Sabtu, 14 Maret 2015

Menanti Sebuah Grand Design

Judul  buku               : GELOMBANG
Pengarang                : Dee Lestari
Penerbit                     : Bentang
Tebal                          : x + 482 halaman
Cetakan                     : 2014




            Sampai hari ini, hanya satu buku yang sanggup memaksa saya untuk pre-order. Dan satu buku itu adalah Gelombang karya Dee Lestari. Ya, Gelombang, bukan sekuel-sekuel Harry Potter, bukan Inferno-nya Dan Brown. Dan begitu menyelesaikan halamana terakhir saya juga langsung mengirimkan kicauan pada sang penulis berupa pertanyaan dimana saya bisa pre-order sekuel selanjutnya. Cuma sayangnya tak dibalas.

            Dee Lestari, atau aslinya Dewi Lestari, termasuk yang disebut kalangan kritikus sebagai bagian dari sastra wangi ketika pertama kali muncul dengan Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Dan dari sekian para sastra(wan) wangi itu hanya Dee Lestari dan Ayu Utami yang saya ikuti sampai sekarang. Tapi bukan berarti saya selalu puas dengan semua buku Dee. Jujur saja, ketika banyak yang memuji Perahu Kertas, saya tidak termasuk di dalamnya walau tak juga bilang itu jelek. Saya cuma menganggap tidak menemukan seorang Dee yang sesungguhnya di dalam Perahu Kertas. Atau mungkin kalimat seharusnya adalah saya tidak menemukan Dee yang saya inginkan di dalam sana? Entahlah. Yang pasti, Dee yang sesungguhnya menurut saya dan tentu yang saya inginkan adalah Dee yang ‘melahirkan’ sekian keping Supernova.

            Kini Gelombang telah lahir. Begitu menerima dari kurir ekspedisi, saya tak tahan untuk segera menuntaskan semua tanggungan pekerjaan hari itu, lalu naik ke tempat tidur, menyangga kepala dengan tiga bantal, dan membacanya. Tak butuh waktu lama untuk menghabiskannya (sehari lebih sedikit) walau sebenarnya saya berniat mengirit-irit. Hasilnya? Ehmmmmm ... ingin sekali melihat sosok hidup dari Alfa, dr Kalden, dan Nicky.

            Alfa dan dunia mimpinya lagi-lagi membius. Dan seperti sebelum-sebelumnya, saya mempercayai setiap kata yang ditulis oleh Dee. Membuat saya memandang tidur dan mimpi dengan persepsi yang berbeda dari biasanya. Tidur tak lagi sekedar rebah lalu vakum selama beberapa jam. Dan mimpi jadi tak lagi sekedar bunga dari tidur yang tak berarti banyak. Saya jadi kagum pada yang namanya tidur dan mimpi. Lalu bertanya-tanya, darimana Dee punya ide untuk menulis tentang dua hal itu? Dan selanjutnya, bagaimana dia bisa begitu pintar mengolahnya menjadi cerita ratusan halaman yang akhirnya membius saya? Bagaimana risetnya? Bagaimana mikirnya? Bagaimana...? Bagaimana ...? Berapa banyak bagaimana saya tak tahu persis. Yang pasti banyak!

            Tapi sebenarnya saya juga punya uneg-uneg tentang Gelombang walau tetap menyanjung dan menyukainya. Gelombang bagi saya agak terlalu kental kesamaannya dengan Partikel. Ketebalan yang mirip-mirip tentu tak masuk hitungan. Saya tak tahu apa sebutan yang tepat, yang pasti saya merasa menemukan pola yang sama dalam Partikel dan Gelombang, hal yang tak saya rasakan dalam tiga buku terdahulunya. Buku pertama, Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh jelas sekali beda. Mudah dipahami karena dia adalah buku pertama, ibarat peletak dasar segalanya. Lalu Akar, Petir, dan Partikel. Sampai empat buku saya tak merasakan rasa yang sama ataupun pengulangan. Sampai akhirnya Gelombang membuat saya merasakannya.

            Ya, saya merasakan Zarah dan Alfa punya banyak kesamaan. Keduanya punya sifat ngotot yang setara, juga kecerdasan di atas rata-rata. Jalan hidup yang digariskan untuk mereka juga tak berbeda: sukses di usia muda di negeri orang. Di Partikel Zarah punya Paul dan Zach sebagai teman-teman sejati. Sementara di Gelombang seorang Alfa punya Troy dan Carlos. Soal percintaan pun mirip. Lihat saja bagaimana Paul diam-diam berharap pada Zarah, persis seperti Nicky diam-diam berharap pada Alfa. Bahkan ada adegan ciuman yang lokasi dan adegan yang prinsipnya sama. Paul mencium Zarah di terminal bus lalu melangkah pergi. Sementara Nicky mencium Alfa di bandara lalu lari berurai air mata karena kesal. Dan bahkan pada prinsipnya Zarah dan Alfa sama-sama travelling ke dimensi lain.  Bukankah semua itu kesamaan?

            Anggap saja jawaban dari pertanyaan saya di atas adalah ya. Muncul pertanyaan berikutnya: untuk apa? Nah untuk pertanyaan lanjutan tersebut sementara seri lanjutannya; Inteligensi Embun Pagi; belum terbit saya merasa harus puas dengan jawaban rekaan sendiri yaitu karena Dee mendesainnya seperti itu. Ya, Dee menginginkan kesamaan itu. Secara keseluruhan saya yakin Dee telah membuat sebuah grand design untuk Supernova. Grand design itu dituangkan detail-detailnya dalam lima buku yang telah lahir. Ibarat sebuah desain rumah, lima buku itu adalah ruang-ruang di dalamnya. Mereka mungkin mewakili ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, dapur, dan kamar mandi. Keterhubungannya  membentuk sebuah rumah. Ketika masih berada dalam tiap-tiap ruang, tentu tak terlihat bentuk rumah itu. Baru ketika keluar dan menjelajah, lalu berdiri di halamannya maka tampaklah rumah utuh itu. Bisa jadi saat itu adalah ketika Inteligensi Embun Pagi lahir.


            Ya, apapun kesan saya setelah membaca Gelombang, saya tetap yakin semuanya by design, bukan kecelakaan tak terencana. Artinya itu adalah pertanda yang ditebar Dee demi menuju ke grand design yang telah disiapkannya. Semua ada artinya, semua ada alasannya. Saya yakin Dee menghidupkan semua karakternya dengan peran uniknya masing-masing. Dan semuanya akan terlihat pada waktunya. Yes, in Dee I trust. 

Tidak ada komentar: