santai (gaya orang proyek kata mereka) ..... aiiihhhhhh saya jadi merasa salah kostum.

Pengalaman di atas jadi merubah pola pikir saya tentang yang namanya 'baju kerja'. Sejak saat itu saya 'berbaju kantor' cuma pada saat wawancara kerja saja. First impression. Selebihnya .. ehhhmmmm .... kemeja lengan panjang dan celana panjang cukuplahhhh ..... hehehehhehehe .... Malah jika saya agak mengenal situasi perusahaan yang saya lamar, saya berani mendatangi wawancara dengan kemeja putih dan celana jins saja. Karenanya jika sedang ada tugas mewawancarai 'new comer' saya jadi sering geli kala berhadapan dengan mereka yang 'fresh from the oven', sebab rata-rata mereka berkostum rapi jali dan sibuk mengatur sikap duduk demi tampil mengesankan. Ehmmm saya tidak bermaksud mengejek atau menyalahkan para 'new comer' ini.... sama sekali tidak. Cuma jadi sering bertanya dalam hati, bakal berapa lama mereka tahan dengan kostum rapi jali? :)

Nahhhh jadilah kostum kerja saya berubah, yang nota bene semakin santai. Saya jadi berpikir bahwa pergi kerja tak ubahnya dengan pergi kuliah. Cuma saja saya menghindari pemakaian t-shirt. Jika pakai t-shirt biasanya saya menutupinya dengan cardigan atau kemeja lengan panjang. Tapi ada saatnya saya berpakaian sesuai mood dan kondisi. Jika sedang ngambek setelah disemprot boss, saya bisa datang dengan jins belel, tak peduli hari itu ada meeting dengan para atasan. Jika harus menemui tamu yang belum saya kenal sebelumnya, saya bisa datang rapi dengan celana kain dan kemeja feminin warna netral, serta sepatu perempuan. Dan jika sedang merasa norak, saya bisa saja datang dengan baju warna terang benderang yang menyilaukan mata semua orang ... ahhahahahahahaha .....

Itu semua baru baju. Lalu bagaimana dengan sepatu? Ehmmmmm .... untuk yang satu ini waduhhh maaf... saya cinta mati dengan sepatu kets. Biasanya awal-awal kerja saya mengenakan sepatu perempuan. Tapiiii begitu tahu tak ada aturan jelas mengenai sepatu, maka kets-lah yang menjadi tunggangan saya. Alasannya cuma dua : nyaman dan awet. Nyaman karena pekerjaan saya seringkali menuntut untuk banyak berjalan, terutama ketika mesti melakukan kunjungan ke lokasi produksi. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika saya masuk lokasi produksi yang penuh dengan manusia laki-laki dengan sepatu berhak tinggi yang kemayu. Disini kets lebih aman juga karena membungkus kaki saya secara cukup rapat, jadi tidak gampang terkena kotoran atau benda tajam. Sedangkan alasan kedua yaitu awet penting bagi saya. Karena kaki saya sangat boros jika berhadapan dengan sepatu perempuan. Sepatu jenis ini bisa bertahan utuh di kaki saya sekitar enam bulan saja, tak peduli berapa harganya. Sedangkan sepatu kets bisa dua tahun lebih tetap utuh. Nah kan betapa hebat perbandingannya.

Nahhhh sekarang sudah terbayangkan seperti apa saya ketika di kantor? Hehhehehehe ...... masalah ini pernah membuat bapak saya mengeryitkan dahinya. Suatu pagi ketika beliau sedang datang berkunjung, saya pamit. Bapak saya langsung bertanya mau kemana saya pagi-pagi. Dengan jengkel saya jawab, "ya ke kantorlah....". Dan ternyata keheranan bapak saya belum hilang juga. dari mulutnya terlontar, "Seperti itu mau ke kantor?" Ahahhahahahah ........

OOhhh iya, soal alas kaki saya punya alternatif lain selain sepatu kets, yaitu sandal jepit. Ahahahahahahah ...... Tapi ini bukan salah saya. Sebab kebiasaan ini mumcul karena seringnya banjir di Surabaya bila musim hujan datang. Jadi jika hujan turun saat waktu pulang kantor maka sepatu saya taruh di kantor. Sebagai gantinya sandal jepitlah yang saya tunggangi. Jadi keesokan harinya saya berangkat kembali masih dengan sandal jepit di kaki saya, Jadi bisa dipastikan dahi bapak saya akan berkerut-kerut tak karuan jika melihat anaknya dengan sandal jepit di kaki dan ransel di punggung pamitan ke kantor ..... aiiihhhhh .....

2 komentar:

yogaditya mengatakan...

Pakai sandalnya di jepit sih...coba kalau di pakai dengan baik dan benar dan pakai kaos kaki, pasti bapaknya cuma senyum2 aja.
salam ya buat bapaknya..........

ina3alasta mengatakan...

lha emang sendal jepit diapain klo ga dijepit pak? :)
thanks atas kunjungannya.....