Saya termasuk yang suka memotret dan menganggap memotret adalah pekerjaan
serius yang susah. Pendapat ini
dilandasi bukti bahwa sampai detik ini saya tak bisa menguasai kamera dengan
baik. Hasil foto yang saya buat selalu saja ada salahnya. Salah fokus atau
malah tidak fokus, komposisi tak betul, terlalu gelap atau sebaliknya terlalu
terang, dan sebagainya dan sebagainya. Intinya saya belum mampu menguasai
kamera dengan baik. Kadang ada juga foto saya yang dipuji oleh teman. Tentu menyenangkan.
Tapi kemudian saya mengerti bahwa foto yang dipuji itu pada dasarnya lebih
karena kebetulan saja, bukan karena kepintaran teknis saya memegang kamera
sehingga dengan sadar bisa menghasilkan foto yang begitu. Dan lagi pemuji
adalah orang awan yang mungkin secara pengetahuan dan ketrampilan fotografinya
tak lebih bagus dari saya. Jadi intinya tetap, saya bukan pemotret yang handal.
Saya sekedar suka jeprat-jepret tapi tak bertanggung-jawab soal kualitas
hasilnya.
Tapi apa iya saya harus selalu mumet memikirkan kualitas hasil jepretan? Sebab
saat ini orang memotret dengan sangat aktif. Apa-apa dipotret. Bahkan diri
sendiri pun dipotret. Fungsinya apa? Ya apalagi kalau tidak diunggah di media
sosial atau grup chatting, lalu para penonton foto tersebut akan memberikan
komentar ini itu, baik yang berhubungan dengan foto tersebut ataupun tidak. Kegiatan
ini sedang amat sangat marak pakai banget dan sekali saat ini. Jujur saja, tak
selamanya saya maklum dan senang hati terhadapa hal ini. Sering malah berpikir
kok begini saja pakai difoto sih? Atau di saat yang lain saya malah jengkel dan
berpikir negatif terhadap di pengunggah. Misalnya saja ada teman yang
mengunggah fotonya saat plesir ke luar negeri, berpose di tempat-tempat
terkenal macam menara Eifel, singa Merlion, atau tengah main salju atau
memegang sakura. Menanggapi yang begitu bisa saja saya sekedar berpikir wahhhh
dia sudah sampai di sana, enak betul ya, terus saya kapan? Tapi di lain waktu
dan lain pengunggah saya juga menanggapinya dengan satu kalimat singkat yang
negatif : pamer dia! Nah lho jadi dosa kan saya? Lain waktu ada yang mengunggah
foto menu makanan yang siap disantapnya yang jelas-jelas menunjukkan dia tak
sedang makan di rumah. Yang begini juga bisa positif dan negatif respon saya.
Yang positf berupa : eh kok kayaknya enak ya, kapan-kapan nyoba juga ah.
Sementara yang negatif wujudnya : halah mentang-mentang lagi makan enak
diumumkan ke seluruh dunia! Nah, dosa lagi deh saya.
Terus soal selfi.... Wah, saya sering heran sekaligus kagum dengan mereka
yang doyan sekali selfi. Saya kagum dengan kepercayaan diri mereka. Juga
ketrampilannya. Karena saya sendiri tak pernah pede untuk berfoto diri kecuali
jika memang wajib semisal pas daftar KTP atau semacamnya. Itupun hasilnya juga
tak pernah baik dan benar, dengan kata lain tak pernah kelihatan lebih cantik
ketimbang aslinya... hahahahaha... Karena itu saya heran dan kagum dengan
mereka yang hobi selfi. Kok bisa ya fotonya cantik-cantik begitu? Ngaturnya
bagaimana? Posenya kok bisa pas ya? Dan kok ya begitu pedenya. Dan ternyata itu
lebih seperti hobi. Seorang teman mengaku menyimpan foto selfi sebanyak dua
ribuan di handphone-nya. Saya terbeliak. Wowwww .... Buat apa? Ya buat
seneng-senengan saja, jawabnya. Dia berselfi dengan alasan macam-macam. Dia akan
berselfi kapanpun merasa cantik. Jadi bisa saja setelah facial, potong rambut,
ber-make-up, atau bahakan sebelum tidur asal merasa cantik maka berselfilah
dia. Juga ketika sedang ada dalam momen-momen tertentu. Misal pas
kumpul-kumpul, berselfilah dia dan mereka sekedar untuk seru-seruan. Ehmmmm
begitu ya, pikir saya. Lha terus kenapa saya tak pernah merasa pede dan perlu
untuk berselfi? Apa saya tak pernah merasa cantik? Atau tak pernah merasa
berada dalam momen yang perlu diseru-serukan dengan selfi? Embuhlah ....
Ah ya, saya punya pengalaman menggelikan soal selfi. Beberapa bulan yang
lalu, bersama sahabat yang juga sedang keranjingan memotret, saya ke Yogya.
Tujuan utamanya adalah menyaksikan dan memotret Borobudur saat matahari terbit.
Jadi, bergabunglah kami dengan rombongan yang bertujuan sama yang ternyata
entah mengapa seluruhnya turis dari manca negara. Adzan subuh baru selesai
berkumandang ketika kami berangkat ke lokasi. Dan karena modal saya cuma kamera
prosumer biasa, maka saya masih harus menunggu ketika yang lain yang bermodal
kamera profesional sudah mulai jeprat-jepret. Waktu itu saya sudah senewen,
takut kehilangan momen. Akhirnya yang ditunggu datang juga. Matahari mulai
mengintip dan naik pelan-pelan. Semua bergumam kagum dalam bahasanya
sendiri-sendiri. Dan memang momen itu indah sekali. Detik-detik awal saya malah
bingung memutuskan mana yang lebih baik saya lakukan, memotret atau sekedar
menikmatinya terus dengan mata saja saking indahnya. Akhirnya saya angkat juga
kamera, mulai menjepret. Demikian juga dengan sahabat saya. Tapi ternyata tak
gampang. Saya semula membayangkan foto yang bersih tanpa kepala-kepala
penonton. Tapi kenyataan di lapangan ada penonton dimana-mana dan tak bisa
dihindari, juga tak bisa disuruh minggir. Nyaris tak mungkin mendapatkan foto
yang bersih dari manusia. Tapi kami berdua masih ngotot berusaha. Sampai
akhirnya kami menemukan posisi yang bagus yang relatif sepi dari manusia. Kami
berdua mulai mengintip di balik kamera dengan serius. Dan pas ketika tombol
hampir ditekan seorang turis entah bangsa apa tahu-tahu masuk dalam frame kami,
dan dengan tongsis panjang dia berfoto selfi, tersenyum dan bergaya tanpa
merasa berdosa. Sementara di depannya, ada dua orang kecewa yang saling
berpandangan lalu berteriak ‘asemmmmm!’ ..... Ahahahahah ...
So, memotret sekarang makin jamak. Tak
perlu menjadi fotografer terlebih dahulu untuk bisa melakukannya. Tak
perlu ngincang-nginceng di balik kamera profesional karena toh handphone juga
sudah dilengkapi dengan kamera yang sangat memadai. Tak perlu berpikir serius
tentang teori dan teknik, yang penting jepret aja langsung. Tak perlu repot
mencari-cari atau bengong menunggu momen. Toh apa saja bisa jadi obyek,
termasuk diri sendiri. Dan tak perlu malu dengan hasilnya, toh begitu diunggah
di media sosial ataupun grup ngobrol pasti ada saja yang akan mengomentari.
Jadi, tunggu apalagi? Bingung akan apalagi?
Jepret pret pret pretttttt.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar